Konten dari Pengguna

Esensi Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus

Ramanda Bima Prayuda
Saya merupakan mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Politik di Universitas Negeri Semarang.
13 Januari 2025 12:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ramanda Bima Prayuda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Karya penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Karya penulis
ADVERTISEMENT
Organisasi mahasiswa ekstra kampus yang akrab disebut ormek seperti Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) telah menjadi wadah yang penting bagi mahasiswa dalam mengembangkan diri di luar kegiatan akademik formal di kelas. Keberadaannya memberikan ruang bagi mahasiswa untuk mengekspresikan minat dan bakat, sekaligus membentuk karakter dan kepemimpinan yang tidak didapatkan dalam kegiatan perkuliahan formal. Selain itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus juga memainkan peran strategis dalam memperkuat ikatan sosial antar mahasiswa dan membangun jaringan yang berguna di masa depan. Akan tetapi, meskipun memiliki banyak manfaat, eksistensi dan esensi dari organisasi ekstra kampus sering kali dipandang sebelah mata, baik oleh mahasiswa itu sendiri maupun pihak kampus.
ADVERTISEMENT

Masih Relevankah di Masa Kini?

Ada anggapan bahwa relevansi organisasi mahasiswa ekstra kampus kini mulai dipertanyakan, terutama di tengah perubahan dinamika kehidupan kampus yang semakin berkembang pesat. Mahasiswa masa kini, yang lebih mengutamakan efisiensi dan fleksibilitas, sering kali merasa bahwa keterlibatan dalam ormek justru mengganggu keseimbangan antara kegiatan akademik dan kegiatan lainnya. Dengan tuntutan untuk meraih prestasi akademik yang tinggi, ditambah dengan kebutuhan untuk mencari pengalaman kerja melalui magang atau proyek profesional, banyak mahasiswa yang melihat ormek sebagai sesuatu yang kurang mendukung tujuan utama mereka, yaitu menyelesaikan studi dengan cepat dan memperoleh keterampilan yang relevan dengan dunia kerja. Selain itu, sebagian ormek pun ada yang masih mengedepankan cara-cara tradisional yang terkesan kaku dan memakan waktu, seperti rapat rutin dan kegiatan yang membutuhkan komitmen jangka panjang. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa yang lebih memilih fleksibilitas dalam merencanakan waktu dan kegiatan mereka. Tidak jarang, mahasiswa lebih memilih berpartisipasi dalam komunitas online atau platform yang menawarkan pengalaman lebih praktis dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, meskipun ormek memiliki banyak manfaat, jika tidak mampu beradaptasi dengan gaya hidup mahasiswa yang semakin cepat dan terhubung dengan dunia digital, keberadaannya mungkin akan semakin berkurang relevansinya di masa depan.
ADVERTISEMENT

Tantangan dan Peluang di Era Digital

Pepatah dari Guru Bangsa, Ki Hajar Dewantara, "Setiap orang dapat menjadi guru dan setiap rumah dapat menjadi sekolah," sejatinya menyimpan makna mendalam yang sangat relevan dengan tantangan dan peluang yang dihadapi oleh organisasi mahasiswa ekstra kampus (ormek) di era digital ini. Ki Hajar Dewantara mengajarkan bahwa pendidikan bukan hanya tugas para pengajar di dalam kelas, melainkan juga proses yang terjadi di luar kelas (dimana pun dan melalui siapa pun). Dalam konteks ini, ormek berperan sebagai "sekolah" yang bisa hadir di luar ruang akademik formal, mengubah setiap anggotanya menjadi "guru" yang saling berbagi pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan. Di tengah kemajuan teknologi, ormek memiliki kesempatan besar untuk memanfaatkan platform digital sebagai sarana untuk mengedukasi dan memberdayakan mahasiswa. Dengan berbagai alat digital seperti webinar, forum diskusi online, hingga pelatihan berbasis aplikasi, ormek dapat menjangkau mahasiswa dari berbagai penjuru, bahkan yang tidak dapat hadir secara fisik di kampus. Hal ini sejalan dengan pepatah Ki Hajar Dewantara, yang menekankan bahwa pendidikan tidak harus terbatas pada dinding kelas. Ormek dapat menjadi wadah belajar tanpa batasan ruang dan waktu, dimana setiap anggota dapat menjadi pengajar sekaligus murid, saling bertukar ilmu dan pengalaman.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang ahli dalam bidang teknologi informasi bisa berbagi pengetahuan melalui sesi daring, sementara yang lain bisa mengajarkan keterampilan sosial atau kepemimpinan yang mereka pelajari melalui pengalaman di organisasi. Dengan cara ini, setiap anggota ormek menjadi 'guru' dalam bidangnya masing-masing, dan ormek itu sendiri menjadi 'sekolah' yang dinamis, tempat belajar yang terus berkembang, mengikuti kebutuhan zaman. Era digital memberikan peluang besar bagi ormek untuk mengubah tantangan menjadi kesempatan. Jika ormek mampu beradaptasi dengan cepat dan memanfaatkan teknologi, mereka tidak hanya akan tetap relevan, tetapi juga akan menjadi lebih inklusif dan inovatif. Sebagaimana pepatah Ki Hajar Dewantara mengingatkan kita, setiap individu memiliki potensi untuk menjadi sumber pengetahuan yang tak terbatas. Dalam dunia yang semakin terhubung ini, ormek berpeluang menjadi "sekolah" yang tak mengenal batas, sekolah yang dapat terus bertransformasi, memberi dampak positif, dan mendidik generasi muda untuk siap menghadapi dunia yang terus berubah.
ADVERTISEMENT
Ramanda Bima Prayuda
Mahasiswa S1 Ilmu Politik, Universitas Negeri Semarang