Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Polemik Peraturan Pemerintah Terkait Penyediaan Alat Kontrasepsi Bagi Remaja
14 Agustus 2024 11:22 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Ramayana Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Alat kontrasepsi merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Penggunaan alat kontrasepsi sebenarnya sudah sejak lama, tetapi sebelumnya tidak ada dasar tertulis yang mengaturnya. Namun, baru-baru ini Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Salah satu poin penting dalam Peraturan Pemerintah tersebut menuai kontroversi dari berbagai kalangan karena menekankan terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi Remaja.
ADVERTISEMENT
Dalam pasal 103 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 menjelaskan terkait upaya menjaga kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja dapat melalui komunikasi, informasi, edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. Terkait pelayanan kesehatan reproduksi diatur lebih lanjut dalam pasal 103 ayat (4) yang menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi meliputi skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi. Poin terakhir dalam pasal tersebut berhasil naik ke permukaan menjadi topik yang masih diperdebatkan sampai saat ini.
Dianggap Menormalisasikan Seks Bebas
Peraturan tersebut seakan sebagai lampu hijau bagi anak usia sekolah dan remaja untuk melakukan hubungan seksual di usia dini. Tentunya masyarakat akan beranggapan bahwa pemerintah mendukung pergaulan bebas yang marak terjadi pada remaja. Apalagi di zaman sekarang kasus hubungan seksual di usia sekolah meningkat. Tahun 2023, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendata ada sebanyak 60% remaja usia 16-17 tahun melakukan hubungan seksual, dan dari remaja usia 14-15 tahun ada sebanyak 20 %.
ADVERTISEMENT
Adanya peraturan baru tersebut seakan bertentangan dengan moral leluhur Indonesia. Dimana Indonesia yang seharusnya jauh dari budaya-budaya eropa seperti pergaulan bebas, sekarang malah dihadapkan dengan sebuah peraturan yang seakan menormalisasikan anak usia sekolah dalam melakukan hubungan seksual. Hubungan seksual di usia sekolah tentunya tidak hanya merusak moral tetapi juga pendidikan dari anak tersebut. Banyak kasus-kasus remaja yang putus sekolah karena terjerumus seks bebas. Remaja yang seharusnya fokus menimbah ilmu, tidak seharusnya diperbolehkan untuk melakukan tindakan-tindakan melenceng.
Dapat juga ditinjau dari Pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana setiap tindakan haruslah sesuai dengan norma-norma agama. Banyak kekhawatiran dengan diterbitkannya aturan tersebut akan bertentangan dengan nilai-nilai agama yang sangat dijunjung oleh masyarakat Indonesia. Bisa saja remaja menganggap hubungan seksual adalah hal lumrah yang bahkan didukung oleh negara.
ADVERTISEMENT
Hanya Untuk Remaja Yang Sudah Menikah
Dalam regulasi tersebut memang tidak dijelaskan lebih lanjut terkait bagaimana mekanisme penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja. Namun, Dr. Siti Nadia Tarmizi selaku Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia akhirnya buka suara. Beliau menjelaskan bahwa penyediaan alat kontrasepsi tidak diberikan kepada seluruh remaja, tetapi hanya bagi remaja yang sudah menikah.
Dr. Mohammad Syahril Sp.P, MPH selaku juru bicara Kementerian Kesehatan juga turut menjelaskan bahwa penyediaan alat kontrasespsi ditujukan untuk menunda kehamilan bagi remaja yang sudah menikah tetapi belum siap dari segi ekonomi dan kesehatan. Pernikahan dini memang beresiko pada kehamilan yang tidak sehat karena tergolong dalam usia yang belum matang untuk hamil. Apalagi jika dipaksakan, anak yang dilahirkan akan berisiko tinggi mengalami stunting.
ADVERTISEMENT
Sebaiknya Pemerintah Kembali Meninjau Peraturan Tersebut
Pemerintah harus kembali meninjau peraturan tersebut mengingat akan banyaknya konsekuensi yang bisa timbul di kemudian hari. Potensi penyalahgunaan terhadap penyediaan alat kontrasepsi tersebut cukup besar. Maraknya seks bebas yang terjadi pada saat sekarang ini menyebabkan setiap orang akan menghalalkan berbagai cara untuk memenuhi hasratnya. Belum lagi bagi masyarakat yang tidak terlalu paham dalam memaknai peraturan, bisa saja menyalahartikan tujuan peraturan tersebut.
Jikalau memang hanya ditujukan bagi remaja yang sudah menikah, tentu hal tersebut akan memicu semakin tingginya pernikahan dini. Peraturan tersebut tetap akan menimbulkan berbagai polemik karena seakan menormalisasikan pernikahan di usia sekolah atau remaja. Hal tersebut jelas bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang mengatur batas minimal menikah ialah 19 Tahun bagi pria maupun wanita. Sedangkan remaja ialah seseorang yang berusia 10-18 tahun, sehingga berdasarkan undang-undang tersebut belum cukup umur untuk menikah.
ADVERTISEMENT
Apalagi mencegah kehamilan bagi seseorang yang sudah menikah tentu sangat sulit. Peluang untuk hamil akan tetap ada walaupun sudah dicegah melalui penggunaan alat kontrasepsi. Lagipula, sebelumnya solusi untuk menunda kehamilan sudah difasilitasi oleh tenaga kesehatan tanpa harus diatur secara jelas dalam undang-undang.
Sebaiknya daripada penyediaan alat kontrasepsi, pemerintah bisa lebih menekankan pada pemberian edukasi seks dan kesehatan reproduksi bagi remaja. Bisa dimulai dengan memperbarui kurikulum di sekolah dengan menambahkan muatan terkait edukasi seks dan kesehatan reproduksi. Selain itu, pemerintah juga harus meminimalisir pernikahan dini karena pemicu utama terjadinya hubungan seksual di usia yang masih tergolong belum matang. Aturan terkait batas perkawinan harus lebih dipertegas dan diterapkan supaya remaja bisa lebih fokus dalam dunia pendidikan.
ADVERTISEMENT