Konten dari Pengguna

Generasi Z Rentan Terkena Kesehatan Mental?

Rayhan Yanuar
Mahasiswa Ilmu Komunikasi yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Andalas.
14 Oktober 2024 13:01 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rayhan Yanuar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kesehatan mental adalah isu yang semakin mendesak yang banyak menimpa generasi Z, yang terdiri dari individu yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Generasi ini telah tumbuh dalam era digital yang penuh tekanan, di mana tantangan-tantangan baru muncul secara terus-menerus. Meskipun terhubung secara luas dengan teknologi, generasi Z sering kali merasa terisolasi secara sosial. Meskipun mereka dapat terhubung dengan mudah melalui media sosial dan teknologi digital, hubungan yang nyata dan mendalam seringkali kurang. Kesepian ini dapat menjadi pemicu bagi masalah kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan stres.
sumber : desain pribadi
Salah satu aspek yang memperumit kesehatan mental generasi Z adalah tekanan yang mereka alami di bidang pendidikan. Generasi ini tumbuh dalam sistem pendidikan yang sangat kompetitif, di mana pencapaian dan prestasi menjadi fokus utama. Tekanan untuk berhasil, baik di lingkungan pendidikan maupun dalam ujian standar, dapat menciptakan beban yang berat bagi para pelajar dan mahasiswa. Bukan hanya tekanan akademis, tetapi juga ekspektasi yang tinggi dari keluarga, teman sebaya, dan masyarakat secara keseluruhan, dapat menambah stres yang mereka alami.
ADVERTISEMENT
Penggunaan media sosial juga menjadi aspek yang signifikan dalam kesehatan mental generasi Z. Sementara media sosial memungkinkan mereka untuk terhubung dengan teman dan keluarga, mereka juga mengekspos generasi Z pada perbandingan yang merugikan dan citra tubuh yang tidak realistis. Perbandingan yang konstan dengan gaya hidup "sempurna" yang ditampilkan oleh orang lain di media sosial dapat merusak harga diri dan menyebabkan rasa tidak memadai.
Selain itu, ketidakpastian masa depan juga merupakan sumber kekhawatiran yang signifikan bagi generasi Z. Tingkat pengangguran yang tinggi, biaya hidup yang mahal, dan ketidakpastian ekonomi dapat meningkatkan kecemasan dan ketidakamanan mengenai masa depan. Mereka tumbuh dalam dunia yang terus berubah dengan cepat, di mana pekerjaan yang mereka impikan mungkin tidak lagi ada atau mengalami perubahan yang signifikan.
ADVERTISEMENT
Stigma terhadap kesehatan mental juga merupakan hambatan besar bagi generasi Z dalam mencari bantuan dan dukungan. Meskipun kesadaran tentang kesehatan mental telah meningkat, stigma dan stereotip negatif masih ada. Banyak dari mereka yang merasa malu atau takut untuk mencari bantuan karena takut dicap sebagai lemah atau tidak mampu mengatasi masalah mereka sendiri. Hal ini dapat mengakibatkan penundaan dalam pencarian bantuan dan memperburuk kondisi kesehatan mental mereka.
sumber : instagram @letstalk.mentalhealth
Namun, meskipun tantangan yang dihadapi generasi Z dalam hal kesehatan mental sangat besar, ada juga ruang untuk perubahan positif. Meningkatkan kesadaran tentang kesehatan mental di kalangan generasi Z adalah langkah penting yang dapat diambil. Ini dapat dilakukan melalui pendidikan di sekolah dan masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental dan cara mengelola stres. Dukungan sosial juga sangat penting dalam membantu generasi Z mengatasi isolasi sosial dan mendapatkan dukungan dalam menghadapi masalah kesehatan mental mereka.
ADVERTISEMENT
Mendorong percakapan terbuka tentang kesehatan mental juga merupakan langkah penting dalam mengurangi stigma yang terkait dengan masalah tersebut. Dengan membuka dialog yang jujur dan terbuka, generasi Z dapat merasa lebih nyaman untuk mencari bantuan dan dukungan ketika mereka membutuhkannya. Layanan kesehatan mental juga harus menjadi lebih mudah diakses dan terjangkau bagi generasi Z, sehingga mereka dapat dengan mudah mendapatkan bantuan saat mereka membutuhkannya.
sumber : instagram @letstalk.mentalhealth
Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Wilayah Sumatera Barat (Sumbar) berkolaborasi dengan Fakultas Psikologi dan Kesehatan (FPK) Universitas Negeri Padang (UNP), mengadakan seminar dengan tema "Mental Health Awareness, Is It Ok Not To Be Ok". Dalam pertemuan ini membahas lebih mendalam mengenai mahasiswa memiliki kerentanan mengalami masalah kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana kita tahu bahwa mahasiswa sekarang rata-rata mereka adalah generasi Z yang sedang menduduki bangku perkuliahan, itu sebabnya mahasiswa ini disebut sebagai generasi Z. Kegiatan seminar ini memang perlu diadakan guna melihat kesiapan mental para mahasiswa yang sedang dan akan menempuh dunia perkuliahan untuk ketahap selanjutnya. Dengan diadakannya seminar ini, HIMPSI bisa memberikan arahan dan juga menjelaskan pentingnya menjaga kesehatan mental bagi generasi Z yaitu mahasiswa.
