Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Teman dalam Suka dan Duka
Rangkul adalah Relawan Keluarga Kita, sebuah program pemberdayaan keluarga yang diinisasi oleh Keluarga Kita dengan dukungan berbagai kalangan di berbagai daerah.
Rangkul mendorong orangtua berdaya untuk orangtua lain dengan terus menjadi sumber belajar yang efektif dan berbagi praktik baik pengasuhan untuk mendukung tumbuh kembang anak. Pada akhirnya, tanggung jawab pengasuhan adalah peran kolektif untuk masyarakat dan negara yang lebih baik, bukan hanya dari dan untuk satu keluarga.
Cita-cita kami adalah menyebarkan dan menggerakkan Rangkul ke seluruh wilayah di Indonesia dan memberikan dampak bermakna dalam mencapai tujuan pendidikan.
Semoga Program Rangkul dapat menjadi wadah yang positif bagi para orangtua di Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat.
Salam,
Tim Keluarga Kita
27 Agustus 2020 18:51 WIB
Tulisan dari Rangkul Keluarga Kita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
*oleh Fia Helmi, Manajer Kemitraan Keluarga Kita
Pernah nggak, sih, merasakan kebetulan-kebetulan dalam hidup? Biasanya, kita akan menyadari dan berucap syukur atas kebetulan-kebetulan ini saat rangkaian momennya telah kita lewati, bahkan terkadang sudah berlalu lama sekali. Mungkin kita baru tersadar saat merefleksikan kembali apa yang telah terjadi.
ADVERTISEMENT
Saya sering sekali merasakan hal-hal seperti itu dalam hidup saya. Kebetulan-kebetulan yang baru saya sadari manfaatnya belakangan ini. Salah satunya, yang ingin saya ceritakan dalam tulisan ini adalah sebuah kebetulan yang menurut saya patut saya syukuri kehadirannya dalam kehidupan saya, kebetulan yang membawa keberkahan, yang memberi banyak kemudahan dalam menjalani keseharian saya sebagai seorang ibu.
Kebetulan anak saya bersekolah di mana Ibu Najelaa Shihab, atau yang biasa kita panggil Bu Elaa, adalah salah satu pendirinya. Kebetulan pada suatu hari saya bertemu beliau di sekolah dan curhat soal kesulitan saya menghadapi si sulung yang beranjak remaja, serta kebetulan juga Bu Elaa baru saja menginisiasi sebuah program pendidikan keluarga saat saya kebetulan sekali sangat ingin belajar dan membenahi pola pengasuhan saya demi hubungan yang harmonis dengan si anak remaja. Ini adalah cerita bagaimana saya mengenal Rangkul (Relawan Keluarga Kita). Ternyata, semua berawal dari sebuah kebetulan, tapi bagi saya, menjadi Rangkul adalah sebuah kebutuhan. Saya butuh menjadi Rangkul.
ADVERTISEMENT
Pernyataan tersebut tidak serta-merta keluar begitu saja saat pertama kali saya menghadiri pelatihannya. Ya, pertama kali saya hadir dalam Pelatihan Rangkul, tentu saja tujuan utama saya adalah untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri. Saya butuh belajar untuk mengerti dan memiliki strategi baru dalam menghadapi si sulung. Saya ingat sekali, di akhir kelas kita disodorkan selembar kertas dengan pertanyaan, kapan dan di mana akan berbagi tentang materi pelatihan hari ini. Berbagi? Buat apa? Saya bukan siapa-siapa, saya hanya seorang ibu biasa, bukan dari kalangan ahli pengasuhan, apalagi seorang psikolog.
Saat kita bercerita, berbagi pengalaman, mendengar pengalaman orang tua lain, ketika itu juga sebenarnya kita yang paling banyak mendapatkan pelajaran. Ah, apa iya? Begitu tanggapan saya dalam hati saat mendengarkan penjelasan dari tim Keluarga Kita tentang alasan mengapa mereka menerapkan sistem yang berbeda dengan kelas parenting lainnya. Tidak hanya datang ke pelatihan, belajar, lalu mencoba mempraktikkan di rumah. Tapi setelah itu, ada lagi PR-nya, yaitu menginisiasi sesi berbagi. Berbagi cerita pengalaman tentang bagaimana saat mempraktikkan materi-materi yang telah kita dapatkan dari Keluarga Kita, tak hanya berbagi cerita pengalaman suksesnya, bisa juga cerita tentang berbagai momen kegagalannya. Percaya, deh, kita akan merasakan lebih banyak belajarnya.
Tidak akan tahu kalau tidak dicoba, begitu batin saya bergumam. Akhirnya, saya memberanikan diri untuk menjadi fasilitator sesi berbagi cerita Rangkul. Satu kali saja, dan saya langsung kecanduan! Rasanya seperti berobat jalan, segenap jiwa raga seperti baterai yang baru saja diisi penuh setelah selesai menginisiasi sesi tersebut. Setiap kali berbagi dan mendengarkan pengalaman dari teman-teman, rasanya seperti mengulang kembali materi-materi belajar dan diingatkan untuk kembali bersabar, memupuk semangat. Kalau dia saja bisa, berarti harusnya saya juga bisa, ya.
ADVERTISEMENT
Tak seorang diri, nggak gila sendiri. Ternyata, banyak juga ibu lain yang mengalami hal sama, seperti menemukan teman seperjalanan, teman dalam suka dan duka. Jangankan berbagi tips ringan yang mungkin belum terpikirkan oleh kita, hanya didengarkan saja curhatannya, sudah cukup membuat hati saya lega. Apalagi kalau ternyata hanya dari cerita pengalaman kita, ada beberapa teman yang terbantu, tak terbayarkan rasa bahagianya.
Kebetulan sudah 4 tahun ini saya menjadi Rangkul, banyak hal yang telah saya lalui, baik sebagai ibu dari 2 anak perempuan yang semuanya tengah beranjak remaja maupun sebagai istri, sebagai anak, dan peran-peran lain di luar kehidupan berkeluarga. Harus saya akui, yang tadinya hanya berharap mendapatkan ilmu pengasuhan, ternyata saya mendapatkan banyak sekali ilmu kehidupan.
ADVERTISEMENT