Bulan Pancasila: Antara BPIP, Radikalisme, dan Disintegrasi

Randy Davrian Imansyah
Junior Media Analyst -- Political Science Bachelors Degree at UPN Veteran Jakarta
Konten dari Pengguna
1 Juni 2021 13:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Randy Davrian Imansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pancasila ditengah keberagaman. Photo by Mufid Majnun "https://images.unsplash.com/photo-1619918456628-e9180a6d7916?ixid=MnwxMjA3fDB8MHxwaG90by1wYWdlfHx8fGVufDB8fHx8&ixlib=rb-1.2.1&auto=format&fit=crop&w=750&q=80"
zoom-in-whitePerbesar
Pancasila ditengah keberagaman. Photo by Mufid Majnun "https://images.unsplash.com/photo-1619918456628-e9180a6d7916?ixid=MnwxMjA3fDB8MHxwaG90by1wYWdlfHx8fGVufDB8fHx8&ixlib=rb-1.2.1&auto=format&fit=crop&w=750&q=80"
ADVERTISEMENT
Bulan Juni merupakan bulan kita memperingati lahirnya Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, dasar negara Indonesia, sumber hukum Indonesia, pandangan dan falsafah hidup bangsa Indonesia, serta cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Harus kita sadari bahwa Indonesia kini menghadapi permasalahan di tengah perkembangan zaman yang erat keterkaitannya dengan masalah ideologi bangsa Indonesia seperti masalah isu radikalisme dan masalah isu disintegrasi.
Lembaga survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei nasional suara anak muda tentang isu-isu sosial politik bangsa yang dilakukan pada 4-10 Maret 2021 bahwa sebesar 36,5% responden menilai persoalan radikalisme di Indonesia mendesak dan 12,9% responden menilai sangat mendesak. Persoalan radikalisme di Indonesia apabila persentase tersebut digabungkan maka akan menghasilkan persentase sebesar 49,9% responden yang menilai persoalan radikalisme di Indonesi bermasalah, persentase tersebut hampir mendekati 50%.
Apabila dibandingkan survei nasional oleh Indikator Politik Indonesia pada Januari 2020 yang menyatakan 36,5% responden menilai persoalan radikalisme di Indonesia mendesak dan 18% responden menilai persoalan radikalisme di Indonesia sangat mendesak. Apabila digabungkan maka 58,3% responden menilai persoalan radikalisme di Indonesia bermasalah dan melewati 50%.
ADVERTISEMENT
Penurunan persentase dari survei nasional Januari 2020 dan Survei anak muda Maret 2021 yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia tidak dapat diklaim sebagai prestasi dalam mengakarkan Pancasila.
Selain radikalisme, kita harus melihat permasalahan disintegrasi yang juga menjadi permasalahan bagi Indonesia dan erat kaitannya dengan pengakaran Pancasila. Sila ketiga pada Pancasila menekankan tentang persatuan Indonesia. Adanya disintegrasi menjadi permasalahan pengakaran nilai-nilai Pancasila karena terdapat pihak yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia khususnya di tanah Papua.
Presiden Joko Widodo membentuk Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP. BPIP diharapkan dapat mengatasi permasalahan dalam pengakaran ideologi Pancasila. Namun, selama berjalannya tugas BPIP belum dapat mengatasi dua permasalahan yang telah dibahas sebelumnya yaitu radikalisme dan disintegrasi. Peran BPIP belum dapat terasa sehingga belum berdampak.
ADVERTISEMENT
Kita perlu untuk mengingat kembali permasalahan RUU Haluan Ideologi Pancasila atau RUU HIP yang diusulkan oleh DPR melalui PDI-P di Badan legislasi. RUU tersebut mengundang kontroversi karena sangat aneh apabila Pancasila sebagai sumber hukum dijadikan Undang-Undang. Namun, pada akhirnya RUU HIP digantikan dengan RUU BPIP.
RUU BPIP tersebut menjadikan BPIP yang kini diarahkan oleh seorang mantan Presiden Indonesia, ketua dewan pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), sekaligus Ketua umum PDI-P yaitu Megawati Soekarnoputri yang kini menjabat sebagai ketua dewan pengarah BPIP memiliki dasar hukum melalui Undang-Undang.
Sebagai masyarakat, kita perlu menilai keberadaan dan efektivitas BPIP. karena sebenarnya terdapat dualisme kelembagaan yang menangani tentang ideologi Pancasila yang menjadikan tumpang tindih dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) yang dibawahi Kemendagri.
ADVERTISEMENT
Apakah perlu untuk menyederhanakan kelembagaan negara dengan penghapusan lembaga karena BPIP dirasa tidak berpengaruh seperti yang dilakukan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu?