Peran BI Menghadapi Tingkat Suku Bunga di Tengah Pandemi Covid-19

Ratna Arvianti
Mahasiswa program studi Ekonomi Pembangunan UMM
Konten dari Pengguna
7 Januari 2022 16:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ratna Arvianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo mengumumkan secara resmi bahwa Covid-19 telah masuk ke Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Covid-19 ialah penyakit yang menyebabkan infeksi pada saluran pernafasan manusia. Seperti yang kita ketahui bahwa pandemi Covid-19 telah mengganggu seluruh sektor sendi kehidupan masyarakat baik kesehatan, sosial, budaya, pendidikan, pariwisata, dan ekonomi. Pandemi Covid-19 mengakibatkan krisis pada perekonomian di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana dengan tingkat suku bunga di Indonesia?
Ilustrasi kenaikan tingkat suku bunga. Foto: Pexels.com/Ahsanjaya
Seperti yang kita ketahui bahwa tingkat suku bunga merupakan pedoman yang digunakan sebagai tolak ukur dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara tak terkecuali Indonesia yang notebennya adalah negara berkembang. Di tengah pandemi Covid-19 BI berkoordinasi dengan Pemerintah dan KSSK . Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga pada angaka 3,5%. Hal tersebut telah disampaikan oleh Perry Warjiyo selaku Gubernur Bank Indonesia.
"Rapat Dewan Gubernur BI pada 16-17 Juni 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) tetap sebesar 3,5%, suku bunga deposite facility tetap sebesar 2,75%, dan suku bunga lending facility tetap sebesar 4,25%. Keputusan ini konsisten dengan perkiraan inflasi yang tetap rendah dan stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga, serta sebagai upaya untuk memperkuat pemulihan ekonomi nasional." ujarnya
ADVERTISEMENT
Untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional Indonesia di tengah pandemi Covid-19 Bank Indonesia telah memutar otak dan tetap berkoordinasi dengan Pemerintah maupun KKSK untuk mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial akomodatif serta mempercepat digitalisasi sistem pembayaran Indonesia. Bank Indonesia telah menambah Quantitative Easing per 15 Juni 2021 sebesar Rp. 94,03 Triliun, pembelian SBN di pasar perdana per 15 Juni 2021 sebesar Rp. 116,26 Triliun. Di sisi sektor eksternal defisit transaksi pada tahun 2020 cenderung lebih rendah dibanding pada tahun 2021 dengan perkiraan dibawah 2,5%-3% PDB. Sejalan dengan hal tersebut, nilai tukar rupiah terus menguat seiring dengan berlanjutnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik.
Menurut saya dengan berjalannya kebijakan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. BI tetap konsisten untuk menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah, baik ditingkat pusat maupun daerah untuk mengendalikan jumlah iflasi agar tetap rendah untuk memulihkan perekonomian nasional di Indonesia.
ADVERTISEMENT