Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tom Lembong Belum Dapat Dikatakan Bersalah, Kenapa?
25 November 2024 10:58 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Rayhan Gunawan Sejahtera tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Thomas Trikasih Lembong atau yang dikenal sebagai Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi oleh Kejagung pada saat ia menjabat sebagai Mendag pada tahun 2015-2016 lalu. Sangkaan terhadapnya didasarkan atas perbuatannya yang memberikan izin impor gula pada PT PPI disaat Indonesia sedang mengalami surplus gula. Padahal kewenangan dalam importasi gula merupakan kewenangan BUMN, hanya BUMN yang diizinkan dalam melakukan impor gula kristal putih dengan pertimbangan bahwa kebijakan impor tersebut harus sesuai dengan kebutuhan dan sudah memperoleh kesepakatan dalam rapat koordinasi antar kementrian dalam rangka menjaga stabilitas dan ketersediaan harga gula kristal putih.
ADVERTISEMENT
Importasi gula yang dilakukan pada waktu itu ialah berupa impor gula mentah, padahal dalam hal pemenuhan dan menjaga stabilitas harga seharusnya gula yang diimpor adalah gula kristal putih. Berdaskan kebijakan tersebut Tom Lembong diduga merugikan negara hingga Rp 400 miliar dengan besaran impor gula 4,36 juta to dan 5,2 juta ton pada tahun 2015 dan 2016. Atas dasar tersebut Tom Lembong disangkakan melanggar pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan prinsip hukum asas praduga tak bersalah (presumption of innocent) meskipun Tom Lembong sudah menyandang status tersangka, ia belum dapat dikatakan bersalah. Hal itu karena pada prinsip ini, pelaku tindak pidana baru dapat dikatakan bersalah jika sudah terdapat putusan pengadilan yang menyatakan bahwa ia bersalah dan putusan tersebut sudah mempunyai kekuataun hukum tetap.
ADVERTISEMENT
3 Sumber hukum tertulis Indonesia yang menjadi landasan fundamentalis asas praduga tak bersalah sebagai berikut:
1. KUHAP butir 3 huruf C yang berbunyi
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
2.. Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Pasal 8 ayat 1
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
3. Undang-undang HAM Pasal 18 ayat 1
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau dituntut karena disangka melakukan tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
Dalam pasal-pasal tersebut secara eksplisit ditegaskan bahwa seorang pelaku tindak pidana wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan. Hal itu terkait dengan harkat dan martabat tersangka atau terdakwa sebagai manusia yang harus diajaga oleh apparat penegak hukum (legal structural).
sebagaimana yang dijelaskan oleh Yahya Harahap menjelaskan bahwa tujuan asas praduga tak bersalah dalam sistem peradilan pidana adalah memberikan panduan bagi penegak hukum untuk menerapkan prinsip akusator. Prinsip ini menempatkan tersangka atau terdakwa sebagai subjek dalam proses pemeriksaan, sehingga mereka diperlakukan dengan penghargaan terhadap martabat dan harga dirinya. Penegak hukum harus menghindari pendekatan inkusator yang memperlakukan tersangka atau terdakwa sebagai objek, yang bisa menimbulkan perlakuan sewenang-wenang.
Menurut Moeljanto asas praduga tak bersalah berfungsi untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat hukum yang mungkin tergoda untuk menghakimi seseorang sebelum ada bukti yang cukup. Menurutnya, asas ini melindungi terdakwa dari kemungkinan tindakan yang sewenang-wenang dan memastikan penegakan hukum yang objektif.
ADVERTISEMENT
Maka berdasarkan asas tersebut Tom Lembong belum dapat dikatakan bersalah saat ini meski sudah ditahap penahanan. Hal itu dikarenakan belum tedapat bukti yang sah dalam membuktikan kesalahan atau kejahatan tindak pidananya di Persidangan. Berlakunya asas tersebut juga sebagai proteksi terhadap kesewenang-wenangan aparat penegak hukum khususnya Kejagung dan juga agar meberlakukan tersangka sebagai subjek bukan objek.
Profesinalitas dalam kasus penangkapan Tom Lembong akan diuji berdasarkan alat bukti dalam persidangan dan begitujuga dengan stigma oposisi terhadap Kejagung juga akan diuji dalam putusan yang dikeluarkan oleh hakim. Jika hakim mengabulkan tuntutan atau petitum dari Kejagung maka Kejagung membuktikan sebagai instansi pemberantas korupsi yang professional pada kasus penangkapan Tom Lembong. Namun sebaliknya jika hakim menolak tuntutan dari Kejagung maka probabilitas masyarakat tentunya akan memertanyakan profesionalitas dan motif dibalik penangkapan Tom Lembong oleh Kejagung sebagaimana yang disangkakan saat ini oleh oposisi terhadap Kejagung yang berprasangka adanya intervensi poltik dan kekuasaan dalam kasus penangkapan tersebut.
ADVERTISEMENT
Hamzah, Andi. 2014. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta
Harahap M. Yahya. 2006. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.
Kitab Undang-undang Acara Pidana Nomor 1 Tahun 2023
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia