Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ketika Hukum Internasional Terpenjara Kepentingan Politik
23 Desember 2024 16:23 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ramadhan Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah abad ke-21 yang seharusnya menjadi era kemajuan peradaban manusia, dunia internasional justru dihadapkan pada berbagai konflik yang semakin memanas. Ketegangan global yang terus meningkat, mencerminkan betapa rapuhnya sistem keamanan internasional yang telah dibangun selama ini. Konflik berkepanjangan antara Rusia-Ukraina , eskalasi kekerasan di Palestina-Israel , ketegangan yang meningkat antara Israel-Lebanon , serta yang terbaru konflik berkepanjangan di Suriah menjadi bukti nyata bagaimana hukum internasional seakan kehilangan esensinya.
ADVERTISEMENT
Situasi internasional yang anarki semakin diperparah dengan ketidakefektifan organisasi-organisasi internasional seperti PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dan ICC (International Criminal Court). Meskipun telah ada berbagai instrumen hukum internasional seperti Piagam PBB, Konvensi Jenewa, dan Protokol Tambahan yang seharusnya menjadi landasan dalam menjaga perdamaian dan melindungi hak-hak kemanusiaan, implementasinya masih jauh dari harapan. Lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi pilar penegakan keadilan global ini seringkali tampak tidak berdaya menghadapi dominasi kepentingan politik negara-negara besar.
Di tengah pertarungan politik dan kekuasaan ini, korban yang paling menderita adalah warga sipil tak bersalah. Ribuan nyawa melayang sia-sia di Suriah, Gaza, dan berbagai zona konflik lainnya, sementara prinsip-prinsip hak asasi manusia yang diagung-agungkan seakan hanya menjadi slogan kosong. Konvensi Jenewa yang seharusnya melindungi warga sipil, tawanan perang, dan korban konflik bersenjata seringkali dilanggar tanpa konsekuensi yang berarti.
ADVERTISEMENT
Belum lagi, peran media dalam konflik-konflik ini juga patut disoroti. Di era informasi digital, media tidak lagi sekadar berperan sebagai pemberi informasi, tetapi juga mampu membentuk persepsi dan mengarahkan opini publik. Narasi-narasi yang dibangun seringkali bias dan cenderung berpihak pada kepentingan tertentu, sehingga semakin memperkeruh situasi yang sudah kompleks.
Pusaran Gelap Realisme dan Ancaman Kehancuran Global
Yang memprihatinkan, ketidakefektifan hukum internasional ini bukan hanya mencerminkan kegagalan sistem, tetapi juga menunjukkan degradasi moral dalam hubungan internasional. Prinsip-prinsip kemanusiaan yang menjadi fondasi hukum humaniter internasional seakan tenggelam di tengah pusaran kepentingan politik dan ekonomi. Dominasi negara-negara maju dalam pengambilan keputusan internasional semakin mempertegas pandangan kaum realis bahwa politik internasional pada dasarnya adalah pertarungan kekuatan dan kepentingan.
ADVERTISEMENT
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius, masih efektif atau relevankah hukum internasional di tengah realitas global yang semakin kompleks? Atau mungkin sudah saatnya komunitas internasional melakukan reformasi mendasar terhadap sistem hukum dan kelembagaan global untuk menghadapi tantangan abad ini?
Dalam perspektif realisme, situasi dunia yang anarki ini mendorong negara-negara untuk terus memaksimalkan kekuatan militer mereka demi keamanan dan survival. Perlombaan senjata yang semakin intensif, modernisasi persenjataan nuklir, dan peningkatan anggaran pertahanan di berbagai negara mencerminkan bagaimana teori realisme masih sangat relevan dalam menjelaskan dinamika hubungan internasional kontemporer. Kekhawatiran berbagai negara akan pecahnya Perang Dunia III bukan lagi sekadar spekulasi, mengingat meningkatnya ketegangan antara kekuatan-kekuatan besar dunia dan munculnya berbagai flashpoint konflik yang berpotensi memicu eskalasi global.
ADVERTISEMENT