Anak Semangat Berpuasa Tanpa Iming-iming Hadiah

Rangkul Keluarga Kita
Rangkul adalah Relawan Keluarga Kita, sebuah program pemberdayaan keluarga yang diinisasi oleh Keluarga Kita dengan dukungan berbagai kalangan di berbagai daerah. Rangkul mendorong orangtua berdaya untuk orangtua lain dengan terus menjadi sumber belajar yang efektif dan berbagi praktik baik pengasuhan untuk mendukung tumbuh kembang anak. Pada akhirnya, tanggung jawab pengasuhan adalah peran kolektif untuk masyarakat dan negara yang lebih baik, bukan hanya dari dan untuk satu keluarga. Cita-cita kami adalah menyebarkan dan menggerakkan Rangkul ke seluruh wilayah di Indonesia dan memberikan dampak bermakna dalam mencapai tujuan pendidikan. Semoga Program Rangkul dapat menjadi wadah yang positif bagi para orangtua di Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat. Salam, Tim Keluarga Kita
Konten dari Pengguna
11 Juni 2020 19:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rangkul Keluarga Kita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Anak Semangat Berpuasa Tanpa Iming-iming Hadiah
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Oleh : Niken Wulandari, Rangkul Jakarta Timur
Memasuki minggu terakhir bulan Ramadhan tahun ini, saya sangat bersyukur. Alhamdulillah, Caca yang saat ini berusia 12 tahun telah memasuki tahun kelima berpuasa secara penuh. Tahun ini, puasanya berjalan tanpa hambatan yang berarti, kecuali ia mengaku merasa lemas pada beberapa hari awal puasa. Untuk sampai di titik ini, tentu butuh proses dari tahun ke tahun yang cukup menantang dalam mengajak dan memotivasi Caca agar semangat belajar berpuasa.
ADVERTISEMENT

Mengenalkan Rutinitas

Hal pertama yang penting dalam memperkenalkan puasa Ramadhan adalah menjaga rutinitas keluarga. Kami memperkenalkan rutinitas puasa Ramadhan ini sejak Caca berusia batita. Ia sering kami biarkan untuk terbangun saat dini hari dan ikut makan sahur meskipun belum ikut berpuasa. Selain itu, yang tak kalah penting, kami memperkenalkan bahwa puasa Ramadhan adalah aktivitas yang menyenangkan. Kami mencoba membangun suasana makan sahur dan berbuka puasa yang meriah dengan saling ngobrol serta menyiapkan makanan dan minuman yang menarik minat anak. Ketika Caca memasuki usia playgroup, yaitu usia 3,5 tahun, ia mulai belajar untuk menahan keinginan makan dan minum hingga waktu pulang sekolah atau setengah hari.
Sekolah pun turut berperan untuk menciptakan rutinitas ini, di sekolahnya yang sekarang menerapkan kebijakan untuk tidak membawa makanan dan minuman. Saat itu, Caca berbuka puasa ketika pulang sekolah sekitar pukul 11 siang. Puasa hingga tengah hari ini berlanjut sampai Caca Kelas 1 SD atau usia 6 tahun. Memasuki Kelas 2 SD, secara bertahap durasi puasa mulai bergeser hingga menjelang sore (saat ashar atau sekitar pukul 3) dan perlahan mulai bergerak sampai waktu maghrib. Alhamdulillah saat Kelas 2 SD, Caca telah berhasil menahan untuk tidak makan dan minum hingga maghrib meskipun belum penuh selama satu bulan.
ADVERTISEMENT

Berbagi Cerita Lucu tentang Pengalaman Masa Kecil

Adalah hal yang wajar ketika si kecil mengeluh lelah, lemas, haus, atau lapar ketika pulang sekolah dan memasuki waktu kritis, yaitu jam makan siang. Kami mencoba lebih sensitif dalam mengamati apakah anak membutuhkan motivasi, dukungan, dan memastikan kondisi kesehatannya. Untuk memompa semangatnya, anak tak cukup hanya diberikan instruksi atau nasihat agar ia kuat berpuasa atau bersikap sabar. Saat itu saya mencoba memberi semangat dengan menceritakan pengalaman masa kecil yang lucu dan menyenangkan ketika belajar puasa, misalnya berendam di dalam bak mandi ketika siang hari, membaca buku cerita, membantu menyiapkan takjil, serta bermain bersama teman-teman. Dari pengalaman masa kecil kami sebagai orang tua, kami bisa menertawakan hal lucu dan berbagi pengalaman bahwa orang tua pernah merasakan dan mengalami hal yang sama dengan anak.
ADVERTISEMENT

Kegiatan Bermain atau Menyiapkan Takjil

Untuk mengalihkan perhatian Caca dari rasa lapar dan haus yang dirasakan, saya mencoba mengajaknya untuk menyiapkan hidangan buka puasa yang mudah. Misalnya, mengajaknya memotong kue, mengaduk adonan tepung, membuat keju parut, atau menuangkan susu untuk membuat puding. Adakalanya, ia pun perlu diperkenalkan pada permainan, buku cerita, atau prakarya baru yang menyenangkan.

Dukungan dan Pelukan Hangat ketika Terjadi Drama

Orang tua pun perlu mengelola emosi ketika anak tiba-tiba menjadi sedih atau marah karena kondisi lapar dan haus. Kami berusaha tetap tenang agar menjadi contoh bagi anak yang sedang belajar mengelola emosi di tengah puasa Ramadhan. Saat anak lemas dan sering mengeluh lapar, kadang menunjukkan reaksi emosi marah atau sedih, “Bunda, lapar…,” rengeknya. Namun, ketika ditawarkan untuk berbuka, ia tetap tidak mau dan ingin melanjutkan puasanya. Saya mencoba untuk menenangkan dirinya dan mengajaknya untuk beristirahat siang. Sebuah pelukan hangat juga bisa membuatnya merasa nyaman.
ADVERTISEMENT

Tanpa Iming-iming Hadiah

Saya memang tidak memberikan iming-iming hadiah atau ‘pancingan’ yang dijanjikan kepada Caca agar bersemangat menjalankan puasa Ramadhan. Hal ini sejalan dengan pola Disiplin Positif yang saya pelajari dari Keluarga Kita, bahwa untuk lebih membangun motivasi internal dalam melakukan sesuatu, dalam hal ini untuk menjalankan puasa Ramadhan, kita tidak perlu memberikan sogokan kepada anak yang justru akan mematikan motivasi internalnya. Saya mencoba berdiskusi dengan anak untuk menumbuhkan insight dari ibadah puasa Ramadhan yang ia jalankan, yakni selain bertujuan untuk beribadah, tapi juga bermanfaat untuk berlatih sabar, bersikap jujur, menjadi pribadi yang kuat menahan diri, serta merasakan empati atas kesulitan manusia lain yang kurang beruntung. Alhamdulillah, Caca tetap bersemangat puasa, bahkan kami tidak kesulitan membangunkannya sahur karena ia telah mandiri untuk bangun tidur dengan alarm yang ia siapkan sendiri. #CeritaRangkul
ADVERTISEMENT