Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Perjuangan Sepanjang Masa
9 Juli 2021 13:01 WIB
·
waktu baca 1 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 13:57 WIB
Tulisan dari Dewi Maharani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Penurunan omzet terjadi pada Sri Haryani, seorang ibu anak tunggal ini bekerja sebagai pedagang kacang mete. Ia setiap hari melakukan pekerjaan yang terbilang berat, mulai dari subuh berkumandang hingga matahari terbenam.
Ia harus menggunakan sarung tangan agar tidak terkena getah dari kacang mete tersebut. Mulai dari tahap pertama, menyeklok, kacang dibelah menggunakan alat berbahan besi. Kemudian, kacang dicukil satu per satu hingga terlepas dari kulitnya.
Air keringat mengucur deras, masker yang membuatnya sedikit sesak, di bawah teriknya matahari, menjemur puluhan kilogram mete di halaman rumah sudah menjadi makanannya setiap hari untuk menghidupi anak tunggal kesayangannya.
"Mau gak mau kaya gini, Mbak, siapa lagi kalo bukan saya," Ungkap Sri.
Terlihat dari perjuangan dan komitmennya, ia sangat sayang dan tak ingin anaknya tidak lanjut pendidikan. Sesekali ia bercerita, "Thole suka gak mikirin ibunya, padahal saya berjuang mati-matian buat dia."
ADVERTISEMENT
Meskipun pandemi ini menghajar babak belur Sri berkali-kali, omzet turun hingga 50%, ia tetap tidak menuntut anaknya untuk membantunya bekerja. Tuntutan ia hanyalah, "Tugas dia sekarang cuma belajar, untuk kerja nanti ada waktunya pas umurnya sudah cukup."
Seorang single parent ini akan terus berjuang hingga tetes darah terakhir. Tanpa bantuan seorang suami pun ia sanggup menghidupi anak satu-satunya itu.
Seorang wanita tangguh, perkasa, dan panutan, Sri Haryani.