Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.106.0
Konten dari Pengguna
Revolusi CRISPR dalam Penanganan HIV: Obat Masa Depan, Dinamika Sosial dan Seks
9 Juni 2025 11:11 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Rasya Irshan Ahmad Al Farizzi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, khususnya sel CD4 (jenis sel darah putih yang penting untuk melawan infeksi). HIV pertama kali ditemukan di Afrika tepatnya di Republik Demokratik Kongo dan pada tahun tahun 1980 serta diakui sebagai epidemi global yang membutuhkan respons segera dan berkelanjutan oleh WHO.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri menurut Kemenkes tercatat sebanyak 35.415 kasus baru HIV dan 12.481 kasus baru AIDS ditemukan sepanjang periode Januari-September 2024. Ini menunjukkan adanya penemuan kasus baru yang signifikan.
Hingga saat ini belum ada obat yang mampu membunuh virus tersebut dari tubuh pengidap, meski demikian ilmuan terus berusaha mencari berbagai metode dan terapi untuk menghambat pertumbuhan dan penyebaran virus.
Salahsatunya dengan obat oral ARV yang dikonsumsi seumur hidup oleh penderita guna menghampabat pertumuhan virus dan mengurangi infeksi oportunitis.
Virus HIV menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase untuk mengubah materi genetiknya dari RNA menjadi DNA agar bisa mengintegrasikan diri ke dalam DNA sel inang. NRTI bekerja dengan memblokir enzim ini. Mereka bertindak sebagai "blokade palsu" dalam proses pembangunan rantai DNA virus, sehingga replikasi virus terhenti, ini adalah cara kerja dari ARV kelas NRTI dalam obat Abacavir.
ADVERTISEMENT
Saat ini ilmuan sedang mengembangkan metode pengobatan dengan teknologi CRISPR/Cas9 untuk mengeliminasi DNA HIV-1 dari genom sel-T manusia yang telah terinfeksi. Teknik ini secara spesifik menargetkan dan memotong bagian DNA virus yang telah terintegrasi dengan materi genetik inang sehingga menghapus cetak biru virus secara permanen dari dalam sel tanpa merusak sel itu sendiri.
Dr James Dixon, profesor muda bidang teknologi sel punca dan terapi gen di Universitas Nottingham, menyepakati hal ini. Menurut Dixon, temuan lengkap masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
"Butuh lebih banyak tes untuk menunjukkan bahwa hasil pengujian sel ini dapat terjadi di seluruh tubuh untuk terapi pada masa depan," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Excision BioTherapeutics mengatakan setelah 48 minggu, tiga relawan dengan HIV tidak mengalami efek samping yang serius. Namun, Dr. Jonathan Stoye, seorang ahli virus di Institut Francis Crick di London, mengatakan penyingkiran HIV dari semua sel terkena virus di dalam tubuh "sangatlah menantang".
"Efek pengobatan yang tidak tepat sasaran, dengan kemungkinan efek samping jangka panjang, tetap menjadi perhatian," katanya.
Kebanyakan orang yang hidup dengan HIV membutuhkan terapi antiretroviral jika berhenti minum obat virus yang dorman dapat aktif kembali dan menjadi kambuh lagi, dan hingga saat ini satu-satunya obat dalam menekan jumlah virus untuk meningkatkan taraf kehidupan bagi penderita HIV hanya dengan mengonsumsi obat oral. Meski begitu banyak sekali penelitian yang dilakukan oleh ilmuan demi kemajuan pengembangan obat HIV.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana dampak sosial seperti stigma masyarakat terhadap penemuan ini? Apakah dapat mengubah dinamika seks bebas di kalangan masyarakat?
Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, faza Aufa, memberikan tanggapan terkait dampak sosial stigma masyarakat terhapad penemuan pengobatan HIV dengan teknologi CRISPR serta pandangan dinamika seks bebas di kalangan masyarakat. Dia mengatakan bahwa penemuan ini dapat mendorong perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan.
Dia juga menuturkan bahwa untuk mengubah stigma negatif masyarakat terhadap pengidap HIV akan sangat sulit dilakukan namun bukan berarti tidak bisa, perlu adanya edukasi lebih untuk mengubah kesalahpahaman tentang penyebaran virus HIV karena dengan adanya penemuan ini dapat menyelamatkan jutaan nyawa pengidap HIV di seluruh dunia.
"Saya berharap dengan adanya penemuan ini dapat mendorong perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan karena saya percaya bahwa semua orang memiliki hak untuk hidup sehat, dan teruntuk stigma negatif masyarakat memang masih sangat melekat namun kita sebagai kaum terpelajar sudah sepatutnya memberikan pemahaman lebih terkait penyebaran virus HIV agar penderita HIV tidak mendapatkan lagi diskriminatif dari masyarakat. Dan juga saya berharap dengan adanya penemuan ini masyarakat tidak mengabaikan apa saja yang menjadi penularan virus ini seperti tidak melakukan seks bebas, selalu menggunakan kondom saat melakukan hubungan seks, jauhi narkoba dan setia pada satu pasangan," ujarnya, Minggu, (8/6).
ADVERTISEMENT