Konten dari Pengguna

Geisha, Maiko, dan Oiran: Peran dan Perbedaan dalam Budaya Jepang

Rania Pramudita
Mahasiswa S1 Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga.
21 Oktober 2024 15:32 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rania Pramudita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Source: Pexels
ADVERTISEMENT
Mendengar kata oiran dan geisha pasti sudah tidak asing bagi kita, para penyuka budaya Jepang. Meskipun begitu, masih banyak yang salah mengartikan bahwa pekerjaan mereka sama, yaitu sebagai wanita penghibur atau pekerja seks komersial (PSK) di era Edo. Namun, kenyataannya, pekerjaan mereka sangat berbeda, meskipun tetap saling berkaitan.
ADVERTISEMENT
Kanji geisha (芸者) memiliki arti seniman. Geisha sendiri memiliki tugas untuk menghibur para tamu dengan berbagai cara, seperti menuangkan teh atau sake, bernyanyi, menari, menjadi teman berbincang, dan memainkan alat musik gesek yang disebut shamisen. Beberapa geisha terkenal karena menciptakan musik sendiri yang berirama melankolis. Geisha juga dikenal dengan istilah geiko, yang merupakan istilah khas daerah Kansai untuk menyebut sosok geisha. Geisha sangat umum pada abad ke-18 dan ke-19, dan masih ada sampai sekarang, walaupun jumlahnya sudah tidak sebanyak dulu.
Perjuangan untuk menjadi geisha ini tidak mudah, lho! Pelatihan menjadi geisha bisa berlangsung selama lima tahun atau lebih. Sebelum menjadi geisha, para gadis ini disebut maiko, gadis yang sedang belajar mengabdikan hidupnya untuk kebudayaan Jepang dengan cara menjadi seorang geisha. Biasanya, mereka berumur antara 15 hingga 20 tahun, tetapi pada beberapa kasus, ada juga yang sudah menjadi maiko sejak usia 6 tahun. Asal-usul maiko ini berasal dari para wanita penyaji teh dan dango (makanan Jepang yang terbuat dari tepung beras) untuk pengunjung Kuil Yasaka dan Kitano Tenmangu sekitar 300 tahun yang lalu. Pekerjaan maiko hampir sama dengan Geisha, yang membedakan hanyalah gelar mereka. Jika diibaratkan, Maiko adalah gadis magang geisha, dan geisha adalah penghibur tamu dengan cara bermain musik atau menari.
ADVERTISEMENT
Rumah-rumah geisha ini disebut okiya. Okiya mengambil gadis-gadis yang mayoritas berasal dari keluarga miskin dan kemudian melatih mereka. Okiya juga menggelar pentas seni, dan para gadis maiko ini akan dipasangkan dengan Geisha sebagai mentor pribadi. Pelatihan yang didapatkan para maiko ini tidak hanya sekadar belajar banyak bentuk seni seperti bermain alat musik dan menari, tetapi mereka juga mendapatkan banyak pelajaran hidup.
Nah, bagaimana cara membedakan antara maiko dan geisha? Perbedaan ini sebenarnya cukup terlihat jelas. Maiko mengenakan alas kaki pokkuri yang tingginya 10 cm, sedangkan geisha mengenakan sandal tradisional Jepang bernama zori atau geta. Sanggul maiko menggunakan rambut asli mereka, sedangkan Geisha menggunakan wig. Maiko mengenakan kimono furisode panjang dengan warna-warna yang cenderung terang, seperti merah muda pucat, sedangkan geisha mengenakan kimono gaya dewasa dengan warna-warna cantik atau klasik, seperti hitam dan biru tua. Untuk riasan, maiko selalu menerapkan riasan putih, sedangkan geisha biasanya melakukannya lebih jarang seiring bertambahnya usia, kecuali untuk acara formal dan tarian. Untuk aksesori rambut, para maiko biasa mengenakan jepit rambut yang disebut hanakanzashi yang cenderung ramai agar terkesan mewah atau imut, sedangkan geisha tidak mengenakan hanakanzashi mewah, melainkan hanya ornamen sederhana.
