Konten dari Pengguna

Bahasa Puitis Menjadi Ajang Eksplorasi Ekspresi Jiwa Generasi Z

Ratna Wulandari
Mahasiswi Ekonomi Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27 Desember 2023 8:29 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ratna Wulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/buku-catatan-nilai-alat-tulis-seri-2246457/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/buku-catatan-nilai-alat-tulis-seri-2246457/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ku langitkan sumpah serapah yang selalu kujunjung saat siang dan malam, mengharap apa yang dipinta segera ku dapat. Namun tahun demi tahun terlewati dan yang dinanti tak kunjung terbagi. Maka ku bumikan seluruh sumpah serapahku, bukan karena tak ingin dinanti, namun tepatnya aku menerima dengan seikhlas-ikhlasnya. Itulah sepenggal bahasa puitis yang acap kali beberapa Generasi Z merealisasikan perasaanya melalui diksi yang terangkai sedemikian rupa.
ADVERTISEMENT
Generasi Z Merupakan kelompok anak muda yang tumbuh di era digital, mereka tidak habis-habisnya membawakan keunikan tersendiri dalam menyampaikan pemikiran, gejolak jiwa, hingga perasaan mereka sendiri. Salah satu aspek yang menonjol adalah penggunaan bahasa puitis.
Kerap kali kita selalu mendengar bahasa puitis yang kadang kala tutur katanya menyimpan beribu makna. Apa itu sebenarnya bahasa puitis? Bahasa puitis merujuk pada penggunaan kata-kata dengan cara yang kreatif dan artistik untuk menyampaikan makna dan perasaan secara mendalam pada objek tertentu.
Puisi adalah pengucapan bahasa yang memperhitungkan adanya aspek-aspek bunyi di dalamnya, yang mengungkapkan pengalaman imajinatif, emosional, dan intelektual penyair yang ditimba dari kehidupan individu dan sosialnya, yang diungkapkan dengan teknik tertentu, sehingga puisi itu dapat membangkitkan pengalaman tertentu pula dalam diri pembaca atau pendengarnya (Padi, 2013).
ADVERTISEMENT
Penggunaan bahasa puitis cukup digandrungi oleh beberapa Generasi Z, karena bahasa puitis melibatkan kebebasan aturan kebahasaan dan menjadi ajang untuk mencurahkan perasaan dalam benak mereka. Pew Research Center and National Endowment for the Arts memberikan wawasan lebih lanjut. Studi mereka mengungkapkan bahwa 72% pembaca Gen Z menganggap penting sastra mencerminkan kehidupan dan pengalaman mereka sendiri (Srivastava, 2023).
Sumber foto: https://www.istockphoto.com/
Di era ini puisi bukan lagi sebuah bentuk karya sastra yang kaku dan penuh persyaratan. Puisi dalam pengertian modern adalah puisi yang bebas. Puisi merupakan aktualisasi ekspresi dan ungkapan jiwa penulisnya (Wulandari, 2019). Maka dari itu tidak dipungkiri bahwa bahasa puitis mulai digemari oleh kalangan remaja Generasi Z. Setelah kita mengetahui pengertian bahasa puitis, kita perlu mengetahui hal apa saja yang menjadi faktor bahwa bahasa puitis ini cukup digemari para Generasi Z.
ADVERTISEMENT
1. Pembebasan dari Aturan Kaidah Kebahasaan
Generasi Z cenderung melihat dunia dari perspektif yang lebih luas mereka merasa bebas untuk melibatkan diri dalam eksplorasi bahasa serta menunjukan ekspresi diri dengan kata-kata yang memiliki makna mendalam.
2. Penggunaan Majas dalam Aktivitas
Bahasa puitis kerap kali ditemukan dalam penggunaan majas yang kuat. Generasi Z menggunakan analogi dan perumpamaan untuk menyampaikan perasaan dan pengalaman sehari-hari mereka. Majas metafora maupun hiperbola menjadi pintu utama untuk melihat dunia pada dimensi yang lebih mendalam.
