Eropa Babak Belur, US-China Tersenyum Puas

Rayhan Naufal Hibatullah
Financial writer, startup enthusiast, embedded system engineer, polyglot
Konten dari Pengguna
4 September 2019 9:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rayhan Naufal Hibatullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kekalahan Boris Johnson pada voting pertamanya sebagai perdana mentri UK untuk membawa UK keluar dari EU meskipun tanpa perjanjian dagang apapun pada selasa kemarin membuat saya tertarik untuk sharing sedikit tentang brexit.
ADVERTISEMENT
Hampir segala sesuatu tentang brexit masih menjadi misteri. Satu hal yang pasti, brexit akan merugikan kedua belah pihak, baik UK maupun EU. Hard exit (keluarnya UK dari EU tanpa adanya kesepakatan dagang apapun) merugikan EU sebesar 40 billion euros pertahunnya atau sekitar 622 triliun rupiah. Sebuah studi dari Bertelsmann stiftung menujukkan bahwa dengan keluarnya UK dari single market EU, biaya perdagangan akan jadi sangat mahal. Lalu siapa yang akan diuntungkan dari keluarnya UK dari EU?
Hanya Cina dan US yang akan ‘menang banyak’ dari peristiwa kali ini.
Bukan hanya EU yang akan kehilangan 622 triliun pertahunnya, UK justru mengalami kerugian yang lebih parah dari skema hard exit. Jika skema hard exit sungguh terealisasi, UK akan kehilangan 57 billion euros pertahunnya atau sekitar 887 triliun rupiah. Jerman sendiri akan kehilangan 10 billion euros atau 155 triliun rupiah pertahun sementara Prancis akan kehilangan 124 triliun rupiah pertahunnya.
ADVERTISEMENT
Dominic Ponattu dari Bertelsmann stiftung mengatakan bahwa negara yang memiliki industri yang kuat, contohnya indutri otomotif seperti Jerman, akan mengalami dampak kerugian terbesar.
Ketika Eropa sedang berdarah-darah, US akan diuntungkan dengan tambahan 13 billion euros atau 202 triliun rupiah pertahunnya. Bukan hanya US, Cina juga akan mendapatkan tambahan kekayaan sebesar 77 triliun rupiah pertahun dari brexit.
soft brexit scenario merupakan jalan tengah terbaik yang bisa diusahkan. meskipun dengan soft brexit, EU masih akan tetap merugi sekitar 22 billion euros pertahunnya atau sekitar 324 triliun rupiah.
pertanyaannya kenapa rakyat inggris justru ingin keluar dari UK jika tau akan berdarah-darah?
Sebagai negara yang pernah menguasai dunia, UK merasa perannya dikerdilkan dengan masuk ke EU. Dengan masuk ke EU, UK tidak bisa mengambil keputusan untuk mengatur batas wilayahnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Masalah yang paling serius adalah Flüchtlinge atau pengungsi. Beberapa pemimpin negara-negara kuat di EU seperti Angela Merkel berpendapat bahwa menolong para pengungsi adalah kewajiban moral dan EU harus menolong serta menyediakan tempat.
Sementara itu, UK menganggap bahwa masalah ini bukanlah masalah yang bisa ditentukan di ranah EU karena masuknya pengungsi ke UK akan berpengaruh langsung ke kehidupan rakyat inggris sehari-harinya. Intinya UK menginginkan kembali kedaulatannya untuk mengatur siapa saja yang bisa masuk ke negaranya. Selain masalah pengungsi, UK juga ingin agar orang-orang yang akan masuk ke UK memang orang-orang yang skillnya dibutuhkan, bukan orang-orang dari EU terutama Eropa timur yang mencoba mencari peruntungan dengan mengadu nasib di London.
Dengan menjadi bagian dari EU, UK tidak bisa membuat hukum untuk negaranya sendiri dalam beberapa bidang. Mereka harus taat pada hukum yang sudah ditetapkan bersama di parlemen Eropa.
ADVERTISEMENT
Contohnya sejak adanya aturan EU tentang Flight Delay Compensation pada 17 February 2005, UK harus mengikuti ketentuan EU untuk memberikan kompensasi minimum kepada penumpang pesawat yang mengalami delay ataupun penerbangannya dibatalkan. Besarnya kompensasi dan hak-hak penumpang semuanya diatur oleh aturan EU dan UK tidak bisa dengan semena-mena mengganti ini dengan aturan UK walaupun masalah ini masih berada dalam wilayah kedaulatan UK.
Tidak leluasanya memilih partner dagang (semua harus dibicarakan di parlemen EU dulu) dianggap brexit voters sebagai salah satu alasan juga kenapa UK harus keluar dari EU.
Hal ini membuat UK merasa kedaulatannya sedikit demi sedikit terkikis. Itulah yang menyebabkan kemenangan brexit voters 52 persen pada referendum 2016 lalu. Hingga kini masalah brexit masih diperbincangkan karena eskalasinya di Eropa yang cukup besar.
ADVERTISEMENT
Akhir kata, marilah kita berharap bahwa Indonesia tidak terkena dampak akibat brexit cukup parah mengingat brexit menjadi salah satu penyebab Ekonomi Jerman yang kini diambang resesi. Mengenai resesi Jerman akan saya sambung pada tulisan berikutnya.