Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Romansa Senja Kolonial di Pabrik Gula Kalibagor
7 April 2023 17:12 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Rakai Kusnadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Terlihat gagah dan indah untuk dipandang. Apalagi kalau langit senja memancarkan cahayanya dan mengenai cerobong asapnya yang telah diakui sebagai benda cagar budaya oleh pemerintah daerah setempat, nuansa zaman kolonial Belanda langsung dapat dirasakan.
ADVERTISEMENT
Itulah gambaran salah satu pabrik gula peninggalan kolonial yang berada di wilayah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Pabrik Gula yang tembok-temboknya masih kuat berdiri meski dimakan usia ini, menjadi salah satu ikon peninggalan penjajahan kolonial Belanda di wilayah Banyumas yang masih ada hingga saat ini.
Selain itu bangunan ini juga masih menjadi tujuan wisata kesejarahan bagi pecinta sejarah yang ada wilayah Banyumas dan sekitarnya. Hal ini bukan tanpa alasan. Di balik kokohnya bangunan pabrik gula tersebut, ternyata menyimpan beragam kejadian bersejarah yang masih di ingat dengan kuat oleh masyarakat sekitar.
Salah satunya adalah fakta bahwasanya pabrik gula tersebut merupakan tempat kerja ayah Jenderal Besar Soedirman, sang pahlawan Nasional dan salah satu Panglima TNI yang meraih gelar “Jenderal Bintang Lima”.
ADVERTISEMENT
Pabrik Gula Kalibagor, begitulah nama bangunan bersejarah ini. Bangunan yang terletak di desa Kalibagor, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah ini pada awalnya merupakan bangunan milik swasta yang didirikan untuk kepentingan ekonomi Kolonial, melalui produksi gula yang dihasilkannya.
Bangunan ini didirikan oleh Edward Cooke pada tahun 1839, dan terus beroperasi di bawah kepemilikan keluarga Cooke hingga tahun 1957. Atau sejak pertama kali didirikan hingga dilakukannya kebijakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik pemerintah dan swasta Belanda di seluruh Indonesia.
Berdirinya pabrik gula ini mengikuti kebijakan pemerintah Kolonial Belanda yang pada masa tersebut, memfokuskan usahanya menjadikan wilayah Indonesia, khususnya jawa sebagai tempat perkebunan dan produksi hasil perkebunan yang bernilai tinggi di pasar Eropa, di mana gula menjadi salah satu komoditas utama di pasar Eropa.
ADVERTISEMENT
Akibatnya selain mendirikan pabrik gula yang ikonik tersebut, wilayah-wilayah pertanian di sekitar pabrik juga diubah menjadi lahan-lahan tebu untuk kepentingan produksi Pabrik Gula Kalibagor. Hal ini secara langsung mengubah kehidupan sosial masyarakat pribumi pada masa tersebut yang sebagian besar merupakan petani padi, secara drastis berubah menjadi petani tebu.
Selama pabrik gula ini beroperasi, tercatat ada beberapa kejadian bersejarah yang berpengaruh pada masyarakat sekitar. Salah satunya adalah pada tahun 1930-an, di mana pada saat tersebut kondisi ekonomi global sedang tidak baik-baik saja, akibatnya harga gula internasional mengalami penurunan yang drastis.
Hal ini berpengaruh pada pembayaran upah pekerja pabrik tersebut. Banyak pekerja pada masa tersebut yang melakukan proses mogok kerja dan melayangkan protes pada keluarga tuan Cooke atas upah mereka yang belum diberikan selama berbulan-bulan. Kerusuhan tersebut menjadi salah satu kerusuhan pertama di wilayah Banyumas yang menentang ketidakadilan kolonialisme Belanda di wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain kerusuhan akibat depresi ekonomi global pada tahun 1930-an, terdapat peristiwa bersejarah lain yang terjadi di pabrik gula tersebut. Tepatnya pada masa perjuangan Revolusi Indonesia, di mana terjadi beberapa pertempuran antara pejuang kemerdekaan dengan tentara Belanda yang melindungi pabrik gula tersebut.
Para pejuang kemerdekaan Indonesia di Banyumas menganggap bahwa Pabrik Gula Kalibagor merupakan salah satu objek vital milik Belanda yang harus dikuasai. Akibatnya banyak timbul korban jiwa dari kedua belah pihak.
Setelah kemerdekaan Indonesia dan dinasionalisasikannya pabrik gula tersebut oleh pemerintah pada tahun 1957, maka secara hukum Indonesia pabrik gula tersebut kemudian beralih menjadi milik pemerintah Indonesia yang dikelola dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pabrik Gula Kalibagor beroperasi di bawah BUMN dari tahun 1957 hingga tahun 1997, atau kurang lebih selama 40 tahun. Selama berada dibawah BUMN, Pabrik Gula Kalibagor terus melakukan produksi gula untuk kepentingan nasional.
ADVERTISEMENT
Namun karena semakin berkurangnya lahan tebu karena pengalihfungsian lahan menjadi tempat tinggal penduduk yang semakin bertambah setiap tahunnya, maka produksi gula di tempat tersebut juga semakin berkurang dari tahun ke tahun.
Setelah tahun 1997, Pabrik Gula Kalibagor kemudian tutup dan mangkrak, serta dibiarkan tidak terurus. Hal ini dikarenakan adanya krisis ekonomi di tahun tersebut yang memaksa pemerintah untuk mengurangi pengeluarannya.
Sempat terjadi polemik di tahun 2016 saat cerobong asap pabrik gula yang dijadikan sebagai cagar budaya , dihancurkan oleh pemerintah daerah setempat dalam rangka merenovasi Pabrik Gula tersebut guna menarik para investor agar mengelola pabrik tersebut.
Namun cerobong asap tersebut kemudian dibangun kembali sebagai upaya pemerintah daerah setempat dalam meredam polemik yang tersebar di masyarakat sekitar Pabrik Gula Kalibagor.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2020, Pabrik Gula Kalibagor kemudian dirombak kembali dan dijadikan sebagai Pabrik Garmen oleh pemerintah daerah setempat yang bekerja sama dengan pihak swasta dari daerah Jawa Barat.
Untuk menghormati bangunan bersejarah tersebut, pihak swasta dan pemerintah daerah Kabupaten Banyumas kemudian sepakat untuk tidak mengubah tulisan “PG Kalibagor 1839” yang ada di depan pabrik, serta membiarkan cerobong asap pabrik tersebut tetap berdiri.
Hanya terdapat perubahan istilah saja dalam memaknai PG Kalibagor, di mana dulu PG Kalibagor berarti “Pabrik Gula Kalibagor”, maka saat ini PG Kalibagor diartikan sebagai “Pabrik Garmen Kalibagor”.
Hadirnya Pabrik Gula Kalibagor di wilayah Banyumas telah menjadi saksi bisu sejarah masa kolonial Belanda di wilayah tersebut. Banyak peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi di tempat tersebut yang pengaruhnya masih dirasakan dan diingat dengan kuat oleh masyarakat yang ada di sekitar Pabrik Gula Kalibagor.
ADVERTISEMENT
Meski saat ini Pabrik Gula Kalibagor telah beralih fungsi menjadi pabrik garmen, nyatanya atmosfer masa kolonial masih dapat dirasakan di pabrik tersebut. Hal inilah yang perlu dilestarikan oleh kita sebagai generasi penerus bangsa, agar tidak lupa akan sejarah-sejarah masa lalu yang membentuk bangsa kita menjadi seperti sekarang ini.