3. Penekanan pada Pengalaman Pribadi
Puisi Generasi Z sering kali mencerminkan pengalaman pribadi mereka, dari kebahagian hingga kenestapaan kehidupan. Bukti statistik mendukung hal ini. Survei yang dilakukan oleh Pew Research Center mengungkapkan bahwa 78% pembaca Gen Z menghargai karakter yang dikembangkan dengan baik, 75% mencari plot yang menarik, dan 63% tertarik pada tema yang menggugah pikiran (Srivastava, 2023). Pada kajian sastra khususnya mengenai kajian sosiologi sastra. Secara umum meneliti hubungan sastra dengan struktur sosial. Hal ini setidak-tidaknya dapat dirumuskan dalam beberapa pendekatan. Pertama sastra merupakan cerminan dan refleksi sosial (Susanto, 2016). Artinya sastra sendiri memberikan gambaran tentang keadaan sosial, seperti kaitanya isi puisi sama halnya dengan isi perasaan sang pengarang.
Sumber foto: https://pixabay.com/id/
4. Media Sosial Sebagai Tempat Menuangkan Puitis
ADVERTISEMENT
Pada dewasa ini, Generasi Z menggunakan bahasa puitis melalui media sosial, platform online menjadi jembatan mereka untuk menuangkan kalimat puitis yang berimbuhan dan populer di era teknologi ini. Selain itu semakin banyak kalimat puitis yang tersebar pada platform online, maka hal tersebut dapat memperkaya kosakata mereka sehingga menciptakan warna dan emosi pada perasaan.
5. Sebagai Kritik Sosial untuk Menyuarakan Aspirasi
Generasi Z menggunakan bahasa puitis untuk menyuarakan pandangan mereka terhadap polemik sosial dan politik. Mereka melahirkan karya-karya yang penuh dengan kritik konstruktif, dengan merangkai tutur kata untuk menyoroti ketidakadilan, kesenjangan, dan perubahan yang mereka kehendaki. Salah satu tokoh yang berjuang melalui sastra dalam mempertontonkan kekritisannya terhadap pemerintah dan menyuarakan keadilan adalah Wiji Thukul (Susas, 2020).
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Puisi merupakan karya sastra yang berisi tafsir mengenai kehidupan yang berhasil dijalani pengarangnya, baik yang kasat mata maupun pada perasaan. Oleh karena itu, puisi dianggap sebagai wujud pemikiran dan perasaan penyair sebelum realita kehidupan. Bahasa puitis mereka mencerminkan semangat kebebasan berekspresi dan kreativitas yang menjadi ciri generasi yang dibesarkan di era digital. Kebanaran puisi yang mengacak nuansa emosional lebih tinggi daripada kebenaran sains, dalam diksi puisi yang agung tidak hanya menunjuk pada makna dan penyampaian, melainkan kalimat itu hidup, berdengung dan mengalir pada hakikatnya. Maka dari itu bahasa puitis menjadi ajang eksplorasi ekspresi jiwa Generasi Z.
Sumber Bacaan :
Susanto, D. (2016). Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: CAPS.
Padi. (2013). Kumpulan Super Lengkap Sastra Indonesia. Jakarta: Pustaka Makmur.
ADVERTISEMENT
Wulandari, F. (2019). KEMAMPUAN MENULIS PUISI BEBAS DENGAN TEMA NILAI-NILAI KARAKTER BANGSA MAHASISWA SEMESTER GENAP 2017-2018 STKIP BUDIDAYA BINJA. Jurnal Serunai Bahasa Indonesia, 16(1), 87–95.
Medium.com Diakses Pada Tanggal 24 Desember 2023: https://medium.com/@imshub13/from-page-to-pixel-the-past-present-and-future-of-literature-in-the-different-eras-f589d2110f8c
Susastra Fakultas Ilmu Budaya UNDIP Diakses Pada Tanggal 24 Desember 2023: https://susastra.fib.undip.ac.id/masihkah-sastra-mampu-menjadi-media-kritik/