Kegiatan seminar ini menghadirkan psikolog dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi, Zera Mendoza, M.Psi., dan Wakil Dekan I (WD I) FPK UNP, Dr. Farah Aulia, S.Psi., M.Psi., Psikolog., selaku pemateri, serta dihadiri 350 orang audiens yang terdiri dari pelajar dan mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Depresi dan kecemasan menjadi faktor utama dari masalah mental yang terjadi dikarenakan, jika dilihat dari pola hidup konsumtif para generasi Z sekarang, mereka sangat terikat dengan teknologi yang memumpuni dan juga gaya hidup yang hedonisme tidak dapat dipungkiri. Mereka selalu merasa kalau apapun yang mereka kerjakan dan yang diperbuat bisa dilakukan dengan instan, juga selalu mencari kepuasan dari setiap hasil yang ada.
Sebab itu para generasi Z tidak siap menerima tantangan yang baru karena sudah bisa dikatakan mereka ini sangat dimanja dengan teknologi yang digunakan dan tak siap untuk mendapatkan kritikan dan tekanan dari luar. Juga gaya hidup yang konsumtif tersebut juga bisa memicu kesehatan mental mereka karena generasi Z yang suka gaya hidup hedonisme ini terlihat sangat bergantung terhadap keuangan, sehingga ketika mereka merasa kekurangan maka timbul lah depresi dan kecemasan yang berlebih sehingga menganggu pada kesehatan mental mereka. Faktor-faktor seperti inilah yang timbul dari dalam diri mereka yang mengakibatkan depresi dan stress berlebih terhadap tantangan yang ada.
ADVERTISEMENT
Dr. Farah Aulia, S.Psi., M.Psi., Psikolog., juga menyampaikan sebanyak "12-50% mahasiswa memiliki kriteria gangguan mental yang umum, seperti depresi dan kecemasan. Masalah ini dapat dipicu oleh berbagai stresor, termasuk tekanan keuangan, tekanan akademis, dan keterpisahan dari rumah orang tua," ujarnya.
Padahal menurut World Health Organization (WHO) ada empat ciri-ciri sehat mental yaitu ; "Dapat bekerja secara produktif, menyadari potensinya sendiri, mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya, serta dapat mengatasi tekanan hidup yang normal,"
Bagi generasi Z itu yang kurang tertanam pada diri mereka, oleh sebab itu lah pemicu dari tekanan dari segala sisi yang mereka alami, yang sebelumnya mereka bisa mengerjakan sesuatu dengan instan, mendapatkan apapun dengan mudah, justru ketika saat ini dihadapkan dengan tantangan yang sedikit berbeda, pengaruh dari kesehatan mental mereka jadi ikut terganggu. Jadi tidak salah kalau saat sekarang ini para mahasiswa yang merupakan generasi Z banyak pergi ke psikolog untuk konsultasi masalah-masalah yang mereka alami sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, Dr. Farah Aulia, S.Psi., M.Psi., Psikolog., juga mengatakan ada dua faktor yang mempengaruhi kesehatan mental mahasiswa yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Internal biasanya berasal dari diri mahasiswa itu sendiri yang cenderung bisa dikendalikan, seperti rasa percaya diri, kemampuan manajemen (finansial, stress, waktu, emosi), dan orientasi seksual. Selanjutnya, faktor eksternal berasal dari luar diri mahasiswa, seperti beban akademik, biaya hidup dan biaya kuliah, tinggal jauh dari keluarga, serta bullying.
Ditambah di era teknologi yang berkembang, hampir semua generasi Z menggunakan sosial media, ternyata masifnya penggunaan internet dan sosial media dikalangan mahasiswa dapat mempengaruhi kesehatan mental. Karena dengan adanya kecanduan internet dapat menyebabkan pengaruh konsentrasi yang buruk, penurunan prestasi akademik, hingga bisa sampai kecendrungan untuk mengakhiri hidup.
ADVERTISEMENT
Di Universitas Andalas sendiri terdapat UPT Karir dan Konseling yang mana lembaga ini bergerak dibidang layanan untuk mahasiswa diperkembangan karir dan juga konseling karir. Memang fokus tujuan lembaga ini dimasalah karir namun juga tidak menutup kemungkinan ada beberapa dari mahasiswa ingin konsul untuk masalah mental mereka. Tercatat pada tahun 2023 terdapat 161 kali konseling yang terdapat di UPT Karir dan Konseling, jumlah ini meningkat seiring pertambahan tahun. Karena pada tahun 2022 terdapat 150-an kali konseling.
Walaupun lembaga ini lebih mengutamakan masalah karir, namun bisa dilihat banyaknya peningkatan jumlah yang ingin konseling di UPT Karir dan Konseling menandakan kalau banyaknya mahasiswa yang perlu dibimbing terhadap masadepan yang akan mereka tuju. Juga hampir merata mahasiswa dari setiap fakultas melakukan konseling disini.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, mungkin ada beberapa tips dari penulis untuk menjaga kesehatan mental yaitu ; kenali hal positif yang dimiliki, lakukan hal positif yang membuat diri merasa tenang, jaga hubungan baik dengan keluarga dan teman dekat, serta melatih kemampuan manajemen diri.