1 Ramadhan 1446 HSabtu, 01 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Bullion Bank: Solusi Ekonomi atau Sekadar Sensasi?

Muhammad Ramadhani Kesuma
Dosen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman
27 Februari 2025 11:03 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ramadhani Kesuma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Shutterstock
ADVERTISEMENT
Di tengah ketidakpastian ekonomi global, Indonesia melangkah besar dengan meluncurkan bank emas atau bullion bank pertamanya pada 26 Februari 2025. Peresmian ini oleh Presiden Prabowo Subianto di Jakarta menandai tonggak baru dalam sektor keuangan nasional. Namun, di balik kegembiraan ini, muncul pertanyaan penting: Apakah bullion bank ini benar-benar solusi ekonomi yang efektif, atau sekadar sensasi yang akan meredup seiring waktu?
ADVERTISEMENT
Mengapa Bullion Bank?
Peluncuran bullion bank pertama di Indonesia merupakan langkah strategis yang dipengaruhi oleh konteks historis dan ekonomi. Secara historis, Indonesia telah mengalami fluktuasi stabilitas ekonomi, terutama selama krisis keuangan global, yang meningkatkan permintaan akan aset pelindung seperti logam mulia. Krisis keuangan global tahun 2008, misalnya, memicu minat yang lebih besar terhadap emas sebagai aset pelindung, mengukuhkan perannya sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian ekonomi (Adeosun et al., 2022; Salisu et al., 2020). Tren ini sejalan dengan gerakan global menuju perbankan logam mulia, di mana investor semakin memandang emas dan logam lainnya sebagai komponen penting dalam portofolio mereka, terutama selama periode ketidakstabilan ekonomi (Abed & Hamouda, 2024).
Selain konteks historis, kekayaan budaya Indonesia yang erat dengan emas dan potensi penambangan yang melimpah menjadi pendorong strategis. Ketegangan geopolitik dan volatilitas pasar global turut memperkuat urgensi bullion bank sebagai wadah investasi stabil. Kerangka regulasi yang ditetapkan oleh POJK Nomor 17 Tahun 2024 telah menjadi faktor kunci dalam memfasilitasi pendirian bullion bank di Indonesia. Peraturan ini merinci pedoman operasional untuk bank bullion, memastikan bahwa mereka mematuhi standar keuangan yang ketat dan praktik terbaik. Regulasi ini tidak hanya memastikan kepatuhan pada standar keuangan, tetapi juga menekankan transparansi dan perlindungan konsumen—fondasi penting bagi kepercayaan publik.
ADVERTISEMENT
Tujuan: Stabilitas, Investasi, dan Inklusi
Pendirian bullion bank bertujuan mencapai tiga pilar utama: stabilitas keuangan, promosi investasi logam mulia, dan inklusi keuangan. Pertama, bullion bank diharapkan menjadi platform aman bagi masyarakat untuk menyimpan dan mengelola emas, yang secara tradisional dipandang sebagai “jaminan” di masa sulit. Kedua, inisiatif ini mendorong diversifikasi investasi dengan mempermudah akses ke emas sebagai aset likuid, bahkan untuk mendapatkan pinjaman dengan jaminan logam mulia. Ketiga, dengan menjangkau segmen masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan konvensional, bullion bank berpotensi meningkatkan partisipasi ekonomi.
Bayangkan seorang pedagang kecil di desa yang selama ini menyimpan emas fisik di bawah bantal. Kini, ia bisa memanfaatkan bullion bank untuk mengubah aset tersebut menjadi tabungan produktif atau modal usaha. Ini bukan sekadar teori—Supatmojo et al. (2024) menunjukkan bahwa integrasi logam mulia dalam sistem keuangan dapat memperluas akses pendanaan dan mendorong literasi investasi.
ADVERTISEMENT
Dampak: Peluang Emas bagi Ekonomi
Dampak bullion bank terhadap ekonomi Indonesia bisa sangat signifikan. Pertama, sektor ini mendukung hilirisasi emas dengan menyediakan kerangka terstruktur untuk perdagangan dan pengolahan. Indonesia, sebagai salah satu produsen emas terbesar, bisa meningkatkan nilai tambah domestik dan memperluas ekspor. Hal ini sejalan dengan tren global di mana negara-negara dengan sumber daya emas yang signifikan memanfaatkan aset ini untuk meningkatkan perekonomian mereka (Widarjono et al., 2020).
Kedua, bank-bank konvensional akan terpacu berinovasi, menawarkan produk berbasis bullion yang memperkaya pilihan konsumen dan memicu persaingan sehat. Diversifikasi ini dapat mengarah pada peningkatan keuntungan dan stabilitas keuangan dalam sektor perbankan (Wiguna & Viverita, 2022).
Lebih jauh, bullion bank berpotensi menarik investasi asing. Dengan posisi strategis di pasar logam mulia global, Indonesia bisa menjadi magnet bagi investor yang mencari stabilitas di negara berkembang. Aliran modal ini dapat mendanai proyek infrastruktur dan bisnis lokal, menciptakan efek domino bagi pertumbuhan ekonomi. Tak kalah penting, sektor ini membuka peluang kerja baru—dari staf bank hingga pekerja di industri pengolahan emas—yang dapat mengurangi pengangguran.
ADVERTISEMENT
Risiko dan Tantangan: Bayang-Bayang di Balik Kilau Emas
Namun, kilau emas tak selalu menjanjikan keuntungan. Salah satu risiko utama adalah volatilitas harga emas yang dipengaruhi faktor global seperti kebijakan moneter dan konflik geopolitik. Penurunan harga mendadak bisa memicu kerugian besar bagi investor dan bank, serta mengancam likuiditas. Untoro et al. (2022) memperingatkan bahwa tanpa strategi lindung nilai yang kuat, volatilitas ini bisa menjadi bumerang.
