MMT Mentoleransi Defisit Anggaran & Utang Pemerintah demi Pertumbuhan Ekonomi

RAKHA NAUFAL AKRAM
D-IV Akuntansi Sektor Publik Mahasiswa PKN STAN 2021 Saat ini, saya sedang tertarik dengan bidang ekonomi dan teknologi informasi
Konten dari Pengguna
31 Januari 2022 10:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari RAKHA NAUFAL AKRAM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar Original dari Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Gambar Original dari Penulis
ADVERTISEMENT
Modern Monetary Theory (MMT) merupakan sebuah proyek deskriptif, bukan rekomendasi kebijakan. MMT termasuk dalam teori positivisme, bukan normatif. Peleburan kebijakan fiskal dengan kebijakan moneter merupakan sebuah penerapan dari Modern Money Theory (MMT). Menurut teori ini, selama inflasi tetap pada tingkat yang dapat ditoleransi secara politik, pemerintah dapat menjalankan defisit yang lebih besar daripada tahun lalu sebagai sarana untuk mengatasi masalah-masalah negara, seperti pembangunan infrastruktur, penanganan pengangguran, dan perlindungan kesehatan nasional. Utang dan defisit memainkan peran penting untuk keuangan pemerintah dan pertumbuhan ekonomi, tetapi kondisi aktualnya mungkin tidak persis seperti yang diprediksi oleh teori ekonomi klasik. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk memahami apa dampak sebenarnya dari utang dan defisit terhadap perekonomian.
ADVERTISEMENT
Inti dari pemahaman MMT adalah pemerintah yang memiliki kendali atas sistem moneter resmi negara. Dengan hal ini, pemerintah bisa memperoleh “ruang kebijakan fiskal” yang lebih luas, serta memberikan pilihan ekonomi makro yang lebih luas untuk negara.
Pemerintah yang berdaulat secara moneter memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Menerbitkan dan mengontrol mata uang mereka sendiri;
• Memiliki bank sentral sendiri;
• Menerbitkan utang dalam mata uang pilihan mereka;
• Beroperasi dalam sistem nilai tukar yang mengambang bebas; dan
• Memiliki akun modal terbuka dengan seluruh dunia
Randall Wray, penulis buku Modern Money Theory: A Primer on Macroeconomics for Sovereign Monetary Systems, berpendapat bahwa pemerintah yang berdaulat mampu menerbitkan dan meminjam dana dalam mata uang fiatnya sendiri tidak mungkin untuk gagal membayar utangnya. Mata uang semacam itu memberi pemerintah banyak ruang kebijakan domestik yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah utama yang dihadapi suatu negara.
ADVERTISEMENT
Pendukung MMT menganut prinsip keuangan fungsional Abba Lerner bahwa fokus alokasi keuangan harus pada pemeliharaan lapangan kerja penuh dengan harga yang stabil dan membiarkan defisit naik (atau turun) ke tingkat mana pun yang diperlukan untuk mencapai hasil kebijakan yang diinginkan. Artinya, MMT tidak memiliki posisi fiskal pilihan. Namun posisi ini tampaknya tidak mengikuti logika akuntansi neraca sektoral. Sebagai konsekuensinya, akan tampak bahwa beberapa teori tambahan mungkin diperlukan untuk mendamaikan beberapa anteseden teoretis MMT yang agak beragam. Tampaknya ini akan menjadi upaya yang bermanfaat, karena perspektif MMT tentang defisit dan utang nasional menjanjikan banyak hal untuk memperluas pemahaman kita tentang sejauh mana sebenarnya ruang kebijakan fiskal.
Namun, semua hal tersebut tidak selalu menyarankan bahwa MMT selalu dan di mana pun membenarkan defisit anggaran untuk selama-lamanya. Dalam logika dan aturan akuntansi sektoral, dampak kebijakan moneter dan fiskal harus berorientasi pada pencapaian tujuan kebijakan ekonomi nasional (yaitu, kesempatan kerja penuh dengan harga yang stabil). Tujuan utama harus tegas, tidak hanya untuk mencapai keseimbangan fiskal. Neraca fiskal harus bebas bergerak ke arah mana pun yang diperlukan untuk mengakomodasi rencana ekonomi agregat dari sektor-sektor lain. Ini adalah inti dari gagasan mendiang Abba P. Lerner tentang keuangan fungsional, yaitu kebijakan harus dinilai murni dari efektivitasnya dalam mencapai tujuan kebijakan ekonomi negara, terlepas dari keluaran fiskal, yang sebagian besar mengakomodasi sektor lain.
ADVERTISEMENT
Kebijakan fiskal bukanlah suatu tujuan kebijakan yang relevan untuk pemerintah yang memiliki kedaulatan moneter, serta tak ada ukuran optimal untuk keseimbangan fiskal. Dalam sebuah artikel, Scott Fullwiler (University of Missouri-Kansas City) berpendapat bahwa tingkat bunga utang nasional adalah variabel kebijakan yang didorong oleh kebijakan moneter, bukan pasar obligasi. Terakhir, artikel Robert Kravchuk (Universitas Indiana) merangkum dan mengintegrasikan artikel-artikel lain, dia menunjukkan beberapa kekurangan dan kontribusi apa yang bisa dilakukan oleh sarjana keuangan di masa depan. Dengan demikian, ada ruang yang cukup besar untuk menyintesis pandangan yang sangat produktif antara MMT, penganggaran, dan keuangan publik.
