Menuju 2 Tahun Masyarakat Dihantui Dwi Fungsi TNI-Polri Penjabat Kepala Daerah

Randy Davrian Imansyah
Junior Media Analyst -- Political Science Bachelors Degree at UPN Veteran Jakarta
Konten dari Pengguna
17 Oktober 2021 16:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Randy Davrian Imansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mobilisasi TNI-Polri oleh Penjabat Kepala Daerah TNI-Polri. Photo by ev on Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mobilisasi TNI-Polri oleh Penjabat Kepala Daerah TNI-Polri. Photo by ev on Unsplash
ADVERTISEMENT
Pilkada akan dilaksanakan pada tahun 2024. Hal ini mengakibatkan kekosongan jabatan terhadap masa jabatan kepala daerah yang habis pada tahun 2022 dan 2023. Untuk mengisi kekosongan tersebut, pemerintah menunjuk penjabat kepala daerah. Salah satu kemungkinannya yaitu adanya dwi fungsi TNI–Polri dengan ditunjuknya perwira polisi dan TNI sebagai Penjabat Kepala Daerah.
ADVERTISEMENT
Di luar permasalahan regulasi, perdebatan pengisian posisi penjabat Kepala Daerah oleh perwira TNI–Polri seharusnya tidak hanya kepada penjabat kepala daerah oleh perwira TNI–Polri dapat menjaga netralitas, namun bagaimana penjabat kepala daerah oleh TNI-Polri menjalankan roda pemerintah daerah.
Karena penjabat Kepala Daerah tidak akan bekerja untuk jabatan tiga sampai enam bulan, namun satu tahun hingga dua tahun bahkan lebih jika terdapat sengketa Pilkada yang memakan waktu lama. Permasalahan netralitas dapat terjadi bukan hanya dari penjabat kepala daerah unsur TNI-Kepolisian, namun juga ASN sipil. Sebab penjabat Kepala daerah ditunjuk oleh pemerintah pusat.
Dalam menjalankan pemerintahan daerah dikenal dengan adanya Forum Koordinasi Pimpinan Daerah atau Forkopimda yang berisi Kepada Daerah sebagai ketua Forkopimda, dan anggota Forkopimda terdiri dari pimpinan satuan teritorial TNI, Pimpinan Kepolisian daerah, Pimpinan Kejaksaan daerah, serta pimpinan DPRD.
ADVERTISEMENT
Posisi kepala daerah diisi oleh sipil. Terdapat pihak yang meragukan kepada daerah dari golongan sipil untuk mengatur stabilitas keamanan. Namun, Kepala daerah sebagai Ketua Forkopimda pastinya memiliki kekuasaan yang besar untuk mengatur Forkopimda baik birokrasi hingga keamanan. Artinya, sipil juga memiliki kemampuan untuk mengatur keamanan, apalagi di tubuh pemerintah daerah terdapat Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP.
Perlu diakui bahwa TNI-Kepolisian tidak akrab dengan sistem demokrasi, namun TNI-Kepolisian akrab dengan sistem komando dan akrab dengan senjata. Hal ini bertentangan dengan lingkungan sipil. Dengan budaya yang dimiliki TNI-Kepolisian bukan tidak mungkin budaya demokrasi yang dianut oleh golongan sipil akan bergeser ke arah komando yang berujung ke represif sehingga menimbulkan permasalah demokrasi seperti pembungkaman terhadap masyarakat.
ADVERTISEMENT
Adanya penjabat kepala daerah dari unsur kepolisian dan TNI dapat menimbulkan masalah overpower di tubuh Forkopimda terutama dalam aspek keamanan. Dengan situasi akhir-akhir ini, TNI dan Kepolisian menunjukkan sikap represif terhadap masyarakat dengan golongan TNI-Kepolisian memiliki kekuasaan yang overpower di tubuh Forkopimda bukan tidak mungkin akan menimbulkan sikap represif yang lebih besar.
Bukan tidak mungkin dengan budaya TNI-Kepolisian yang menempati posisi penjabat Kepala daerah dapat memobilisasi Satpol PP menjadi lebih represif.
Dengan kekuatan penjabat kepala daerah oleh golongan TNI-Kepolisian, bukan hal yang sulit memobilisasi satuan kepolisian dan TNI yang dapat berindikasi terhadap represifitas dan pembungkaman sipil.
Bukan tidak mungkin insiden di Tangerang yang disebabkan sikap represif oleh kepolisian hingga penggusuran paksa di berbagai wilayah dapat terjadi kembali mungkin lebih sering dengan adanya overpower di tubuh Forkopimda yang diketuai oleh penjabat Kepala Daerah dari unsur TNI-Kepolisian yang lebih mudah memobilisasi kekuatan TNI-Kepolisian dengan alasan untuk stabilitas.
ADVERTISEMENT
Dengan masa jabatan penjabat kepala daerah selama satu hingga dua tahun lebih maka penjabat kepala daerah akan disibukkan dengan masalah birokrasi dan hubungannya dengan DPRD. Pada umumnya, golongan ASN sipil lebih akrab dengan masalah birokrasi dan hubungan dengan DPRD dibanding golongan TNI-Kepolisian.