Konten dari Pengguna

Benang Merah Antara Pancasila dengan Pancaindra

Raka Dwi Purnama
Mahasiswa Universitas Pamulang - Ilmu Komunikasi
9 Februari 2025 9:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raka Dwi Purnama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi diagram pancaindra (sumber: AI)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi diagram pancaindra (sumber: AI)
ADVERTISEMENT
Negara Indonesia pada awalnya berunding mengenai konsep dasar negara yang dimana nantinya akan dijalankan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam sidang PPKI rumusan lima sila yang diusulkan oleh Ir.Soekarno disepakati dan 18 Agustus 1945 Pancasila ditetapkan menjadi dasar negara hingga saat ini. Akan tetapi sekarang banyak aktivis-aktivis, pengamat politik, dan filsuf yang mempermasalahkan Pancasila ini tidak sesuai apa yang dirancang penerapannya oleh tokoh bangsa kita. Memang penyebabnya dan kenyataannya benar adanya . Coba kita berpikir lagi siapakah yang menjalankan dan menerapkan dasar ini, tentu saja manusia atau lebih jelasnya warga negara Indonesia, sehingga bisa diambil kesimpulan ada perantara diantara dasar negara ini dengan sifat serta perilaku warganya. Bagaimana cara warga Indonesia ini menggunakan alat indranya, apakah sudah disesuaikan dengan lima sila yang disepakati bersama.
ADVERTISEMENT
Pengaruh Pancaindra terhadap Penerapan Pancasila
Alat indra manusia sendiri terdiri dari lima jenis utama; mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium, lidah untuk mengecap, dan kulit untuk merasakan sentuhan serta suhu. Masing-masing alat indra ini memiliki reseptor sensorik khusus yang menangkap rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi impuls listrik. Impuls ini kemudian dikirim melalui saraf sensorik ke otak, tepatnya ke area yang sesuai di korteks sensorik, untuk diproses dan diinterpretasikan. Setelah informasi sensorik diolah, otak, terutama di bagian korteks prefrontal (area otak yang memproses informasi dari masing-masing indra) menggunakan akal manusia untuk menilai, membuat keputusan, dan merespons sesuai kebutuhan.
Contohnya korupsi di kalangan pejabat atau praktik money politics di masyarakat, alat indra yang mereka gunakan berlawanan dengan penerapan Pancasila yang dimana mata melihat peluang atau celah hukum yang bisa dimanfaatkan, telinga mendengar ajakan atau bujukan untuk melakukan tindakan tidak etis, dan otak memproses informasi tersebut sebelum akhirnya mengambil keputusan. Namun, dalam kasus penyimpangan moral, pemrosesan di otak lebih dipengaruhi oleh kepentingan pribadi dibandingkan nilai-nilai moral yang seharusnya dijunjung tinggi. Akal yang seharusnya digunakan untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan justru dikuasai oleh nafsu dan keinginan untuk memperoleh keuntungan dengan cara yang tidak benar. Hal ini juga terlihat dalam fenomena kelangkaan gas melon (LPG 3 kg), di mana subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat miskin justru diselewengkan oleh pihak tertentu, menyebabkan harga melonjak dan masyarakat kecil kesulitan mendapatkan kebutuhan dasar mereka. Ini melanggar sila kelima Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, karena hak rakyat kecil atas subsidi justru dirampas oleh kelompok yang lebih mampu atau oleh oknum yang mempermainkan distribusi demi keuntungan pribadi.
ADVERTISEMENT
Pandangan terhadap Kaitan Pancaindra dengan Pancasila
Dari sudut pandang pengamat politik, Pancasila sering kali dipandang sebagai nilai dasar yang ideal, tetapi implementasinya dalam sistem politik dan kebijakan pemerintahan masih lemah. Mereka melihat bahwa alat indra manusia sering kali dimanipulasi oleh propaganda, pencitraan media, dan kepentingan politik tertentu. Dari contoh tersebut menciptakan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Beberapa pengamat politik bahkan mengkritik bahwa Pancasila sering dijadikan alat legitimasi kekuasaan tanpa benar-benar diterapkan secara konsekuen dalam kebijakan yang berpihak pada rakyat.Padahal, para pendiri bangsa telah merancang Pancasila sebagai dasar negara yang menuntun masyarakat untuk bersikap adil, jujur, dan mengutamakan kepentingan bersama.
Meskipun banyak kritik terhadap penerapan Pancasila, sebagian besar aktivis, pengamat politik, dan filsuf tidak menyalahkan Pancasila itu sendiri. Yang mereka soroti adalah bagaimana Pancasila sering kali hanya dijadikan simbol tanpa implementasi yang nyata. Pancasila tetap dianggap sebagai dasar negara yang baik, tetapi masalah utamanya adalah bagaimana nilai-nilainya diterapkan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Masalah utama bukan terletak pada Pancasila sebagai ideologi bagaimana individu, baik di pemerintahan maupun di masyarakat, menggunakan pancaindranya untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai luhur tersebut. Oleh karena itu, solusi terbaik adalah memperkuat kesadaran moral, transparansi, dan pendidikan karakter agar setiap orang dapat menerapkan Pancasila dengan benar dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Raka Dwi Purnama, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang.