Memahami Makna Pembangunan Berkelanjutan

Rangi Asiz
Urban planner dan pemerhati sosial ekonomi perkotaan
Konten dari Pengguna
24 Oktober 2021 14:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rangi Asiz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perwujudan keberlanjutan bagi generasi yang akan datang.  Foto : Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perwujudan keberlanjutan bagi generasi yang akan datang. Foto : Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Konsep pembangunan berkelanjutan (PB) telah menjadi acuan kebijakan yang banyak digunakan oleh berbagai negara di dunia. Kebijakan, yang sering menjadi bahan diskusi isu pembangunan ini, adalah tentang cara memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Dengan banyaknya krisis serta bencana yang terjadi saat ini, Pemerintah negara-negara di dunia merasa perlu untuk mengadaptasi dan mengimplementasikannya. Meski demikian, masih banyak pihak yang keliru dalam memahami makna PB.

Penerapan Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Sejak digaungkan oleh PBB pada tahun 1970-an, konsep PB yang sudah diterapkan ini, belum benar-benar berhasil membawa negara dan kota di dunia ke arah kehidupan yang keberlanjutan. Salah satu alasan utamanya adalah fokus kebijakan dan indikator utama kemajuan pembangunan yang terlalu menitikberatkan urusan ekonomi.
Sesungguhnya, tujuan PB yang seharusnya adalah yang lebih dari itu. Telah banyak ahli yang berpendapat jika konsep PB tidak sama dengan pertumbuhan ekonomi.
Menurut para pakar ini, Pembangunan Berkelanjutan adalah pertumbuhan yang berfokus dari dan untuk manusia. Pertumbuhan ini menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan manusia dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup sehingga terbebas dari belenggu kemiskinan.
ADVERTISEMENT

Penanggulangan Kemiskinan

Kemiskinan adalah akar dari segala permasalahan yang menghalangi jalan seseorang untuk mencapai kesejahteraan. Karena dilahirkan dalam kondisi miskin, seseorang bisa jadi terputus haknya untuk memperoleh akses pendidikan dan kesehatan serta kesempatan untuk mendayagunakan potensi dan keunikan yang dimiliki.
Semua ini dibutuhkan oleh setiap individu, untuk dapat memupuk kemandirian di masa depan terhadap dirinya sendiri.
Kebutuhan ini perlu menjadi perhatian kita semua. Utamanya pemerintah sebab kemiskinan yang terjadi pada rakyat, pada akhirnya akan memberikan beban yang besar pada pemerintah juga.
Selain jadi harus selalu menyediakan bantuan sosial dalam jumlah besar, pemerintah juga menjadi "gagal" untuk menerima sumbangsih intelektualitas serta produktivitas, yang seharusnya bisa diberikan setiap individu pada negara.
ADVERTISEMENT
Kejadian seperti ini banyak dialami oleh negara-negara maju, seperti : Jepang, Inggris, dan AS, manakala kemiskinan yang tinggi harus ditanggulangi pemerintah dengan jumlah bansos yang besar dan dalam waktu yang lama.

Kebijakan yang berfokus pada peningkatan Kesejahteraan

Inti utama dari konsep Pembangunan berkelanjutan adalah tentang penghapusan kemiskinan. Maka, satu-satunya cara ampuh untuk menghentikan efek domino dari masalah ini adalah mewujudkan kebijakan yang fokus pada peningkatan kesejahteraan.
Salah satu contoh kebijakan itu adalah dengan memberi perhatian yang lebih pada pemenuhan akses pemenuhan dasar bagi orang miskin.
Contohnya seperti; peningkatan peluang untuk mengakses perumahan terjangkau, stabilitas harga sembako, akses pekerjaan, pendidikan, pelayanan kesehatan yang layak, termasuk perlindungan aktivitas ekonomi dari kelompok lain yang lebih dominan.
ADVERTISEMENT
Melalui hal-hal ini, dengan sendirinya masyarakat bisa mulai mempersiapkan dirinya dalam rangka meraih kesejahteraan yang lebih baik.

Definisi Pembangunan Berkelanjutan

Dalam bukunya, Secrs dan chapra (2011) menyatakan bahwa sebenarnya, pertanyaan yang harus diajukan kepada suatu negara yang sedang membangun hanyalah mencakup 3 hal, yaitu : 1) apa yang terjadi pada kemiskinan, 2) apa yang terjadi pada pengangguran, dan 3) apa yang terjadi pada ketidakadilan (ketidakmerataan pendapatan).
Di sisi lain, Goulet dalam Todaro dan Smith (2006) merumuskan tiga komponen dasar yang bisa dijadikan basis konseptual dalam memahami arti pembangunan berkelanjutan. Ketiga nilai inti tersebut, yaitu:
1. kecukupan (sustenance) atau kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
2. harga diri (self-esteem) yang berarti adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, menghargai diri sendiri, merasa dirinya pantas dan layak untuk melakukan atau mengejar sesuatu.
ADVERTISEMENT
3. kebebasan (freedom) dari sikap menghamba. Ini terkait dengan konsep kemerdekaan manusia yaitu kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek material dalam kehidupan.

Contoh-contoh hasil "pembangunan berkelanjutan" di dunia

Mempertimbangkan kedua pendapat ini, menjadi menarik jika kita melihat fakta dari kota dan negara di dunia saat ini, yang justru lebih banyak berfokus pada kebijakan yang sebaliknya. Mereka fokus ke pencapaian PDRB (GDP) sehingga lebih senang merumuskan kebijakan yang bertujuan pada ekonomi.
Pada dasarnya perhitungan PDRB bukan indikator pengukuran yang tepat untuk kesejahteraan. Inilah yang menyebabkan kebijakan pembangunan tidak pernah benar-benar menyentuh urusan kemiskinan.
Kebijakan berorientasi ekonomi ini, justru semakin memperlebar kemiskinan dan Gini ratio karena pengusahaan value added, lebih dipandang penting daripada urusan peningkatan kesejahteraan pada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Jadilah kebijakan itu hanya yang terkait dengan pembangunan infrastruktur (fisik) dan perpajakan yang berfokus pada pertumbuhan PDRB belaka. Sudah banyak contoh yang menunjukan bahwa indikator dan kebijakan ini tidak sama sekali memberi efek berarti pada penurunan kemiskinan.
Tak mengejutkan jika kemudian kita sering menemukan krisis ekonomi dan kemanusiaan di berbagai belahan dunia. Di sepanjang abad 20-21, kita telah diperlihatkan banyak contoh tentang bagaimana negara-negara, yang canggih secara fisik dan ekonomi itu, harus menghadapi resesi ekonomi serta penurunan angka kelahiran dan migrasi yang mempengaruhi populasi negaranya.
Kini mereka kebingungan untuk meningkatkan ekonomi. Padahal, di saat bersamaan, negara-negara ini juga mengalami peningkatan kesenjangan, kemiskinan, dan pengangguran, terutama pada generasi mudanya.
Fenomena, yang mirip dan hampir terjadi di semua tempat ini, memberitahu kita semua bahwa, hasil dari kebijakan pembangunan yang telah mereka jalankan selama puluhan tahun itu, tidak membawa mereka pada kehidupan yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT

Faktor yang membuat Pembangunan menjadi "gagal"

Fokus pembangunan semestinya tidak hanya menitikberatkan pada pemenuhan sisi lahiriah saja. Sayangnya, pemahaman para pejabat negara kebanyakan saat ini, hanya berfokus pada pencapaian peningkatan PDRB saja.
Merekapun berlomba-lomba untuk membangun infrastruktur, kota-kota demi meningkatkan perpajakan di negaranya. Mereka percaya, bahwa added value yang akan membuat PDRB meningkat, akan mengantarkan negara pada kemajuan dan kesejahteraan rakyat.
Padahal, indikator kesejahteraan suatu negara tidaklah sama dengan peningkatan PDRB atau keberhasilan pembangunan kereta api maupun jalan tol.

