Konten dari Pengguna
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko: Harapan Baru untuk Dunia Industri Indonesia
2 Agustus 2025 16:12 WIB
·
waktu baca 6 menit
Kiriman Pengguna
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko: Harapan Baru untuk Dunia Industri Indonesia
PP 28 Tahun 2025 menyederhanakan perizinan usaha industri berbasis risiko. Namun, implementasi teknis dan tumpang tindih regulasi masih jadi tantangan nyata di lapangan. #userstoryRame
Tulisan dari Rame tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sejak bergulirnya Omnibus Law, dunia usaha industri di Indonesia memasuki babak baru: regulasi yang lebih ringkas, perizinan yang dipangkas, dan digitalisasi proses perizinan. Namun, perubahan itu belum cukup. Maka, lahirlah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR) — sebuah penyempurnaan strategis untuk menjawab tantangan industrialisasi modern.
ADVERTISEMENT
Mengapa ini penting? Karena industri nasional tengah berjuang dalam bayang-bayang ketidakpastian global, gejolak harga bahan baku, dan persaingan dengan produk impor. Dalam konteks ini, simplifikasi dan kepastian hukum menjadi napas hidup sektor industri, terutama bagi UMKM industri yang selama ini terseok-seok mengurus legalitas.
Apa yang Baru?
PP 28 Tahun 2025 memberikan kepastian melalui pendekatan risk-based licensing, di mana semakin rendah risiko suatu usaha, semakin sederhana izin yang dibutuhkan. Untuk industri manufaktur skala kecil, misalnya, cukup dengan Nomor Induk Berusaha (NIB) dan pernyataan mandiri di sistem Online Single Submission (OSS), tanpa perlu lagi izin teknis yang berlapis-lapis.
Peraturan ini juga mengintegrasikan berbagai aspek penting, seperti:
• Kesesuaian ruang (KKPR),
• Persetujuan lingkungan (SPPL, UKL-UPL, Pertek, dan Amdal),
ADVERTISEMENT
• Standar bangunan (PBG dan SLF), dan
• Sertifikasi standar produk
PP 28 Tahun 2025 mengelompokkan perizinan berusaha menjadi tiga pilar utama yang saling terintegrasi, yaitu Persyaratan Dasar, Perizinan Berusaha (PB), dan Perizinan Berusaha untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB UMKU). Persyaratan Dasar mencakup tiga aspek penting: Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Persetujuan Lingkungan (PL), serta Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Setelah persyaratan dasar terpenuhi, pelaku usaha akan mendapatkan PB sebagai legalitas utama untuk memulai dan menjalankan usaha.
Sementara itu, jika jenis kegiatan usahanya membutuhkan dukungan tambahan seperti sertifikasi produk atau izin operasional tertentu, maka diwajibkan pula memiliki PB UMKU. Penyederhanaan ini dimaksudkan untuk menciptakan proses perizinan yang lebih efektif, sederhana, dan proporsional terhadap risiko usaha.
Reformasi Perizinan Usaha Industri
Saat dunia usaha Indonesia memasuki era baru dengan diberlakukannya PP 28 Tahun 2025, muncul harapan segar bagi para pelaku industri—khususnya pelaku kecil dan menengah—untuk dapat tumbuh tanpa beban regulasi yang membelit. Namun, seberapa jauh reformasi ini menjawab tantangan global dan apakah kita telah sejajar dengan negara lain di Asia dan dunia?
ADVERTISEMENT
Menjadi Lebih Progresif
PP 28 Tahun 2025 menyederhanakan perizinan usaha dengan pendekatan berbasis risiko. Usaha dengan risiko rendah cukup memiliki NIB dan pernyataan mandiri, sedangkan usaha berisiko tinggi tetap memerlukan perizinan teknis dan lingkungan yang ketat. Sistem OSS menjadi tulang punggung, mengintegrasikan berbagai izin dari pusat dan daerah dalam satu platform elektronik.
Langkah ini patut diapresiasi. Dalam dunia industri yang bergerak cepat, waktu adalah biaya. Dan PBBR berupaya memangkas waktu dan birokrasi.
Belajar dari Negara Tetangga
Mari kita menengok ke Malaysia, Vietnam, Taiwan, hingga negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, yang telah lebih dahulu menjalankan sistem perizinan efisien untuk menarik investasi industri.
Malaysia, melalui SSM dan MITI, memiliki prosedur yang cukup sederhana, namun tetap terfragmentasi antara pusat dan lokal. Sistem online seperti MBOS telah diterapkan, meskipun belum terintegrasi sepenuhnya seperti OSS Indonesia.
ADVERTISEMENT
Vietnam justru mengejutkan. Dalam satu dekade terakhir, reformasi administrasi melalui portal bisnis nasional membuat pendaftaran usaha hanya butuh waktu 3–10 hari. Perizinan investasi pun dipangkas, menjadikan Vietnam primadona investor baru di Asia Tenggara.
