Konten dari Pengguna

Fitofarmaka: Peluang Besar di Tengah Tantangan Standardisasi Obat Bahan Alam

Rame
Rame adalah Pembina Industri di BBSPJPPI Kemenperin, lulusan Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro, auditor halal LPH BBSPJPPI Semarang, pelatih penulisan artikel ilmiah, serta ahli dalam teknologi IPAL dan pencegahan pencemaran industri.
22 Mei 2023 7:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
25
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rame tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi laboratorium dengan peneliti yang sedang melakukan penelitian tentang fitofarmaka. (Credit : Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi laboratorium dengan peneliti yang sedang melakukan penelitian tentang fitofarmaka. (Credit : Pixabay)
ADVERTISEMENT
Dengan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan fitofarmaka—obat nabati. Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2022, telah diproduksi 24 jenis obat fitofarmaka di Indonesia, antara lain obat imunomodulator, obat maag dan antidiabetes (kemkes go.id, 2022). Namun, potensi ini tidak datang tanpa tantangan.
ADVERTISEMENT
Indonesia perlu melewati berbagai kendala untuk mencapai kemandirian industri farmasi melalui pengembangan fitofarmaka. Salah satu tantangan utamanya adalah memastikan konsistensi kandungan senyawa aktif dalam bahan baku alami. Senyawa aktif ini adalah kunci efektivitas obat. Konsistensi mereka penting dalam menghasilkan obat yang berkualitas (pom.go.id, 2022).
Selain itu, penelitian ilmiah yang mendukung fitofarmaka juga sangat diperlukan. Sejak tahun 2007, pemerintah telah membuat kebijakan nasional untuk mengembangkan pensucian jamu. Inisiatif ini bertujuan untuk lebih memanfaatkan obat herbal berdasarkan penelitian ilmiah (ugm.ac.id, 2023). Namun, penelitian ini harus ditingkatkan dan melibatkan uji klinis lebih lanjut untuk mengenali fitofarmaka sebagai obat yang efektif dan aman (liputan6.com, 2022).
Ilustrasi tanaman herbal. Foto: Shutterstock
Pengembangan fitofarmaka juga dapat mengatasi pencemaran lingkungan yang dihasilkan oleh obat-obatan kimia. Pencemaran air di Teluk Jakarta misalnya disebabkan oleh parasetamol, obat kimia yang banyak digunakan (mediaindonesia.com, 2022). Meski fitofarmaka menawarkan solusi yang lebih ramah lingkungan, namun harus mampu bersaing dengan industri obat kimia yang sudah mapan.
ADVERTISEMENT
Indonesia juga harus memanfaatkan peluang industri jamu di pasar internasional. Pertumbuhan pasar jamu global cukup pesat. Ini bisa menjadi peluang besar bagi industri farmasi nasional (kemenperin.go.id, 2022). Namun untuk bersaing di pasar global, kualitas produk dan standar bahan baku harus ditingkatkan (unair.ac.id, 2023).
Salah satu solusi untuk mengatasi tantangan tersebut adalah dengan menerapkan bioteknologi dalam pengembangan obat herbal. Seperti yang disampaikan Prof. Elfahmi dalam orasi ilmiahnya, bioteknologi dapat membantu mengatasi tantangan khasiat obat herbal yang belum terbukti secara ilmiah dan berproduksi lebih efektif dan aman (itb.ac.id, 2023). Namun dukungan dana untuk penelitian dan pengembangan fitofarmaka masih menjadi kendala utama (jawapos.com, 2022).
Ilustrasi mengolah tanaman herbal. Foto: Shutterstock
Secara keseluruhan, fitofarmaka menawarkan potensi besar untuk memajukan industri farmasi Indonesia dan mencapai kemandirian di bidang ini. Namun demikian, perhatian dan dukungan yang lebih besar dari berbagai pihak diperlukan untuk mencapai potensi tersebut.
ADVERTISEMENT
Pemerintah, misalnya, perlu lebih aktif menggalakkan penelitian dan pengembangan fitofarmaka. Kebijakan nasional dalam RPJMN 2020-2024 telah menetapkan arah yang baik dengan menjabarkan pengembangan industri farmasi, alat kesehatan dan fitofarmaka (politicianshealthindonesia.net, 2022). Namun, dukungan ini harus diterjemahkan ke dalam pendanaan penelitian yang memadai dan akses ke teknologi terbaru.
Industri farmasi sendiri juga harus bertindak proaktif. Mereka harus berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan serta memastikan kualitas dan konsistensi produk. Mereka juga harus berkomitmen untuk beroperasi dengan integritas, menghindari praktik seperti pemalsuan produk yang dapat merusak reputasi dan kepercayaan konsumen.
Dalam hal ini, peran masyarakat tidak kalah pentingnya. Masyarakat harus lebih mengetahui obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Pengetahuan ini akan membantu masyarakat memilih produk yang aman dan efektif serta mendukung industri farmasi nasional.
ADVERTISEMENT
Terakhir, menghadapi tantangan ini, kita harus ingat bahwa fitofarmaka bukan hanya tentang obat-obatan. Ini tentang penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan, pengembangan ilmu pengetahuan dan kemandirian industri. Dengan kerja sama dan komitmen semua pihak, saya yakin kita bisa mengatasi tantangan ini dan mengoptimalkan potensi fitofarmaka untuk Indonesia.
Namun, kesadaran dan komitmen bersama dari seluruh elemen bangsa akan menjadi kunci kemandirian industri farmasi melalui pengembangan fitofarmaka. Mari kita wujudkan Indonesia mandiri dalam industri farmasi dengan terus berinovasi dan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam yang ada.