Konten dari Pengguna

Hadapi 1,7 Ton Sampah Organik, Warga Karawang Andalkan Maggot

RANDY TAFAHN
Student of University of Singaperbangsa Karawang - Undergraduation of Chemical Engineering
7 September 2025 1:10 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Hadapi 1,7 Ton Sampah Organik, Warga Karawang Andalkan Maggot
Pelatihan budidaya maggot di Telukjambe, Karawang, jadi solusi sampah organik sekaligus peluang ekonomi bagi warga.
RANDY TAFAHN
Tulisan dari RANDY TAFAHN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tumpukan sampah di TPS 3R Bintang Alam, Karawang. Setiap bulan, lebih dari 1,7 ton sampah organik masuk dari 411 kepala keluarga. | Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Tumpukan sampah di TPS 3R Bintang Alam, Karawang. Setiap bulan, lebih dari 1,7 ton sampah organik masuk dari 411 kepala keluarga. | Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
KARAWANG - Setiap bulannya, TPS 3R Bintang Alam di Desa Telukjambe, Karawang, dibebani oleh lebih dari 1,7 ton sampah organik dari 411 kepala keluarga. Gunungan sampah yang biasanya hanya berakhir dicacah atau dibakar itu, kini mulai dilihat dengan pandangan yang sama sekali berbeda. Berbekal pelatihan budidaya maggot, para pengelola dan warga mulai menyulap masalah lingkungan itu menjadi sebuah peluang ekonomi yang menjanjikan.
ADVERTISEMENT
“Dulu ya pokoknya sampah dikumpulkan, dicacah, kalau sudah menumpuk ya dibakar buat yang anorganik, kalau yang organik ini biasanya kita kasih ke petani sekitar, bisa jadi pupuk cuma masih kecampur anorganik. Tapi sejak ada pelatihan ini, kita jadi punya harapan baru. Sampah ini bisa jadi pakan untuk maggot yang nilainya jauh lebih tinggi,” ujar Pak Ade, salah seorang pengurus yang kerap mengenakan kopiah khas berwarna putih.
Kang Heru, praktisi dari Green Day Farm, membimbing warga mempraktikkan teknik budidaya maggot secara langsung. | Foto: Dok. Pribadi
Pelatihan yang digelar oleh tim dosen Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA) dan Kepala Desa Telukjambe tersebut menghadirkan Kang Heru, seorang praktisi maggot yang sudah berpengalaman. Secara bertahap, warga diajarkan mulai dari memilah sampah, membuat media ternak, hingga strategi pemasaran.
“Potensinya sangat besar. Dengan volume sampah organik sebanyak itu, bukan tidak mungkin ini bisa menjadi usaha kolektif yang menguntungkan bagi warga,” kata Kang Heru.
ADVERTISEMENT
Teguh Pambudi, Ketua Tim Pengabdian Masyarakat UNSIKA, menjelaskan bahwa maggot menawarkan solusi berkelanjutan. “Ini adalah solusi berbasis ekonomi sirkular. Sampah berkurang, dan di saat yang sama masyarakat mendapatkan nilai tambah secara ekonomi dari maggot dan kasgot (pupuk organiknya),” jelas Teguh.
Warga belajar memilah sampah organik dan anorganik, langkah krusial sebelum memulai budidaya maggot. | Foto: Dok. Pribadi
Maggot Black Soldier Fly (BSF) dengan lahap mengurai sampah organik dan menghasilkan pupuk kasgot yang bernilai jual. | Foto: Dok. Pribadi
Kepala Desa Telukjambe, Uji, berharap kegiatan ini tidak berhenti sebagai pelatihan saja. “Target kami adalah TPS 3R ini bisa benar-benar bertransformasi menjadi pusat ekonomi sirkular. Bukan hanya mengelola sampah, tapi juga memberdayakan warga secara ekonomi,” harapnya.
Meski masih dalam tahap awal, semangat untuk berubah telah tertanam. Dari gunungan sampah yang semula menjadi masalah, kini lahir harapan baru untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan ekonomi yang lebih mandiri.
Foto bersama peserta, perangkat desa, dan tim UNSIKA menandai komitmen baru dalam pengelolaan sampah di Desa Telukjambe. | Foto: Dok. Pribadi

Tentang Kegiatan:

Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Pengabdian kepada Masyarakat yang didanai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Tahun Anggaran 2025 sesuai Kontrak Nomor: 104/C3/DT.05.00/PM/2025.
ADVERTISEMENT