Konten dari Pengguna

Perkara Me Time Ibu

Rangkul Keluarga Kita
Rangkul adalah Relawan Keluarga Kita, sebuah program pemberdayaan keluarga yang diinisasi oleh Keluarga Kita dengan dukungan berbagai kalangan di berbagai daerah. Rangkul mendorong orangtua berdaya untuk orangtua lain dengan terus menjadi sumber belajar yang efektif dan berbagi praktik baik pengasuhan untuk mendukung tumbuh kembang anak. Pada akhirnya, tanggung jawab pengasuhan adalah peran kolektif untuk masyarakat dan negara yang lebih baik, bukan hanya dari dan untuk satu keluarga. Cita-cita kami adalah menyebarkan dan menggerakkan Rangkul ke seluruh wilayah di Indonesia dan memberikan dampak bermakna dalam mencapai tujuan pendidikan. Semoga Program Rangkul dapat menjadi wadah yang positif bagi para orangtua di Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat. Salam, Tim Keluarga Kita
9 Juli 2020 19:01 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rangkul Keluarga Kita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rahma Ainun Nisa-Rangkul Bandung
zoom-in-whitePerbesar
Pada 22 Juni lalu, saya merayakan syukur telah menjadi seorang ibu selama 5 tahun. Ya, tahun 2015 silam saya melahirkan Aurora pada tanggal itu yang bertepatan dengan hari kelima Ramadhan. Merefleksikan perjalanan 5 tahun ke belakang sebagai seorang ibu tentu saja memunculkan perasaan yang beragam bagi saya. Senang, sedih, bahagia, khawatir, lelah, semua rasa muncul. Ini memang sebuah perjalanan istimewa.
ADVERTISEMENT
Kehidupan awal menjadi seorang ibu saya lalui dengan tidak mulus. Awal fase kehidupan ini, saya beranggapan bahwa me-time seorang ibu adalah bagian dari perilaku mengabaikan anak. Saya menilai tak apa makan tak teratur asal kebutuhan ASI (Air Susu Ibu) untuk anak tetap ada. Tak apa jam tidur berkurang jauh, yang penting kebutuhan anak untuk tidur dengan nyaman terpenuhi. Tak apa saya di rumah terus tanpa berinteraksi atau mengajar di Rumah Belajar—aktivitas kerelawanan yang sangat saya cintai—karena saya menganggap jadi manusia egois jika melakukannya.
Jika mengingat bahwa saya pernah memiliki pemikiran tersebut, saya betul-betul bergidik. Mengerikan. Jelas sekali, waktu itu saya kesulitan mengidentifikasi kebutuhan diri saya sendiri. Padahal, tidak terpenuhinya kebutuhan diri saya membuat saya kesulitan memenuhi kebutuhan yang lain, fisik saya pun menjadi lemah, tak bersemangat. Saya juga jadi lebih mudah marah dan frustasi. Selain itu, saya juga tak dapat menjalankan multiperan saya sebagai istri, ibu, anak, teman, guru dengan baik. Saya malas masak, malas keluar rumah untuk sekadar berinteraksi dengan tetangga. Aduh, kacau sekali rasanya.
ADVERTISEMENT
Saat itu saya menganggap bahwa yang saya lakukan merupakan pengorbanan seorang ibu. Saya super cuek dan mengira kebutuhan anak saya terpenuhi dengan baik walaupun saya abai akan kebutuhan diri. Nyatanya, saat ke rumah sakit untuk mengantar anak imunisasi pada bulan kedua, saya mendapati fakta bahwa anak saya tidak mengalami kenaikan berat badan seperti yang seharusnya. Tangis saya pecah di ruang dokter. Salah saya di mana? Apalagi yang belum saya korbankan? Namun, saya sangat beruntung, dokter anak yang menangani putri saya sangat memahami apa yang saya alami. Singkat cerita, untuk mengatasi masalah saya saat itu, perlahan saya harus menemukan keseimbangan. Saya harus mampu memenuhi kebutuhan diri saya dengan baik.
