Konten dari Pengguna

Dilema Pembangunan Lumbung Pangan dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional

Muhammad Rayhan
Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN
25 Januari 2025 13:26 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Rayhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi petani sedang memilah gabah
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi petani sedang memilah gabah
Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional di tengah proyeksi kebutuhan pangan global yang akan meningkat 56% untuk memenuhi populasi 10 miliar jiwa pada 2050. Program lumbung pangan kembali menjadi fokus utama di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo melalui 8 Program Hasil Terbaik Cepat. Meski telah dicanangkan sejak era presiden pertama, implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan fundamental yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pemangku kepentingan.
ADVERTISEMENT

Sejarah Panjang Upaya Ketahanan Pangan

Program ketahanan pangan telah melalui perjalanan panjang sejak era presiden pertama. Setiap periode kepemimpinan membawa pendekatan berbeda, dari Kasimo Plan di era Soekarno, fokus swasembada beras di era Soeharto, reformasi sistem distribusi pangan masa SBY, penguatan basis korporasi petani di era Joko Widodo, hingga peningkatan produktivitas dengan lumbung pangan di era Prabowo Subianto. Kontinuitas program ini menegaskan bahwa ketahanan pangan merupakan prioritas nasional yang konsisten dari masa ke masa.

Ketahanan Pangan: Antara Harapan dan Kenyataan

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 menunjukkan penurunan signifikan luas pertanian pangan (padi, jagung, dan kedelai) hingga 40% dalam dekade terakhir. Penurunan ini dipicu oleh masifnya konversi lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman, degradasi kualitas tanah, dampak bencana alam, serta eksodus petani ke sektor non-pertanian. Menteri ATR/BPN dalam Rakernas DPP REI (5/12/2024) menegaskan tingkat konversi lahan pertanian ke non-pertanian mencapai 100.000-150.000 hektare per tahun.
ADVERTISEMENT
Deputi Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA, dalam diskusi bersama "Center for Indonesian Policy Studies" secara daring pada Selasa (15/10/2024), menyatakan bahwa kompleksitas tantangan ketahanan pangan semakin meningkat dengan adanya dampak perubahan iklim terhadap pola tanam dan produktivitas pertanian,
Beberapa sumber menyebut baru empat provinsi, yaitu Kalteng, NTT, Sumut, dan Papua dari 38 provinsi di Indonesia yang telah memiliki lumbung pangan dan terjaga sustainabilitasnya. Namun, dari keempat provinsi tersebut masih terdapat masalah kekurangan bahan pangan distribusi yang terhambat akibat infrastruktur yang belum memadai.
Kenyataan saat ini pemerintah masih harus terus berupaya mengatasi berbagai tantangan yang terjadi melalui berbagai kebijakan pendukung. Salah satunya, program penyaluran pupuk bersubsidi. Pada November 2024 realisasi program ini telah mencapai 90% dari target, dengan total target 7,54 juta ton. Sehingga pada akhir 2024 diharapkan telah mencapai 100% sesuai dengan kontrak pemerintah bersama PT. Pupuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penetapan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) menjadi langkah strategis dalam menahan laju konversi lahan. Program LSD telah melindungi lahan produktif dari ancaman alih fungsi. Program ini juga berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja sektor pertanian.

Lumbung Pangan: Solusi atau Beban Baru?

Fungsi ganda lumbung pangan sebagai penjamin ketersediaan pangan dan buffer stock saat krisis menjadikannya solusi strategis dalam stabilisasi harga. Data Kementerian Pertanian menunjukkan fluktuasi harga pangan sering terjadi akibat ketidakseimbangan supply-demand. Saat terjadi panen, harga pangan anjlok karena penawaran pasar melebihi permintaan pasar. Sebaliknya, ketika kondisi langka maka harga di pasar akan meroket. Kehadiran lumbung pangan akan menjadi sebagai solusi untuk mengatur distribusi dan stabilitas harga agar stabil.
ADVERTISEMENT
Selain itu sistem contract farming dalam pengelolaan lumbung pangan berpotensi meningkatkan kesejahteraan petani melalui penghasilan yang lebih stabil, produksi meningkat, dan pada akhirnya akan mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Tentu implementasi program ini tidak semudah yang dibayangkan. Pembangunan lumbung pangan membutuhkan investasi besar untuk infrastruktur, sistem penyimpanan, hingga jaringan distribusi. Capital Expenditure, atau pengeluaran modal yang digunakan juga akan membengkak karena tidak semua daerah memiliki kapasitas fiskal yang mumpuni untuk membangun dan menjaga keberlangsungan lumbung pangan itu sendiri.

Mencari Jalan Tengah

Di tengah pro dan kontra, program lumbung pangan tetap menjadi salah satu instrumen penting dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Menurut Wulandari (2018) menunjukkan memang terdapat lumbung pangan yang berfungsi baik akan berperan dalam menjaga ketahanan pangan suatu daerah.
ADVERTISEMENT
Selain itu diharapkan dengan meningkatnya daerah dengan lumbung pangan yang aktif maka Indonesia akan mengalami penurunan ketergantungan impor terhadap bahan makanan yang berujung peningkatan devisa negara dan penguatan ekonomi lokal.
Kunci keberhasilan program ini adalah integrasi yang baik antara pemerintah pusat, daerah, dan pelaku usaha pertanian. Tanpa itu semua, mimpi Indonesia mencapai swasembada pangan hanya akan menjadi wacana yang terus berulang dari satu periode pemerintahan ke periode berikutnya.