Indikator kemajuan yang sebenarnya

Kondisi kesejahteraan yang sebenarnya, berasal dari kehidupan rakyat yang merdeka dan sejahtera. Mereka hidup bahagia karena tidak perlu memusingkan kebutuhan hidup yang sudah serba terjangkau. Merekapun bebas berkarya sesuai isi pikiran dan potensi yang dimiliki masing-masing karena sudah bebas dari "belenggu perbudakan" dalam hal perekonomian.
ADVERTISEMENT
Adalah ironis, jika kita melihat bahwa kondisi masyarakat di negara maju tersebut, justru kebanyakan hidup dengan kondisi tidak bahagia. Meskipun bergaji tinggi namun amat sulit memenuhi kebutuhan dasar karena harga kebutuhan pokok dijual dengan serba mahak.
Akibatnya, mereka tidak memiliki kebebasan dan kemerdekaan untuk berpikir dan berkarya karena dari pagi sampai malam hari, aktivitasnya hanya disibukan dengan kegiatan mencari uang.
Tingginya harga komoditi juga umumnya diikuti dengan kecilnya jumlah lowongan pekerjaan dan upah layak. Tak jarang, masyarakat di negara maju ini ditemukan dalam kondisi lebih banyak menganggur dan frustrasi. Mereka tidak merasa bahagia karena sulit memenuhi kebutuhan diri.
Tak jarang, sebagian besar dari lansia masih harus bekerja di usia senja mereka, lantaran biaya hidup yang tinggi, tidak bisa dipenuhinya. Korea, Jepang dan Hongkong memiliki kondisi ini.
ADVERTISEMENT
Semua ini menunjukkan jika pembangunan, yang tidak melibatkan aspek kemanusiaan seperti ; moralitas, spiritual, keagaaman dan keimanan akan berdampak pada ketidakberlanjutan dalam bidang sosial dan ekonomi (Chapra, 2011).
Kealpaan ini membuat kegiatan ekonomi dilakukan dengan cara-cara rakus dan kurang manusiawi. Sistem kapitalis menjadi contoh bagaimana persaingan dilakukan secara bebas sehingga kehidupan masyarakat menjadi sarat dengan ketidakadilan dan kerusakan. Baik antara sesama manusia, maupun antara manusia dengan alam sekitarnya.

Isu "lingkungan" dalam Pembangunan Berkelanjutan

Jika kita coba membaca inti kebijakan pembangunan berkelanjutan yang dipahami oleh negara-negara maju itu, Konsep PB yang mereka tuliskan lebih banyak yang terkait dengan aspek lingkungan, ketimbang 2 aspek yang lain.
Uniknya, pemahaman akan keberlanjutan pada sektor lingkungan ini, sebenarnya ditujukan untuk pertumbuhan ekonomi juga. Artinya, isu lingkungan yang mereka usung masih terlihat seperti “lip service”.
ADVERTISEMENT
Kebijakan konservasi lingkungan yang mereka buat, ditujukan untuk meningkatkan nilai lingkungan melalui prinsip added value, sehingga kenaikan nilai lingkungan itu turut mendongkrak PDRB juga. Adapun aspek sosial yang lebih penting, sangat jarang disinggung.
Ini menandakan bahwa banyak sekali negara yang keliru menilai makna pembangunan berkelanjutan. Penyebabnya, ketidakpahaman mereka akan makna pembangunan berkelanjutan yang sebenarnya.
Meskipun ada banyak ulasan mengenai teori ini di internet, namun patut kita akui pula, bahwa masyarakat awam pada umumnya jarang mengecek kebenaran sehingga cenderung mudah percaya dengan tulisan yang -ternyata sebenarnya- menyesatkan.
Bagaimanapun, pemenuhan tujuan pembangunan yang berkelanjutan adalah tanggung jawab semua orang. Ini adalah urusan penting. Urusan kita, dan anak-anak kita. Dari pengalaman dari negara lain itu kita perlu belajar kembali untuk memilah mana yang benar dan mana yang salah.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, kita bisa mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang benar dan hakiki.