Tantangan lain terletak pada infrastruktur dan regulasi. Fasilitas penyimpanan emas yang aman dan platform perdagangan yang andal membutuhkan investasi besar. Sementara itu, meski POJK 17/2024 telah meletakkan dasar kuat, pengawasan ketat tetap diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan, seperti manipulasi pasar atau pencucian uang. Ketidaksiapan dalam manajemen risiko juga bisa merusak kepercayaan publik, yang menjadi tulang punggung keberhasilan bullion bank.
ADVERTISEMENT
Pelajaran dari Dunia: Jalan Menuju Sukses
Pengalaman internasional menawarkan peta jalan berharga. Negara-negara dengan bullion bank mapan, seperti Swiss dan Singapura, menunjukkan pentingnya manajemen risiko komprehensif yang mencakup risiko pasar, kredit, operasional, dan kepatuhan. Misalnya, pedoman Komite Basel menekankan pentingnya praktik manajemen risiko yang kokoh yang mengintegrasikan berbagai jenis risiko ke dalam strategi yang kohesif (Ayadi et al., 2016; Bitar et al., 2020). Solusi RegTech dapat mengotomatisasi proses kepatuhan, meningkatkan akurasi data, dan memfasilitasi pemantauan transaksi secara real-time, sehingga mengurangi risiko ketidakpatuhan dan penipuan (Freij, 2020). Indonesia bisa meniru pendekatan ini untuk memperkuat ketahanan sektor barunya.
Kepatuhan pada standar global, seperti yang ditetapkan oleh Financial Action Task Force (FATF), juga krusial untuk menjaga kredibilitas. Selain itu, edukasi publik menjadi kunci—contohnya, program literasi guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam investasi emas, agar bullion bank tak hanya jadi milik elit, tetapi juga rakyat biasa.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan: Lebih dari Sekadar Sensasi?
Bullion bank pertama Indonesia adalah langkah berani yang membawa harapan sekaligus tantangan. Jika dikelola dengan regulasi ketat, manajemen risiko cerdas, dan infrastruktur memadai, inisiatif ini bisa menjadi tonggak stabilitas ekonomi—bukan sekadar sensasi yang memudar. Ia menawarkan peluang untuk mentransformasi emas dari perhiasan statis menjadi aset produktif, sekaligus menempatkan Indonesia di peta pasar bullion global.
Namun, keberhasilan tak datang otomatis. Pemerintah, regulator, dan masyarakat harus bersinergi. Tanpa itu, bullion bank berisiko menjadi eksperimen mahal yang gagal memenuhi janjinya. Pertanyaannya kini bukan lagi “apakah ini solusi?”, melainkan “bagaimana kita mewujudkannya?” Jawabannya ada di tangan kita semua—saatnya mengubah kilau emas menjadi kekuatan ekonomi sejati.
References :
Abed, R. E. and Hamouda, A. B. (2024). Time frequency and co-movements between global economic policy uncertainty, precious metals and agricultural prices: a wavelet coherence analysis and bootstrap rolling window granger causality. International Journal of Energy Economics and Policy, 14(2), 546-561. https://doi.org/10.32479/ijeep.15259
ADVERTISEMENT
Adeosun, O., Adeosun, O., Tabash, M., & Anagreh, S. (2022). News-based uncertainty measures and returns on prices of precious metals: evidence from regime switching and time-varying causality approach. Journal of Economic Studies, 50(2), 173-200. https://doi.org/10.1108/jes-11-2021-0558
Ayadi, R., Naceur, S. B., Casu, B., & Quinn, B. (2016). Does basel compliance matter for bank performance?. Journal of Financial Stability, 23, 15-32. https://doi.org/10.1016/j.jfs.2015.12.007
Bitar, M., Naceur, S. B., Ayadi, R., & Walker, T. (2020). Basel compliance and financial stability: evidence from islamic banks. Journal of Financial Services Research, 60(1), 81-134. https://doi.org/10.1007/s10693-020-00337-6
Freij, Å. (2020). Using technology to support financial services regulatory compliance: current applications and future prospects of regtech. Journal of Investment Compliance, 21(2/3), 181-190. https://doi.org/10.1108/joic-10-2020-0033
ADVERTISEMENT
Salisu, A., Gupta, R., Bouri, E., & Ji, Q. (2020). The role of global economic conditions in forecasting gold market volatility: evidence from a garch-midas approach. Research in International Business and Finance, 54, 101308. https://doi.org/10.1016/j.ribaf.2020.101308
Supatmojo, P., Rivenda, A., & Aunillah, M. (2024). Implementation of gold bullion funding as alternative instruments to overcome the problem of currency fluctuation. JSDERI, 1(3), 212-226. https://doi.org/10.53955/jsderi.v1i3.19
Untoro, W., Trinugroho, I., & Atmaji, A. (2022). The effect of fintech on conventional bank performance and bank risk., 140-152. https://doi.org/10.2991/978-94-6463-066-4_13
Widarjono, A., Anto, M. B. H., & Fakhrunnas, F. (2020). Financing risk in indonesian islamic rural banks: do financing products matter?. The Journal of Asian Finance, Economics and Business, 7(9), 305-314. https://doi.org/10.13106/jafeb.2020.vol7.no9.305
ADVERTISEMENT
Wiguna, R. and Viverita, V. (2022). Co-movement between bank loan growth and economic growth in indonesia using wavelet coherence analysis. Labuan Bulletin of International Business and Finance (LBIBF), 20(1), 1-11. https://doi.org/10.51200/lbibf.v20i1.3389