ADVERTISEMENT
Oiran (花魁) merupakan singkatan dari oira no tokoro no nee-san (おいらの所の姉さん) yang artinya "kakak perempuan dari tempat kita" dan kemudian disingkat menjadi oiran. Oiran bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK) di Yoshiwara Yuukaku (吉原遊廓). Yoshiwara adalah daerah yang sekarang dikenal dekat dengan Nihonbashi, Tokyo (日本橋), sedangkan Yuukaku merupakan kompleks atau blok untuk para pekerja seks yang telah diakui oleh pemerintah. Walaupun pekerjaan mereka demikian, para oiran ini adalah wanita berpangkat tinggi, bahkan lebih tinggi dari para pelanggan mereka sendiri.
Rumah para oiran ini disebut harimise. Para oiran akan duduk berbaris di belakang jeruji besi, dan pelanggan akan memilih pekerja seks atau yuujyo (遊女) yang mereka inginkan. Namun, oiran tidak bekerja di harimise ini; para pelanggan harus menggunakan rumah teh, atau yang biasa disebut chaya (茶屋), sebagai perantara. Para pelanggan juga harus membuktikan bahwa mereka memiliki banyak uang dan kekuasaan untuk dapat bermain bersama oiran. Untuk menerima layanan oiran, tidak cukup hanya dengan memiliki banyak uang; para pelanggan harus bertemu dengan oiran setidaknya tiga kali. Setelah itu, oiran akan menentukan pelanggan mana yang layak menerima layanannya. Pada pertemuan pertama, oiran akan duduk berjauhan dengan pelanggannya dan tidak makan, minum, ataupun berbicara dengan mereka. Pada pertemuan kedua, Oiran akan duduk lebih dekat dengan pelanggannya tetapi tetap tidak minum, makan, ataupun berbicara dengannya. Pada pertemuan ketiga, pelanggan akan menjadi najimi (馴染み), yang artinya pelanggan sudah akrab. Pelanggan akan memiliki nampan dan sepasang sumpit dengan namanya, dan mereka harus membayar najimikin (馴染み金) atau uang untuk layanan oiran sebelum oiran memberikan layanannya. Namun, oiran juga berhak menolak pelanggannya karena oiran memiliki status sosial yang lebih tinggi. Saat jamuan makan, oiran duduk di kamiza (上座) dan pelanggan duduk di shimaza (下座). Di Jepang, orang dengan status sosial lebih tinggi akan duduk di kamiza, tetapi perbedaan ini hanya berlaku di Yoshiwara Yuukaku.
ADVERTISEMENT
Untuk menjadi oiran ada tiga tahapan. Tahap pertama adalah kamuro, yang bertugas melayani oiran dan mempelajari kode etik yukaku yang diajarkan oleh yuujyo senior. Biasanya, ini dilakukan oleh anak-anak berumur sekitar 10 tahun. Tahap kedua adalah shinzuo, yang biasanya dilakukan oleh remaja berusia sekitar 15–16 tahun yang akan diseleksi untuk menentukan siapa yang pantas menjadi oiran. Setelah lulus dua tahap tersebut, mereka baru bisa disiapkan menjadi oiran. Tidak semua orang bisa menjadi oiran karena mereka harus ahli dalam bidang seni, seperti kaligrafi, ikebana (seni merangkai bunga), tata cara upacara minum teh, menulis puisi, dan ahli dalam bermain musik seperti alat musik koto dan shamisen. Mereka juga harus kuat secara fisik karena berat kimono oiran bisa mencapai 20 kg, dan ornamen yang ada di rambut mereka bisa mencapai 10 kg. Selain itu, mereka juga harus pandai berbicara, mempelajari karya sastra Jepang klasik, serta memiliki keterampilan bermain igo (sejenis permainan catur khas Jepang). Dengan banyaknya keterampilan yang dimiliki, oiran sering disebut sebagai "wanita ideal."
ADVERTISEMENT
Saat para pelanggan memanggil oiran sebelum pertemuan ketiga, geisha yang akan menghibur para tamu dengan memainkan alat musik shamisen, bernyanyi, menari, dan menuangkan teh sambil berbincang dengan para tamu sembari menunggu oiran datang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa maiko, geisha, dan oiran adalah pekerjaan yang berbeda tetapi tetap saling berkaitan. Maiko adalah gadis yang berpenampilan mirip geisha di Kyoto dan Jepang Barat, atau lebih mudahnya, mereka adalah gadis magang geisha. Geisha adalah penghibur, penari, peracik teh, serta seniman yang menghibur para tamu saat mereka menunggu oiran datang. Oiran adalah pekerja seks komersial (PSK) yang memiliki status sosial tinggi.