Konten dari Pengguna

Kepulauan Andaman & Nicobar Dekat di Mata Jauh di Hati

Rangga Yudha Nagara
A soldier without gun... Senna ko Videsh Mantralay. Charaka Buwana Ministry of Foreign Affairs, Indonesia
27 Maret 2018 20:49 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rangga Yudha Nagara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Kamu mau kami ambil alih Andaman & Nicobar? lihat, peta menunjukan kalau Andaman & Nicobar ialah perpanjangan dari Sumatera…. apa dasarnya India ada di situ? Angkatan Laut Indonesia akan segera patroli ke pulau-pulau itu untuk mengintai apa yang India punya di sana”, demikian tawaran R.E. Martadinata , Panglima Angkatan Laut Indonesia kepada Asghar Khan Jenderal Pakistan di tahun 60-an saat perang India-Pakistan, dikutip dari buku The sinking of INS Khukri: survivor’s story karya Mayjen Ian Cardozo.
ADVERTISEMENT
Kata-kata R.E. Martadinata di atas merefleksikan bahwa di masa lalu Andaman & Nicobar dekat di mata namun jauh di hati Indonesia. Bagaimana dengan sekarang?
Dekat di Mata
Indonesia sebagai negara besar, berbatasan dengan beberapa negara seperti Malaysia, Timor Timur, Papua Nugini, Singapura, Filipina, Thailand, Palau, bahkan India. Ya, India. Masyarakat awam mungkin banyak yang belum mengetahui kalau Indonesia dan India bertetangga dekat, yakni berbatasan di laut Andaman, wilayah utara Aceh sekaligus wilayah tenggara kepulauan Andaman & Nicobar milik India.
posisi Andaman & Nicobar dan Aceh (Google Map)
Andaman & Nicobar adalah negara bagian di India yang berbentuk kepulauan dan terpisah 1.200 km dari daratan utama negara India yang terdekat yakni West Bengal. Luas Andaman Nicobar sekitar 8.250 km2 dan terdiri dari 572 pulau dengan populasi sekitar 400 ribu jiwa.
Kota Port Blair, Ibukota Andaman & Nicobar (foto : www.masterbuilder.co.in)
ADVERTISEMENT
Dengan pesawat terbang dari Jakarta ke Ibu kota, India, New Delhi membutuhkan waktu sekitar 8 jam dan berjarak ribuan kilometer, namun dari Sabang, Aceh ke wilayah kepulauan Andaman & Nicobar hanya berjarak sekitar 150 km atau setara Jakarta-Bandung, dengan kapal nelayan tradisional dapat dijangkau dengan waktu 2-3 jam saja.
Lantaran jarak yang demikian dekat, tidak mengherankan dahulu Kerajaan Chola, India memanfaatkan kepulauan ini sebagai basis armada laut ketika berperang dengan Sriwijaya di Sumatera. Di sisi lain, Indonesia pernah menawarkan bantuan ke Pakistan untuk merebut Andaman & Nicobar dari India. Penulis menyaksikan sendiri bahwa komitmen Indonesia ini menjadi catatan tersendiri militer India, bahkan dipampang di museum Angkatan Udara India di New Delhi.
ADVERTISEMENT
Kini di era modern cukup banyak Nelayan Aceh melaut sampai wilayah perairan Andaman & Nicobar bahkan tidak sedikit pula yang ditangkap aparat keamanan India.
Jauh di Hati
Di masa sekarang tidak banyak perbedaan dengan masa lalu, Andaman & Nicobar tetap jauh di hati. Dengan Aceh hubungan keduanya hampir tidak ada, terutama karena tidak ada pelayaran rutin antara Aceh dan Andaman Nicobar.
Sesekali kapal pesiar mewah yang berpenumpang asing dan operatornya orang asing pula memang singgah ke Sabang lalu lanjut ke Port Blair, Ibu Kota Andaman Nicobar pun sebaliknya, tapi tanpa ada kontak antara pihak Aceh dan Andaman Nicobar.
