Konten dari Pengguna

Bahasa Brainrot: Ketika Kata-kata Mengalir Bebas di Era Digital

Rangga Satria Kencana
Mahasiswa Semester 1, jurusan Sistem Informasi
2 Mei 2025 13:27 WIB
Β·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rangga Satria Kencana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by cottonbro studio from Pexels: https://www.pexels.com/photo/person-holding-black-android-smartphone-5081930/
zoom-in-whitePerbesar
Photo by cottonbro studio from Pexels: https://www.pexels.com/photo/person-holding-black-android-smartphone-5081930/
ADVERTISEMENT
Dalam dunia media sosial saat ini, muncul sebuah fenomena bahasa baru yang disebut brainrot. Istilah ini berasal dari kata brain (otak) dan rot (membusuk), yang awalnya digunakan untuk menggambarkan kondisi di mana seseorang terlalu terobsesi terhadap sesuatu hingga sulit berpikir jernih. Namun, dalam perkembangannya, bahasa brainrot merujuk pada gaya berbicara atau menulis yang spontan, cepat, tanpa banyak memikirkan struktur bahasa yang benar. Fenomena ini menjadi tren, terutama di kalangan anak muda di platform seperti TikTok, Twitter, dan Instagram.
ADVERTISEMENT

Apa Itu Bahasa Brainrot?

Bahasa brainrot ditandai dengan kalimat-kalimat yang panjang, berantakan, penuh pengulangan, bahkan campur aduk antara bahasa Indonesia, Inggris, dan bahasa gaul lainnya. Terkadang, ejaan atau tata bahasa yang digunakan sengaja dibiarkan salah untuk menambah efek lucu atau ekspresif. Contoh kalimat brainrot yang sering ditemui di media sosial adalah:

Ekspresi Emosi Berlebihan:

Kalimat Ngaco Tapi Relevan:

ADVERTISEMENT

Campur Bahasa:

Mengapa Bahasa Brainrot Populer?

Ada beberapa alasan mengapa bahasa brainrot menjadi begitu populer:
ADVERTISEMENT

Dampak terhadap Bahasa Indonesia

Meski terlihat ringan, penggunaan bahasa brainrot tetap menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, ini membuktikan bahwa bahasa adalah makhluk hidup yang terus berkembang dan beradaptasi dengan budaya baru. Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa jika tidak disertai dengan pemahaman kapan harus menggunakan bahasa formal, kemampuan berbahasa resmi bisa tergerus.
Karena itu, penting bagi anak muda untuk tetap memahami situasi: kapan menggunakan gaya brainrot untuk bersenang-senang, dan kapan kembali menggunakan bahasa Indonesia yang baku dalam situasi akademik, profesional, atau resmi.

Penutup

Bahasa brainrot adalah cerminan kreativitas generasi muda di era digital. Lewat gaya bahasa ini, anak muda menunjukkan bahwa komunikasi tidak hanya soal aturan, tetapi juga soal menyampaikan perasaan dengan jujur dan spontan. Meski begitu, menjaga keseimbangan antara gaya santai dan kemampuan berbahasa formal tetap menjadi tantangan yang perlu diperhatikan.
ADVERTISEMENT