Taiwan menjadi contoh ideal: sistem One-Stop Service memungkinkan pelaku industri mendapatkan semua perizinan teknis dan lokasi secara daring, cepat, dan nyaris tanpa tatap muka. Perizinan pabrik, lingkungan, hingga pajak, seluruhnya dapat diakses dan diurus dari satu platform nasional.
Uni Eropa dan AS, meski terdesentralisasi, tetap mengedepankan transparansi dan efisiensi berbasis digital. Di beberapa negara bagian AS dan negara seperti Estonia atau Finlandia, pelaku usaha bahkan tak perlu sama sekali datang ke kantor pemerintahan.
Dampak untuk Dunia Industri
Pertama, pabrik tak lagi terhambat izin lokasi. Kini sistem OSS bisa langsung memvalidasi lokasi usaha melalui RDTR yang sudah terintegrasi. Bagi pelaku industri di kawasan industri atau KEK, bahkan KKPR bisa otomatis diterbitkan tanpa proses panjang.
ADVERTISEMENT
Kedua, legalitas dan izin teknis menjadi efisien. Dengan satu pintu elektronik, pelaku industri tak perlu keliling dinas hanya untuk mengurus satu dokumen.
Ketiga, kepastian dan waktu tunggu. Pelaku industri kini tahu bahwa permohonan izin akan diproses dalam jangka waktu tertentu, dengan mekanisme evaluasi dan penolakan yang transparan.
Tantangan Nyata Indonesia
Meskipun peraturannya sudah progresif, implementasinya tak selalu sejalan. Konsep PBBR sudah sejalan dengan praktik terbaik internasional, tetapi implementasinya masih menghadapi tantangan krusial
Pertama, belum semua daerah memiliki RDTR digital, sehingga OSS tidak dapat langsung memverifikasi lokasi usaha. Kedua, kapasitas SDM dan koordinasi antarlembaga—terutama di daerah—masih jauh dari ideal. Kemudian, transparansi biaya dan waktu proses belum sepenuhnya konsisten, terutama dalam perizinan lingkungan dan bangunan gedung. Terakhir, kompleksitas proyek industri besar seperti pabrik atau kawasan industri, seringkali tetap membutuhkan lobi atau intervensi informal karena rigiditas sistem.
ADVERTISEMENT
Belum semua petugas OSS daerah paham detail sektor industri. Bahkan, koneksi antarsistem kementerian terkadang masih terputus. Oleh karena itu, tanggung jawab tidak hanya di tangan pemerintah pusat, tapi juga pemerintah daerah, pelaku industri, asosiasi, hingga konsultan perizinan.
Sebelumnya, meskipun sistem perizinan berusaha di Indonesia saat ini telah terintegrasi melalui OSS, kenyataannya pemenuhan perizinan teknis masih sering menjadi hambatan serius bagi pelaku industri.
Banyak kementerian dan lembaga teknis masih mempertahankan izin sektoral masing-masing, dengan prosedur yang beragam dan tidak selalu sinkron dengan prinsip simplifikasi. Beberapa izin bahkan mensyaratkan surveilans berkala setiap 3 bulan, 1 tahun, atau jangka waktu tertentu, yang tidak hanya menyita waktu, tetapi juga menambah beban administratif dan biaya operasional industri.
ADVERTISEMENT
Ditambah lagi, seringnya perubahan regulasi dari pemerintah pusat atau daerah, baik berupa revisi peraturan menteri maupun pembaruan sistem, justru membingungkan pelaku industri yang sudah berusaha patuh. Hal ini menandakan bahwa integrasi sistem perlu diikuti dengan harmonisasi substansi dan simplifikasi prosedur di tingkat teknis.
Waktu untuk Bergerak Cepat
Kunci utama agar Indonesia tidak tertinggal adalah implementasi serius, digitalisasi total, dan penguatan kapasitas daerah. Tak cukup dengan regulasi di atas kertas, reformasi harus menyentuh realitas lapangan: pengusaha tak lagi dibuat bingung, pejabat daerah tak lagi menghambat, dan sistem OSS benar-benar menjadi "one-stop solution" tanpa celah birokrasi.
Jika Vietnam bisa menarik investasi industri hingga ratusan triliun dengan menyederhanakan izin dalam satu minggu, mengapa kita tidak?
PP 28 Tahun 2025 adalah peluang. Tapi peluang hanya akan menjadi kemajuan jika dilaksanakan dengan serius dan kolaboratif. Indonesia punya potensi industri yang besar, dan dengan perizinan yang lebih cerdas, cepat, dan berbasis risiko, saatnya dunia industri melesat tanpa beban administratif yang memberatkan.
ADVERTISEMENT
PP 28 Tahun 2025 adalah fondasi yang kuat. Tapi seperti membangun industri, pondasi tidak cukup. Kita perlu membangunnya hingga ke atap: membentuk ekosistem yang ramah investasi, cepat tanggap, dan sejalan dengan kebutuhan zaman.
Reformasi tak boleh berhenti di peraturan—ia harus menjadi kebiasaan birokrasi yang melayani, bukan menghalangi.

