Buka Puasa Gratis –Tradisi Berbagi Berkah Ramadhan di Mesir

Ramadhan Sutan Purnomo
Diplomat RI - Seluruh tulisan merupakan pendapat pribadi
Konten dari Pengguna
21 September 2023 6:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ramadhan Sutan Purnomo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Berbukalah dengan yang gratis,” begitulah kira-kira semboyan beberapa teman-teman pelajar Indonesia yang sedang berpuasa di Mesir, yang penulis temui. Ini bukan hanya isapan jempol belaka, melainkan memang terdapat suatu tradisi bulan puasa yang tersebar di penjuru negeri piramida ini, yang mana orang menyajikan iftar / buka puasa gratis untuk siapa pun sepanjang bulan suci Ramadhan. Tradisi ini dikenal dengan nama Maidatur Rahman atau kurang lebih “hidangan dari Sang Maha Pengasih (Tuhan)” dalam Bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mengenal lebih jauh Maidatur Rahman
Konsep Maidatur Rahman sebenarnya sederhana yaitu sedekah. Seorang sponsor Maidatur Rahman menggelar meja makan dan bangku di depan rumah, kantor atau tokonya, dan menghidangkan makanan dan minuman (seringkali termasuk takjil) untuk orang-orang yang membutuhkan.
Menuangkan minuman karkadeh untuk berbuka puasa. Dokumentasi pribadi penulis
Meja dan minuman karkadeh sedang disiapkan. Dokumentasi pribadi penulis
Tradisi ini dapat kita temui di seluruh penjuru Mesir, seringkali di pinggir jalan, khususnya di depan gedung apartemen dan pusat-pusat niaga. Adapun meja dan bangku mulai digelar sekitar pukul lima sore atau satu jam sebelum berbuka puasa. Lalu sekitar puluhan orang mulai menyiapkan makanan dan minuman yang dibungkus dalam kotak dan gelas plastik. Menunya pun beragam, mulai dari nasi, lauk, kacang-kacangan, dan sayur. Sedangkan untuk minumannya biasanya disajikan jus “karkadeh” (jus bunga rosela), jus buah asam, dan markisa. Tidak lupa, sponsor juga menyediakan takjil berupa kurma, kue, manisan dan makanan ringan lainnya.
ADVERTISEMENT
Seringkali bukan saja kaum dhuafa yang memanfaatkan Maidatur Rahman, namun juga orang-orang yang kebetulan terjebak macet di jalan sebelum pulang ke rumah untuk berbuka puasa. Bahkan, orang-orang necis dengan jas dan dasi juga tampak di antara pengunjung Maidatur Rahman. Untuk jumlah meja dan bangku yang disiapkan, serta makanan yang disajikan, tergantung dari kemampuan sponsor.
Terdapat landasan filosofis di balik Maidatur Rahman, di mana warga Mesir, yang kurang lebih 90% penduduknya muslim, meyakini Bulan Ramadhan sebagai bulan yang mulia, penuh dengan kebaikan dan kasih sayang. Untuk itu orang yang memiliki harta berlebih merasa terpanggil untuk bersedekah kepada orang yang kurang beruntung. Mereka meyakini bahwa pada Bulan Ramadhan, sepatutnya manusia mengisi segala aspek hidupnya dengan kebaikan, maka dari itu menjadi tanggung jawab bagi yang kaya untuk memenuhi perut yang miskin dengan kebaikan.
Maidatur Rahman sudah mulai dipenuhi pengunjung. Dokumentasi pribadi penulis.
Sejarah Maidatur Rahman
ADVERTISEMENT
Dilansir dari laman resmi Pemerintah Provinsi Kairo, tradisi Maidatur Rahman sudah bermula sejak zaman Rasulullah SAW, sebelum akhirnya menyebar Mesir oleh seorang ulama Mesir yang bernama Al-Layth bin Saad (713-791 Masehi) yang menyelenggarakan Maidatur Rahman secara terbatas di tempat beliau tinggal. Tradisi ini mulai tersebar luas pada zaman pemerintahan Ahmad bin Tulun (memerintah 868-884 M). Alkisah, ia mengadakan jamuan makan malam untuk para pejabat tinggi kerajaan dan pedagang kaya. Pada jamuan tersebut ia memerintahkan mereka untuk membuka pintu rumah mereka dan menyediakan makanan untuk orang-orang yang berpuasa. Konon, sejak saat itu, tradisi Maidatur Rahman tersebar ke penjuru Mesir, dan terus dipegang teguh oleh orang-orang Mesir hingga saat ini.
Di era modern, tradisi ini terus dijalani oleh para dermawan Mesir dari semua kalangan. Mulai dari Presiden, pejabat, hingga pengusaha rutin menyelenggarakan Maidatur Rahman untuk orang-orang yang berpuasa. Selain itu, para sponsor ini tidak hanya terbatas untuk mereka yang beragama muslim. Bahkan para pendeta dari komunitas Kristen Koptik di Mesir juga menyediakan Maidatur Rahman untuk saudara-saudari muslimnya yang berpuasa. Dengan demikian tradisi ini dapat dianggarp sudah menjadi tradisi rakyat Mesir, terlepas dari latar belakang status sosial dan agamanya. Maidatur Rahman sempat dihentikan oleh Pemerintah Mesir pada tahun 2020 karena COVID, namun mulai kembali pada tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Seperti Apa sih Maidatur Rahman Itu?
Penulis sempat menikmati Maidatur Rahman di daerah Nasr City, Kairo pada Ramadhan tahun 2021, atau awal mula diperbolehkannya kembali tradisi tersebut. Penulis datang bersama seorang teman, mahasiswa Inonesia, dan mendapati sekitar 100 orang yang memenuhi meja tersebut dari berbagai asal. Selain orang Mesir, penulis juga berkesempatan berbicara dengan pelajar dari Malaysia, Thailand, Nigeria, yang ikut berbuka puasa pada Maidatur Rahman tersebut.
Mereka umumnya sangat terbantu dengan kembalinya tradisi Maidatur Rahman selepas pandemi COVID. “Lumayan Pak, bisa makan gratis,” kata seorang pelajar Indonesia yang penulis temui. “Saya dan teman-teman biasanya keliling Kairo mencari Maidatur Rahman selama bulan puasa, hitung-hitung bisa menghemat uang,” imbuhnya.
Saat itu penulis mendapatkan menu nasi daging dan kacang dengan saos tomat. Adapun untuk minum, penulis mendapatkan jus karkadeh, dan untuk takjilnya mie instan asal Indonesia, yang membuat penulis cukup berbangga sebagai orang Indonesia. Meskipun sederhana, hidangan tersebut sangat lezat. Penulis dapat merasakan nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan di antara para hadirin yang sama-sama berbuka puasa pada kesempatan tersebut.
Menu buka puasa: nasi daging dan kacang. Dokumentasi pribadi penulis
Menu buka puasa dan takjil. Dokumentasi pribadi penulis
ADVERTISEMENT
Pengalaman tersebut sangatlah tidak terlupakan karena penulis dapat merasakan bentuk nyata dari istilah berbagi berkah di bulan Ramadhan yang mulia. Apabila pembaca berkesempatan mengunjungi Mesir di bulan Ramadhan, kiranya dapat mencoba sendiri pengalaman berbuka puasa ala rakyat Mesir dengan Maidatur Rahman.
Marilah kita semua (termasuk penulis), terus berupaya agar dapat menjadi “sponsor” dan menerapkan nilai-nilai yang terkandung di tradisi Maidatur Rahman untuk orang-orang di sekitar kita, di mana pun kita berada.