Konten dari Pengguna

Pentingnya Orang Tua Mengenal Emosi

Rangkul Keluarga Kita
Rangkul adalah Relawan Keluarga Kita, sebuah program pemberdayaan keluarga yang diinisasi oleh Keluarga Kita dengan dukungan berbagai kalangan di berbagai daerah. Rangkul mendorong orangtua berdaya untuk orangtua lain dengan terus menjadi sumber belajar yang efektif dan berbagi praktik baik pengasuhan untuk mendukung tumbuh kembang anak. Pada akhirnya, tanggung jawab pengasuhan adalah peran kolektif untuk masyarakat dan negara yang lebih baik, bukan hanya dari dan untuk satu keluarga. Cita-cita kami adalah menyebarkan dan menggerakkan Rangkul ke seluruh wilayah di Indonesia dan memberikan dampak bermakna dalam mencapai tujuan pendidikan. Semoga Program Rangkul dapat menjadi wadah yang positif bagi para orangtua di Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat. Salam, Tim Keluarga Kita
24 Januari 2020 19:03 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rangkul Keluarga Kita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pentingnya Orang Tua Mengenal Emosi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Oleh: Rien Oktariny, ibu 2 anak, Rangkul Salatiga
“Hati-hati kalau udah jadi orang tua, apa yang kamu lakukan, itulah yang akan dicontoh anakmu.” Sebaris kalimat yang menusuk tajam pikiranku sebagai orang tua baru. Langsung terbayang betapa berat beban menjadi orang tua. Idealisme menjadi orang tua yang minim salah tertanam di pikiran karena sebaris kalimat itu. Yang akhirnya jadi drama sendiri. Sering uring-uringan, marah tak terkendali, jengkel, dan capek campur aduk jadi satu.
ADVERTISEMENT
Keadaan seperti ini sering kali berujung ke anak. Contoh ketika Zaira yang berusia 2,5 tahun, anak pertama saya, menumpahkan air atau membongkar pakaian di lemari, bisa membuat saya mengomel sepanjang hari, marah-marah, dan selalu menyalahkan dia. Ditambah lagi suami yang rasa-rasanya tidak memahami apa yang saya rasakan selama ini, kayak menanggung beban ini sendirian. Sampai akhirnya, beberapa masalah kecil bisa menyulut pertengkaran besar dalam hubungan kami sebagai suami-istri.
Hingga suatu hari, saya diajak salah satu teman Rangkul untuk mengikuti salah sesi pengasuhan yang diselenggarakan oleh Relawan Keluarga Kita, Sesi Bicara Rangkul, dengan topik Hubungan Reflektif.
Awalnya, saya cuma berpikir, “Oke, nggak ada salahnya belajar parenting lagi.” Masih ingat banget saat bercerita sambil berurai air mata ketika saya marah kepada anak. Ternyata, saya tidak sendiri, banyak orang tua lain yang mengalami hal sama karena inilah proses menjadi orang tua. Seketika itu, saya merasa, “Nggak seberat itu, kok Rien, selalu ada cara.”
ADVERTISEMENT
Dan setelahnya, setiap ada Sesi Rangkul di kota tempat saya tinggal, saya ikuti. Bertahap saya mulai mengenali emosi diri, mulai mengurai permasalahan-permasalahan yang ada di rumah, termasuk cara berkomunikasi dengan suami. Saya jadi sadar kalau emosi dominan saya adalah khawatir, di samping emosi marah.
Saya sering khawatir Zaira terpeleset ketika menumpahkan air, sehingga reaksi saya jadi marah dan mengomel berkepanjangan. Saya bahkan jadi melarang dan marah kepada Zaira saat dia mulai lompat-lompat di atas tempat tidur karena khawatir dia akan jatuh.
Mengenali emosi dan belajar berkomunikasi yang efektif ternyata berdampak banget dalam keluarga kecil kami. Saya yang dulunya sungkan untuk minta tolong karena merasa urusan domestik, seperti bebersih dan beberes rumah adalah mutlak tugas saya sebagai istri, dan ketika tidak bisa menyelesaikan semuanya jadi drama sendiri, kini lebih mudah untuk meminta tolong suami dan enggak merasa bersalah juga karena suami ternyata dengan senang hati membantu.
ADVERTISEMENT
Hal ini menghilangkan sedikit demi sedikit kekhawatiran tak beralasan yang selama ini menghantui pikiran. Daripada berasumsi, saya memilih untuk bertanya atau menyampaikan secara langsung karena kata suami, bagaimanapun, dia bukan seorang dukun atau paranormal yang mengerti apa yang saya mau dan butuhkan kalau saya sendiri enggak bilang. Begitu juga kepada anak.
Karena sudah dibantu suami, saya jadi lebih tenang menghadapi anak dan lebih bisa memahami kebutuhannya. Ketika Zaira menumpahkan air misalnya yang dulunya saya selalu marah-marah, sekarang jadi berpikir, ini bagian dari proses belajar anak. Lebih mendengarkan anak, membangun komunikasi dengan anak, ternyata membuat proses menjadi orang tua ini jadi terasa lebih menyenangkan.
ADVERTISEMENT
Bukan berarti perjalanan mulus selalu dan saya enggak pernah marah-marah lagi. Bocornya tetap saja ada, tetapi yang membedakan dengan saya yang dulu, setelah marah-marah, saya bisa berefleksi dan akhirnya paham kenapa saya marah dan cari cara agar besok tidak kejadian lagi. Melegakan sekali ketika tahu bahwa masih ada kesempatan untuk memperbaiki itu sepanjang masa menjadi orangtua. Saat sekarang salah, bertekad memperbaiki untuk lebih baik lagi keesokan harinya.
Mengingat-ingat impian sebagai orang tua juga membuat saya yakin kalau pas merasa “berat dan susah” akan terbayar kelak dengan melihat anak-anak yang lebih bahagia, mandiri, dan cerdas. Pernah suatu ketika, anak saya mengotori lantai padahal baru saja selesai dibersihkan, rasanya seperti sudah mau meledak saja emosi marah saya. Beruntungnya, saat itu suami segera mengambilkan saya minum dan ternyata minum segelas air seperti menelan luapan kata-kata penuh emosi yang hampir saja akan terlontar dari mulut saya.
ADVERTISEMENT
Memang seefektif itu ketika bisa mengenali emosi dan mengomunikasikan kepada suami sehingga saya mendapat bantuan diingatkan dan dialihkan. Begitu pula kepada anak, ketika mendengarkan dan memahami kebutuhannya, anak pun jadi belajar memahami kebutuhan saya sebagai orang tua.
Pernah suatu ketika rasanya lelah sekali sepulang bekerja padahal anak ingin segera ditemani bermain, mengatakan bahwa Mama minta waktu sejenak untuk sekadar selonjoran bisa dimengerti oleh mereka karena sering kali ketika lelah melanda, emosi jadi lebih gampang tersulut.
Oleh karena itu, saya sering banget cerita kalau kesempatan mengenal Keluarga Kita yang pada akhirnya membuat saya yakin untuk ambil peran sebagai Rangkul, Relawan Keluarga Kita, adalah salah satu bentuk rezeki yang sangat saya syukuri. Saya ingin semakin banyak orang tua lain di luar sana juga ikut merasakan “rezeki” ini seperti saya dengan mengenalkan Prinsip Cinta, prinsip pengasuhan Keluarga Kita, dan saling menguatkan karena selalu ada cara untuk Mencintai dengan Lebih Baik.
ADVERTISEMENT