Saat itu, suami sebagai orang terdekat saya, membantu saya mencari cara untuk keluar dari situasi ini. Dukungannya luar biasa walaupun kami masih LDM (Long Distance Marriage). Suami bekerja di Jakarta dan saya berjuang mengerjakan tugas akhir pendidikan magister saya di Bandung. Suami tidak dapat menemani dan berbagi tugas bersama saya setiap hari. Di sini saya berusaha untuk mengenali kebutuhan diri, ‘Oh, ternyata saya butuh makan dan istirahat dengan benar.’ Saya akan kelelahan jika harus mengurus rumah dan memasak setelah mengurus bayi dan mengerjakan thesis. Saya butuh bantuan. Pilihan pun mengerucut, kami akan mencari asisten pulang-pergi untuk membantu saya mengerjakan pekerjaan rumah atau akan mencari catering untuk memenuhi kebutuhan makanan. Saya butuh bantuan agar saya memiliki waktu yang cukup untuk istirahat, mandi dengan tenang, hingga membaca buku favorit.
ADVERTISEMENT
Olahraga bersama membantu saya mengelola energi
Akhirnya, kami mencari asisten pulang-pergi. Meskipun hanya tiga kali seminggu, tetapi kehadirannya sangat membantu. Saat akhir pekan, saya yang absen cukup lama dari mengajar mulai dapat hadir kembali. Kami bergantian mengajar, anak akan menunggu bersama salah satu dari kami. Perlahan saya merasa lebih baik. Tapi, tentu semua itu tidak selalu berjalan sesuai harapan. Ada saja hal yang masih belum sesuai.
Kami sadar, permasalahan ini tentu tidak langsung menemukan solusi yang tepat. Trial and error kami lakukan. Jika tak tepat, kami ubah caranya. Kami saat itu tak tahu, ternyata kami sedang mempraktikkan Prinsip CINTA Keluarga Kita yang pertama, Cari Cara. Kami punya modal cinta. Ingin orang yang kami cintai Bahagia. Jadi, jika satu cara belum berhasil, terus cari cara lain.
ADVERTISEMENT
Saat mengikuti Sesi Rangkul untuk pertama kalinya di Bandung, saya banyak tertegun. Utamanya karena saya terkejut. Hahaha... Saya menyadari bahwa banyak sekali hal yang belum saya pelajari dalam keluarga, juga pengasuhan. Di sini saya menemukan dukungan dari sesama. Apa yang dibahas sangat relate dengan kehidupan sehari-hari. Keluarga Kita percaya, bahwa pengasuhan urusan bersama. Energi saya seperti diisi Kembali layaknya HP yang di-charge. Sungguh angin segar bagi saya.
Ketika akhirnya mengikuti pelatihan untuk bergabung menjadi Rangkul pada tahun 2019, saya semakin sadar bahwa kebutuhan seorang ibu memang sebaiknya terpenuhi. Tahun 2018 sebetulnya saya sudah mulai berolahraga, namun tak rutin. Tahun 2019, saya menekuninya, saya ikut suami ke kantor selepas mengantar anak sekolah. Kami olahraga bersama. Hal ini sangat membantu saya mengelola energi saya. Saya menjadi lebih siap menghadapi hari-hari. Penerapan manajemen energi yang baik diperlukan untuk tercapainya hal tersebut. Olahraga secara teratur merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh.
ADVERTISEMENT
Setelah melewati berbagai hal, saya menyadari bahwa seorang ibu yang memenuhi kebutuhan dirinya bukanlah hal yang egois. Perlu ruang bagi seorang ibu untuk me-time dan mengisi kembali energinya. Terkait cara yang ditempuh, setiap ibu sangat mungkin berbeda dalam memenuhi kebutuhannya. Ada yang merasa sudah cukup dengan scrolling media sosial atau mandi tak terganggu. Ada yang merasa cukup setelah membaca satu bab novel. Ada yang merasa cukup setelah ke salon. Ada yang merasa cukup jika sudah jalan ke mal. Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk satu dari lainnya karena kebutuhannya berbeda-beda. Sesungguhnya, yang sedang dilakukan adalah jeda sejenak agar suasana hati dapat menjadi lebih baik. Mari fokus saja pada hal-hal yang dapat kita lakukan untuk kembali berenergi sehingga lebih siap menghadapi beragam peran dalam keluarga.
ADVERTISEMENT