Pemerintah yang memiliki atribut kedaulatan moneter memiliki keleluasaan yang cukup besar dalam menetapkan tingkat bunga jangka pendek mereka sendiri. Namun, penerapan MMT memiliki tantangan lain, yaitu menghasilkan inovasi produktivitas untuk pembangunan infrastruktur publik, pendidikan, dan penciptaan lapangan kerja.
ADVERTISEMENT
Kondisi pandemi covid-19 memaksa pemerintah untuk membuat keputusan “extraordinary policy” dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 pada Maret 2020. Dengan Perppu ini, pemerintah dapat melakukan defisit anggaran di atas 3,0% dari PDB selama tiga tahun terhitung sejak tahun 2020. Untuk tahun 2022, pemerintah membatasi defisit sebesar Rp868,019 triliun dalam Rancangan Anggaran dan Belanja Negara (APBN) yang telah disetujui oleh Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Defisit anggaran ini setara 4,85% terhadap produk domestik bruto (PDB) yang diestimasikan mencapai Rp17.897 triliun.
Pembolehan defisit anggaran tersebut tentunya diikuti oleh program kerja yang bertujuan untuk memulihkan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PEM PPKF) Tahun 2022, arah kebijakan fiskal tahun 2022 adalah ekspansif - konsolidatif secara bertahap dalam jangka menengah. Untuk menciptakan iklim belanja yang berkualitas, pemerintah mempunyai target yang tercantum dalam KEM PPKF adalah sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
a. Fokus untuk mendukung reformasi struktural penguatan daya saing dan kapasitas produksi (penguatan SDM, infrastruktur pendukung transformasi ekonomi, serta reformasi institusional);
b. Penyesuaian cara kerja baru dengan pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan produktivitas;
c. Penyelesaian prioritas nasional secara terstruktur dan efektif
d. Pengembangan infrastruktur dasar pada kawasan perbatasan, tertinggal, terluar dan terdepan (3T), serta permukiman kumuh perkotaan;
e. Reformasi sistem penganggaran dengan penguatan spending better, subsidi tepat sasaran dan penguatan desentralitas fiskal.
Di samping itu, penyebaran covid-19 memaksa pemerintah untuk membatasi mobilitas penduduk dan aktivitas perekonomian. Pembatasan ini membuat perekonomian nasional mengalami great shock karena roda perekonomian harus berhenti seketika. Untuk itu, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan penanganan komprehensif melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebagai langkah dari extraordinary polic. Pemerintah telah mengantisipasi sekaligus menjalankan kebijakan extraordinary terutama dalam memperkuat sistem kesehatan masyarakat, mendukung konsumsi masyarakat, serta menjaga daya tahan dunia usaha. Pemerintah meyakini bahwa perekonomian tidak akan pulih jika covid-19 tidak ditangani secara baik. Respons kebijakan yang ditempuh pemerintah di masa pandemi telah terstruktur dan sistematis melalui penahapan yang jelas yaitu extraordinary policy, reopening policy, recovery dan reform policy, serta dilanjutkan langkah konsolidasi fiskal secara bertahap untuk keberlanjutan ekonomi dan fiskal jangka menengah-panjang.
ADVERTISEMENT
Pada intinya, defisit anggaran dapat dilakukan guna kemakmuran rakyat melalui peningkatan produktivitas dengan cara penguatan SDM, infrastruktur pendukung transformasi ekonomi, serta reformasi institusional. Kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, seperti Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tentu sudah melalui diskusi yang komprehensif yang sesuai dengan prinsip ekonomi ke-3, yaitu orang rasional berpikir dengan konsep marjinal, dan ke-4, yaitu orang bereaksi terhadap insentif. Oleh karena itu, kita sebagai warga Indonesia harus bijaksana dalam menggunakan sarana dan prasaran yang telah diperjuangkan oleh pemerintah Indonesia, serta menghindari tindakan-tindakan yang menghambat kinerja pemerintah, seperti merusak asset umum sampai dengan korupsi.
Sumber:
Indonesia. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2022. Jakarta: Kementrian Keuangan RI, 2021.
ADVERTISEMENT
Kravchuk, Robert S. “Post‐Keynesian Public Budgeting & Finance: Assessing Contributions From Modern Monetary Theory.” Public Financial Publications LLC (2020): 95-120.
Putnam, Bluford H. “From phase transitions to Modern Monetary Theory: A framework for analyzing the pandemic of 2020.” Review of Financial Economics (2020): 14-16.
Said, Abdul Aziz. “Banggar DPR Setujui Defisit Anggaran Tahun Depan Rp 868 Triliun” Katadata. 28 September 2021.