Konten dari Pengguna

Terjebak Patriarki: Mengapa Catcalling Masih Marak Terjadi?

Rayna Althia Zahra
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Pamulang
2 Juli 2024 7:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rayna Althia Zahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(Sumber: shutterstock.com)
zoom-in-whitePerbesar
(Sumber: shutterstock.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Catcalling adalah bentuk pelecehan seksual di ruang publik yang melibatkan komentar atau ucapan tidak senonoh dan bernada seksual, baik secara verbal maupun nonverbal, yang ditujukan kepada orang lain, umumnya perempuan. Catcalling dapat berupa lelucon ataupun godaan terhadap lawan jenis yang secara tidak langsung mengarah pada seksualitas. Dalam melakukan catcalling pelaku seringkali melontarkan komentar ataupun siulan yang menghina dan melecehkan korban, ucapan seperti
ADVERTISEMENT
“sstt ssstt, sendirian aja neng”,
“body kamu bagus banget”
“mau kemana dek, sini abang antar ”
Masih banyak kalimat melecehkan yang diucapkan dari pelaku catcalling, bahkan hingga tindakan fisik seperti menyentuh bagian tubuh secara spontan dan Menatap bagian tubuh tertentu hingga membuat korban risih. Tindakan ini sering dilakukan pelaku karena alasan, seperti bosan atau bertujuan untuk menyinggung dan merendahkan objek yang mayoritas dialami oleh perempuan.
Hasil Survei Pelecehan Ruang Publik tahun 2019 menunjukkan bahwa 64% dari 38.776 perempuan mengalami pelecehan seksual di tempat umum, sedangkan 11% dari 33.403 laki-laki mengalami pelecehan seksual dan 69% dari 45 orang merupakan lawan jenis. Bentuk pelecehan yang umum dialami adalah verbal (komentar tentang tubuh, bersiul, dll), fisik (menghalangi, menyentuh, mengintai, mengambil gambar) dan visual, seperti menggoda, gerakan vulgar, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Budaya catcalling menjadi salah satu budaya patriarki yang masih mengakar di masyarakat. Banyak dari masyarakat yang masih menganggap perilaku catcalling sebagai ebagai pujian atau hal biasa karena hanya sekedar lelucon. Namun budaya merendahkan dan melecehkan secara fisik seperti ini kemudian memunculkan bentuk penguasaan laki-laki terhadap tubuh perempuan. Budaya patriarki yang masih mengakar kuat di masyarakat menjadi salah satu penyebab utama hal tersebut. Di mana laki-laki dianggap berhak untuk mengomentari dan melecehkan perempuan secara seksual di ruang publik.
Tindakan catcalling bisa memengaruhi kesehatan mental seseorang serta hak asasinya, yang memungkinkan mereka tidak dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan damai dan tenang baik secara fisik maupun emosional. Maka dari itu, pelaku catcalling harus ditindak secara tegas agar bisa dihentikan.
ADVERTISEMENT
Kita generasi muda, sebagai agen perubahan sosial, memiliki peran penting dalam melawan budaya patriarki dan menghentikan catcalling. Beberapa hal yang dapat dilakukan generasi muda untuk melawan catcalling yaitu:
1. Meningkatkan Kesadaran
Langkah pertama dalam melawan catcalling adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah ini. Generasi muda dapat melakukan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai media, seperti media sosial, seminar, dan workshop. Edukasi ini dapat menjelaskan tentang dampak negatif catcalling bagi korban, serta mendorong masyarakat untuk tidak melakukan catcalling dan berani menegur pelaku.
2. Membangun Solidaritas
Generasi muda dapat membangun solidaritas antar perempuan untuk saling mendukung dan melindungi diri dari catcalling. Solidaritas ini dapat diwujudkan dengan berbagai cara, seperti membentuk komunitas anti-catcalling, mengadakan aksi solidaritas, dan saling mengingatkan untuk selalu berhati-hati di ruang publik.
ADVERTISEMENT
3. Melawan Budaya Patriarki
Catcalling adalah salah satu bentuk manifestasi budaya patriarki. Generasi muda dapat melawan budaya patriarki dengan menantang norma-norma dan stereotip gender yang merugikan perempuan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempromosikan kesetaraan gender dan mendorong laki-laki untuk menghormati perempuan.
4. Melaporkan Kejadian Catcalling
Generasi muda dapat melaporkan kejadian catcalling kepada pihak berwenang, seperti polisi atau lembaga perlindungan perempuan. Laporan ini dapat membantu aparat hukum untuk menindak pelaku dan memberikan efek jera.
5. Menggunakan Teknologi
Generasi muda dapat memanfaatkan teknologi untuk melawan catcalling. Contohnya, dengan mengembangkan aplikasi untuk melaporkan kejadian catcalling, atau menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi tentang catcalling dan mendorong masyarakat untuk bertindak.
Pentingnya pemahaman mengenai catcalling ini harus ditekankan di lingkungan masyarakat sebagai bentuk untuk mengatasi ancaman bahaya dari catcalling. Kita juga harus meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat terkait budaya patriarki agar menciptakan kesetaraan gender di Indonesia. Karena kenyamanan dan keamanan dalam beraktifitas di lingkungan masyarakat adalah hak asasi bagi setiap orang. Selain itu, kesadaran masyarakat terutama perempuan untuk melaporkan kejadian pelecehan dan kekerasan dalam bentuk apapun guna memutus rantai kekerasan. Karena perempuan berhak atas hidup aman, dihargai, setara dan diperlakukan adil.
ADVERTISEMENT
Artikel ini ditulis oleh mahasiwa/i Ilmu Komunikasi, Universitas Pamulang. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.