Ketiadaan hubungan Aceh dan Andaman & Nicobar semakin terasa ketika penulis sewaktu bertugas sebagai pejabat konsuler KBRI New Delhi harus terbang 2.000 km dari ibu kota India untuk bertugas ke wilayah paling timur India ini dalam rangka membebaskan nelayan Aceh yang ditangkap polisi India akibat masuk wilayah Andaman & Nicobar tanpa izin.
Kunjungan kekonsuleran KBRI New Delhi ke Andaman & Nicobar guna membebaskan 5 Nelayan WNI asal Aceh yang ditangkap (foto: Anti Kurnadi)
ADVERTISEMENT
Jarak ribuan kilometer tersebut ditempuh hanya karena nihilnya penerjemah bahasa Indonesia-Inggris untuk para nelayan dapat menyampaikan pembelaannya dalam persidangan. Padahal, menurut Mr.Benedikt, pejabat Kementerian Dalam Negeri, India di Andaman Nicobar yang membawahi urusan imigrasi, jika ada penduduk atau pejabat lokal yang dapat berbahasa Indonesia, nelayan Aceh tersebut mungkin dapat dibebaskan lebih cepat.
Proses pemulangan para nelayan Aceh yang sudah dibebaskan juga mesti terbang ke New Delhi lalu lanjut dengan penerbangan ke Medan via Kuala Lumpur untuk selanjutnya mendarat di Aceh. Sangat jauh dan lama. Andai ada pelayaran Port Blair – Banda Aceh maka dalam 4 jam mereka sudah tiba di tanah air. Selain dengan pesawat, jika beruntung mereka dapat menumpang pulang dengan kapal TNI AL yang kadangkala singgah di Port Blair.
Nelayan Aceh yang dipulangkan tahun 2012 menggunakan KRI Pati Unus karena pembebasannya kebetulan bertepatan dengan singgahnya kapal perang tersebut – (foto: Safrigita Noviantoro)
ADVERTISEMENT
Usul Upaya Mendekatkan Aceh-Andaman Nicobar
Sejak 2002 memang telah ada India-Indonesia Coordinated Patrol (Indi-Indo Corpat) di Laut Andaman yang dilaksanakan oleh Angkatan Laut kedua negara dua kali setahun, lengkap dengan saling kunjung kapal perang kedua negara. Hanya saja mengingat dari segi frekuensi dan pelakunya, Indi-Indo Corpat yang bersifat kerjasama antar militer belum dapat merangkul masyarakat kedua daerah bertetangga Aceh dan Andaman & Nicobar.
KRI Imam Bonjol dan INS Karmuk patroli bersama pada Indi-Indo Corpat (foto: Indiannavy.nic.in)
Upaya membangun kedekatan Aceh dan Andaman & Nicobar perlu didorong untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar dan penguatan hubungan bilateral Indonesia-India. Kota Port Blair dan Banda Aceh plus Sabang jika ditotal berpenduduk sekitar 800 ribu orang sehingga memiliki potensi ekonomi yang lumayan besar dari segi perdagangan, kebudayaan, hingga pariwisata.
Daerah Aberdeen, salah satu pusat ekonomi, kota Port Blair (foto: Andamansheekha.com)
ADVERTISEMENT
Program-program seperti kerjasama twin city, pertukaran pelajar, pembukaan program belajar bahasa Indonesia secara gratis di Andaman & Nicobar dan sebaliknya program bahasa Hindi di Aceh maupun Sabang, hingga membuka konektivitas kedua daerah perlu dijajaki pihak-pihak terkait khususnya pemerintah.
Dengan program seperti di atas maka masyarakat yang bersebelahan ini dapat saling mengenal. Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Kalau dengan tetangga tak kenal maka amat disayangkan betapa banyak peluang terbuang.