Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Presiden Pelanggar HAM Termahsyur : Persepektif Diaspora
18 Februari 2024 19:22 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Rayhan Naufal Hibatullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pertama-tama, selamat kepada presiden dan wakil presiden terpilih, Pak Prabowo dan Gibran. Bagi yang tidak mendukung beliau dan masih mencari-cari kecurangan pemilu atau menunggu hasil hitungan akhir silahkan. Saya percaya hasil quick count. Kecurangan seperti apapun kalau hasil quick count dari beberapa lembaga menunjukkan hasil yang kurang lebih sama, ya sudah. sebagai pendukung 04 jangan karena kalah lalu menjadi tidak rasional. Anggaran besar pemilu untuk cetak surat suara semestinya ditiadakan karena quick count sejatinya sudah adequat. Sekali lagi, selamat.
Kedua, hasil ini menjadi tamparan keras bagi saya karena tidak memahami bagaimana kondisi negri sesungguhnya. Menyalahkan pendukung 02 karena level pendidikan mereka yang inadequat tidak zielführend. Menyalahkan yang memilih karena diiming-imingi makan gratis tidak sepenuhnya bisa dijustifikasi. Saya tidak pernah mengalami rasanya lapar seperti apa dan bahkan baru tau kalo ternyata beli nasi goreng bisa pake nasi sendiri dan minta dimasakkan oleh abang-abangnya. Circle saya bahkan sama sekali tidak paham apa yang saya bicarakan. Kalian yang membaca pesan ini mungkin juga sama. Jika ada diposisi mereka, saya mungkin akan melakukan hal yang sama, yang penting bisa makan dulu. Menyalahkan orang-orang yang menggunakan isu-isu banal seperti ini untuk menggalang suara juga bukan solusi. Selama kondisi rakyat kita masih seperti hari ini, isu-isu serupa akan terus digunakan, siapapun politisinya, apapun partainya. Oleh karena itu, ijinkan saya menyalahkan diri sendiri.
Hitungan kasar saya, kalian yang membaca pesan ini bukan hanya termasuk golongan 1 persen di Indonesia. Kita termasuk dari 0.003 % rakyat Indonesia. Silver spoon yang bisa sekolah ke luar negri tanpa beasiswa. Tugas kita tentu berbeda. Kita adalah penerus M. Hatta. Kita adalah Lee Kuan Yew nya Singapura. Kita adalah Kofi Annan nya Ghana. Mereka yang berpikir secara spektral dan bukan diametral. Oleh karenanya marilah kita tetap berharap pada Indonesia. Lanjutkan perjuangan kita untuk mendevelop algortima AI yang baru. Lanjutkan perjuangan kita untuk mendesain fuselage yang lebih aerodinamis. Lanjutkan perjuangan kita mengembangkan litographiemachinen untuk semiconductor yang lebih sophisticated, meskipun negara kita sedang dipimpin oleh salah seorang pelanggar HAM termahsyur dalam sejarah republik.
Mewakili Indonesia di forum-forum diskusi global untuk masalah ekonomi, energi, teknologi, dan lingkungan membuat saya berkontemplasi. Apakah rakyat Indonesia mau diwakili suaranya oleh orang seperti saya, yang taunya semua orang Indonesia kuliah minimal strata satu dan kampus di Indonesia hanya ada 3 : UI, ITB, dan UGM. Betapa realitätsfremd nya saya. Diwakili oleh saya, yang hanya beruntung bisa ada di waktu dan tempat yang tepat. Kalian yang membaca ini juga pernah ada di posisi yang sama, diskusi sana-sini dengan tema-tema penting dan sejuta buzzwordnya. Baik situasi formal maupun trivial. Mungkin hal serupa juga dialami oleh politikus-politikus tanah air kita.
ADVERTISEMENT
Saya percaya bahwa perubahan tidak hanya datang dari yang duduk di atas singgasana. Perubahan datang dari orang-orang biasa seperti kita. se-miniskul apapun yang kita lakukan dibidang kita, sedikit banyak akan mempengaruhi indonesia. Jangan pernah mengkerdilkan kontribusi kita terhadap negri. Mungkin kontribusi yang insignifikan itulah yang menjadi impetus bagi sesuatu yang esensial. Sekecil hanya membuat dunia tau bagaimana etos kerja dan attitude orang-orang Indonesia yang exceptional. Sekecil menunjukkan betapa profesional dan cerdasnya orang-orang kita. Sekecil menceritakan apa yang sedang kita lakukan kepada orang-orang terdekat kita, keluarga dan sahabat di rumah. Mungkin cerita itu keliatannya superfisial tetapi bisa membuka wawasan orang-orang yang mendengarnya. Ada sebuah pepatah : Untuk mengubah sebuah negara ubahlah dirimu karena perubahan dirimu akan berpengaruh pada keluargamu. Perubahan pada keluargamu akan berpengaruh pada linkungan sekitarmu. Perubahan pada lingkungan sekitarmu akan berpengaruh pada negrimu.
Terakhir, Kalau boleh menambahkan, mungkin yang diperlukan adalah orang-orang yang bisa berperan menjadi jembatan. Jembatan antara the haves and the have nots, jembatan antara yang cari rumput liar di sawah dan yang cari waran gorengan di bursa, jembatan antara yang nonten konser coldplay di GBK dan yang nonton silverman di lampu merah. Tugas jembatan itu berat tapi mulia. Tidak pernah ada yang pernah berterimakasih pada jembatan tapi absennya membuat semua berada dalam kepayahan. Jembatan itu dimulai dengan berkomunikasi dengan antitesis kita, orang yang punya latar belakang 180 derajat berbeda. Belajar memahami sudut pandang berbeda, karena tidak ada argumen yang seratus persen benar. Terpelajar bukanlah yang sekolah sampe s3, tapi yang selalu bisa menemukan sudut pandang pro dan kontra di setiap masalah yang dihadapkan padanya. Saya harap kita yang membaca ini bisa menjadi jembatan-jembatan untuk pembangunan bangsa. Sekian
ADVERTISEMENT
Rayhan Hibatullah,
Berlin, 16 Feb, 2024.