Konten dari Pengguna

Pemanasan Global dan Ambang Batas 1,5 Derajat Celsius

Rame
Rame adalah Pembina Industri di BBSPJPPI Kemenperin, lulusan Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro, auditor halal LPH BBSPJPPI Semarang, pelatih penulisan artikel ilmiah, serta ahli dalam teknologi IPAL dan pencegahan pencemaran industri.
24 Mei 2023 6:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
27
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rame tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perubahan iklim. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perubahan iklim. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Ada krisis mendalam yang sedang terjadi. Ambang batas penting, yang pernah dilihat sebagai simbol negosiasi perubahan iklim, kini terancam. Mengutip laporan terbaru dari World Meteorological Organization (WMO) yang dirilis beberapa hari lalu; suhu global diperkirakan menembus ambang kritis 1,5 derajat Celsius, batas yang belum pernah terlampaui sebelumnya dalam sejarah klimatologi dunia (BBC, 2023; Kompas.id, 2023).
ADVERTISEMENT
Kejadian ini tidak tiba-tiba. Selama beberapa tahun terakhir, persentase kemungkinan kenaikan suhu melebihi 1,5 derajat Celsius telah meningkat secara dramatis. Pada 2015, persentase itu mendekati nol. Namun, angka ini meningkat menjadi 48% pada tahun 2022, dan hari ini kita berada di ambang peristiwa bersejarah tersebut (Kompas.com, 2023).
Kenaikan suhu yang mengkhawatirkan ini tidak hanya dimaksudkan sebagai batasan yang harus kita waspadai. Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa kenaikan suhu melewati ambang 1,5 derajat Celsius berisiko dan dapat menyebabkan kerusakan iklim yang tidak dapat diperbaiki (Sindonews.com, 2023).
Ini termasuk risiko tinggi bencana alam ekstrem, seperti banjir dan kekeringan, meningkatnya tingkat pencairan es di kutub, dan ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistem dunia.
Grafik yang menunjukkan kenaikan suhu global selama dua puluh tahun terakhir. Foto: climate.nasa.gov
Namun, penting untuk mengklarifikasi bahwa pelanggaran ambang batas ini mungkin bersifat sementara, menurut WMO. Meskipun ini bisa menandakan percepatan krisis iklim, bukan berarti kita akan melewati 1,5 derajat Celsius secara permanen. Namun, hal ini harus menjadi alarm bagi kita semua untuk mempercepat upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Perjanjian Paris 2015 mengikat negara-negara untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global jauh di bawah 2 derajat Con level pra-industri, dengan upaya menjaga kenaikan di bawah 1,5 derajat C, kini terlihat semakin sulit dicapai. Kegagalan dunia untuk secara serius memangkas emisi gas rumah kaca membuat target ini semakin sulit dicapai.
Namun, di tengah krisis ini, bukankah seharusnya kita memikirkan apa yang bisa kita lakukan selanjutnya, bukan hanya apa yang telah kita lakukan? 1,5 derajat Celsius adalah satu-satunya jalan yang bisa kita ambil untuk membatasi dampak perubahan iklim yang lebih ekstrem.
Kita masih belum siap menghadapi perubahan dramatis ini—misalnya, kerusakan iklim yang tidak dapat diperbaiki. Komunitas global harus lebih serius dalam mengurangi emisi gas rumah kaca jika ingin menghindari situasi ini.
Dampak pemanasan global berupa pencairan glacier (Credit: Pixabay)
Sangat memprihatinkan bahwa negara-negara di seluruh dunia tidak bergerak cukup cepat untuk mengurangi emisi dan memperlambat pemanasan ini. Meskipun ada konsensus global, seperti yang dituangkan dalam Perjanjian Paris 2015, bahwa kita harus membatasi kenaikan suhu global jauh di bawah 2 derajat Celsius, upaya tersebut tampaknya tidak cukup.
ADVERTISEMENT
Namun, ada baiknya kita tidak menyerah dan merasa putus asa. Kita harus bertindak serius dan cepat daripada menunggu bencana iklim melanda. Harus ada peningkatan dramatis dalam investasi energi terbarukan, efisiensi energi, dan teknologi rendah karbon. Perusahaan dan pemerintah harus berkolaborasi untuk memastikan transisi menuju ekonomi rendah karbon.
Dari perspektif yang lebih luas, wacana pemanasan global dan perubahan iklim harus menjadi bagian integral dari dialog politik dan sosial. Kita harus membicarakan ini dalam konteks pemilu, dalam konteks pembangunan ekonomi, dan dalam konteks kesejahteraan masyarakat.
Ini mungkin tidak mudah, dan mungkin memerlukan perubahan besar pada cara kita mengoperasikan perekonomian dan kehidupan kita sehari-hari. Tapi ini adalah tantangan yang harus kita hadapi. Kita tidak bisa lagi menunda atau mengingkari kenyataan di depan mata kita: pemanasan global adalah krisis yang harus disikapi sekarang, bukan nanti.
ADVERTISEMENT
Sebagai penutup opini ini, ingatlah, Planet B bukanlah milik kita. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan merawat planet kita. Ambang batas 1,5 derajat Celsius bukanlah tujuan yang mustahil jika kita semua berkomitmen untuk bertindak. Mari lakukan bagian kita dan lindungi rumah kita sebelum terlambat.