Bertahan Hidup dengan Imajinasi

Ryas Ramzi
Sering menepi di sudut kota untuk memproduksi ide yang akan dibagikan dalam bentuk tulisan.
Konten dari Pengguna
17 Oktober 2021 21:09 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ryas Ramzi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://pixabay.com/illustrations/mental-health-psychology-thought-6645643/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://pixabay.com/illustrations/mental-health-psychology-thought-6645643/
ADVERTISEMENT
Tidak seperti tata surya yang digerakkan oleh hukum sederhana dan dapat berjalan dengan simetris serta harmoni yang membentuk keindahan yang luar biasa. Kehidupan manusia di bumi berjalan dengan cepat tanpa pakem yang statis sehingga memunculkan pertanyaan semisal; “Kok, bisa ya X ditinggalkan oleh Y?”, “Ini kemarin lahan kosong, sekarang sudah menjadi gedung. Kok bisa cepat banget, ya?”, “Aku bisa tidak ya kerja di sana seperti orang-orang?”, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Dengan kondisi yang dinamis dan cepat, kita mencari cara agar bisa memanifestasikan harapan, semangat, dan doa dengan cara apa pun. Atas nama bertahan hidup, ada orang yang menjual tembaga dari gorong-gorong yang penuh lumpur dan gas beracun. Ada orang yang menggadaikan iman untuk satu kardus mie instan. Ada orang yang menjadi “Kupu-kupu malam” untuk sesuap nasi. Ada seorang ayah yang berkorban mencuri laptop tetangga agar anaknya dapat mengikuti kelas daring.
Tidak selamanya hidup kita berjalan linier dan mulus. Pahit-manis, baik-buruk, benar-salah pasti akan kita alami. Kemudian, bagaimana jika kita tidak mampu menerima kenyataan hidup yang brengsek?
Kita mungkin memiliki cara sendiri yang tidak bisa dipukul rata. Atas nama bertahan hidup dan menjaga kewarasan, aku memilih bersembunyi sebentar di ruang imajinasi.
ADVERTISEMENT
Aku kurang sepakat dengan pendapat bahwa imajinasi adalah sebuah bentuk pelarian dari kenyataan hidup. Disebut pelarian kalau kamu kabur dari permasalahan dan tidak kembali. Berbeda dengan bersembunyi untuk bertahan hidup atau menjaga kewarasan dari kebrengsekan dunia. Kamu memasuki ruang imajinasi untuk mencari akar permasalahan. Jika sudah menemukan problem solving, kamu pasti kembali ke dunia nyata untuk menyelesaikan permasalahan itu.
Imajinasi adalah ruang untuk memproduksi ide-ide liar yang tidak bisa diintervensi manusia lain, titik jeda dari kebrengsekan hidup juga harapan untuk terus bertahan hingga kini.
Di ruang imajinasi, aku bisa mengilustrasikan diri sebagai arsitektur, fisikawan, ulama, dokter, dosen, dan atlet. Aku bisa mendesiminasikan ide-ide liarku ke dalam dunia imajinasi yang tidak bisa dilakukan di luar sana karena alasan norma-norma langit. Aku bisa menciptakan Bulan dan Matahari dengan satu tangan. Aku bisa membangun negara dan sistem sesukaku. Aku bisa menciptakan apa pun di sana dan kamu tidak bisa mengintervensi imajinasiku. Akan tetapi, itu semua adalah bentuk imajinasi yang terlalu dalam.
ADVERTISEMENT
Setuju atau tidak, imajinasi telah berkontribusi pada pengetahuan dan penemuan yang ada. Einstein berkata “Imajinasi lebih penting dari pengetahuan”. Socrates dihukum mati karena dituduh menciptakan dewa-dewa baru dan merusak moral pemuda Athena. Galileo dihukum seumur hidup karena konsep heliosentrisme. Hugo dengan temuan VR (Virtual Reality). Komatsuzaki dengan e-learning. Segelintir contoh itu pada awalnya dianggap mustahil dan menabrak normatifitas yang ada. Akan tetapi, sekarang imajinasi liar mereka terbukti.
Menurut pandangan Kant tentang imajinasi reproduktif bahwa manusia kerap memikirkan kembali imaji yang sudah ada atau pernah dialaminya. Berbagai imaji dalam diri seseorang yang bersangkutan dengan suatu peristiwa tertentu dihadirkan sebagaimana yang pernah dialami. Akhirnya, peristiwa itu dapat sungguh-sungguh hadir dan seolah dialami kembali pada saat yang lain. Newton ketika duduk di bawah pohon dan melihat apel jatuh. Dia mereproduksi imajinya sehingga melahirkan teori gravitasi.
ADVERTISEMENT
Pada masa revolusi agrikultur, orang-orang mengimajinasikan menetap dan meninggalkan budaya nomaden. Tidak perlu membawa anak dan berburu dari satu tempat ke tempat lain. Akhirnya, mereka bertani dan berkebun sehingga surplus makanan cukup untuk menghidupi mereka. Ya, semua itu karena imajinasi.
Mengapa kita menciptakan imajinasi? Menurut Harari dalam Sapiens, dengan kekuatan imajinasi kolektif, orang asing dengan jumlah yang besar bisa bekerja sama. Dua warga Indonesia yang tidak saling mengenal bisa menyatukan ratusan, ribuan, dan jutaan warga atas nama patriotisme dan nasionalisme.
Akhirnya, imajinasi menjadi ruang untuk menciptakan inovasi dan titik jeda bagi orang-orang yang patah hati terhadap kehidupan dunia dan tidak berniat bunuh diri. Imajinasi adalah rumah bagi orang-orang yang termarjinalkan karena pikiran yang liar atau karena alasan apa pun.
ADVERTISEMENT
Atas nama bertahan hidup, aku memilih imajinasi sebagai ruang sempurna untuk beristirahat sejenak dari kebrengsekan dunia tanpa merusak. Paling tidak dapat membuat detak jantungnya berdegup dan bergumam dalam hati “Kamu gila, ya?”.