Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Hambatan dalam Proses Restorasi Ekosistem Hutan Harapan
6 Desember 2022 18:32 WIB
Tulisan dari Ramadhani Satria tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Permasalahan konsesi perizinan lahan dan hutan ini biasanya disebabkan oleh perselisihan antara para pemilik izin konsesi dan para penduduk asli.
ADVERTISEMENT
Karena, konsesi perizinan lahan dan hutan sendiri dapat mengganggu aktivitas makhluk hidup di sekitar hutan tersebut, baik manusia, hewan, atau bahkan tumbuhan.
Konflik konsesi di Desa Bungku sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1970-an saat pemegang izin konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah PT Asialog. Seiring berjalannya waktu, perusahaan-perusahaan lain mulai berdatangan ke Desa Bungku.
Wilayah yang dikuasai para pendatang tersebut ditetapkan sebagai wilayah Dusun IV Kunangan Jaya I, bagian dari Desa Bungku, pada 2004. Mayoritas warga dusun ini orang Jawa, kemudian Batak, Melayu, Flores, dan sekelompok kecil warga SAD.
Hingga pada tahun yang sama, Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan No. 159/Menhut II/2004 yang menetapkan lahan seluas 98.555 ha di Jambi dan Sumatera Selatan sebagai kawasan restorasi ekosistem yang dikelola PT REKI. Luas konsesi tersebut merupakan 20% dari total hutan dataran rendah tersisa di Sumatera.
ADVERTISEMENT
Kemudian, pada 2010 telah terbit izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan restorasi ekosistem oleh PT REKI di wilayah Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Batanghari, provinsi Jambi melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 327/Menhut-II/2020.
Sebab dari keputusan tersebut, percikan-percikan konflik mulai muncul sepanjang 2010-2012 yang diikuti oleh berbagai aksi dan konfrontasi dari masyarakat, baik Suku Anak Dalam (SAD), pendatang, dan PT REKI.
Aksi masyarakat misalnya, seperti demonstrasi, penghentian operasi perusahaan, pembakaran, dan pendudukan. Pada April 2012, mereka bahkan rela menginap di kantor Gubernur Jambi untuk menuntut pengakuan hak atas lahan dan aksi jalan kaki Jambi - Jakarta pada desember 2012 dengan tujuan penyelesaian konflik lahan dengan pemegang hak konsesi.
Sedangkan aksi dari PT REKI, seperti penangkapan dari pihak keamanan, pembakaran rumah atau kebun, dan tindakan-tindakan represif lainnya. Misalnya saja, terjadi pemukulan dan penangkapan beberapa warga oleh kepolisian bersama keamanan PT REKI.
ADVERTISEMENT
Pada 2012 ini pula, konflik warga dengan PT REKI masuk ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait peristiwa pembakaran di perkampungan yang dilakukan oleh Polisi Hutan (Polhut).
Setelah itu, pada tahun 2013 PT REKI akhirnya menghentikan tindakan pendekatan mereka yang represif dalam menangani konflik dengan masyarakat berkat anjuran dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Pada tahun itu juga, dilakukan identifikasi dan verifikasi subjek dan objek konflik yang menemukan lahan garapan masyarakat Dusun IV Kunangan Jaya I seluas kurang lebih 1.974,46 ha. Namun, kasus tersebut masih menggantung.
Warga kembali melakukan aksi jalan kaki Jambi-Jakarta. Peserta dan tujuan aksi sama dengan aksi jalan kaki sebelumnya. Baru pada April 2017, dilakukan verifikasi usulan pencadangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya penyelesaian konflik konsesi lahan dan hutan di Desa Bungku, sejak awal 2007 warga Dusun IV Kunangan Jaya I didampingi oleh Serikat Tani Nasional (STN). Pada 2010, beberapa organisasi lain juga berperan dalam penanganan sengketa di Desa Bungku. Organisasi-organisasi itu adalah Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi, Serikat Petani Indonesia (SPI), dan Yayasan Setara Jambi. Khusus penanganan sengketa di Dusun IV Kunangan Jaya I tercatat kiprah STN, CAPPA, dan Perkumpulan Reforma Agraria Nusantara (PRANA) bersama CRU-IBCSD.
Sebenarnya, hingga tahun 2022 masih ada beberapa konflik yang terjadi karena perselisihan antara masyarakat dan PT REKI
Kegiatan yang dilakukan oleh PT REKI ini sebenarnya berbatasan langsung dengan masyarakat Bathin Sembilan, Suku Anak Dalam, dan masyarakat pendatang.
ADVERTISEMENT
Harapannya, kedua pihak tersebut dapat hidup berdampingan untuk melakukan konservasi hutan harapan demi menjaga kelangsungan hidup ekosistem hutan tersebut.
Hutan Harapan sendiri memiliki tujuan untuk merestorasi ekosistem yang bertujuan baik bagi lingkungan sekitar. Degradasi sumberdaya hutan meningkat dan berdampak pada ekologi, ekonomi dan sosial-budaya. Oleh karena itu dibutuhkan restorasi ekosistem di hutan produksi untuk membalikkan kecenderungan degradasi dan deforestasi agar hutan alam tetap terjaga manfaat dan keberadaannya.
Namun, konsesi perizinan Hutan Harapan ini juga menimbulkan berbagai konflik pada lingkungan sekitar. Dapat dikatakan bahwa konflik ini tidak hanya muncul dalam waktu dekat, namun konflik ini muncul perlahan-lahan dari konflik yang kecil hingga berubah menjadi besar atau dapat disebut sebagai efek snowball.
ADVERTISEMENT
Sebaiknya, dari awal munculnya percikan-percikan kecil timbulnya konflik, kita sudah harus meninjau dan mencari penyelesaian dari konflik tersebut, sehingga kedepannya konflik-konflik tersebut tidak terlalu besar dan rumit.