Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kerja Sama Selatan-Selatan: Solidaritas Mewujudkan Kemandirian
22 April 2018 15:59 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Ririn Dwi Fitriani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jangan tunggu kaya untuk berbagi… tentunya pepatah bijak dimaksud seringkali kita dengar, mengingatkan kita semua untuk senang berbagi kepada sesama, karena hanya dengan berbagi lah, kita bisa sejahtera bersama.
ADVERTISEMENT
Pepatah dimaksud tidak hanya tepat bagi kehidupan bermasyarakat di lingkungan sekitar kita tetapi juga berlaku untuk kehidupan bermasyarakat di lingkungan global.
(Foto: Pelatihan mengenai Tata Kelola Pemerintahan yang Baik di Bali bagi Negara Afrika. Sumber: Dit. KST-Kemenlu)
Kerja Sama Selatan-Selatan (KSS) sebagai bagian dari Kerja Sama Pembangunan Global
Masyarakat dunia menyadari betul bahwa negara-negara di dunia ini tidak semua berstatus maju, tetapi ada yang berkembang dan bahkan kurang berkembang. Karenanya, dunia internasional membangun semangat untuk mewujudkan kesejahteraan bersama di seluruh muka bumi dengan membangun konsep kerja sama pembangunan (development cooperation).
Sebagai bentuk tanggung jawab moral yang lebih besar, negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan negara-negara besar di Eropa sudah sejak dulu menempatkan kerja sama pembangunan sebagai bagian dari kebijakan luar negeri mereka.
ADVERTISEMENT
Mereka membantu pembangunan di negara berkembang dan kurang berkembang tidak hanya melalui pelatihan, tetapi juga transfer teknologi, beasiswa pendidikan, dan bahkan pembangunan infrastruktur.
Sayangnya, kerja sama pembangunan dimaksud seringkali terkendala dalam hal penerapannya. Negara penerima bantuan tidak sedikit yang merasa kesulitan untuk mencapai hasil optimal dari teknik yang diberikan, dan kesulitan untuk menjaga alat-alat teknologi yang disumbangkan untuk dapat terus beroperasi tepat guna.
Kendala-kendala inilah yang kemudian membangkitkan semangat di antara sesama negara berkembang untuk membangun konsep kerja sama pembangunan selatan-selatan, atau lebih familiar disingkat sebagai KSS (Kerja Sama Selatan-Selatan). Konsep yang secara sederhana menggambarkan pepatah bijak "jangan tunggu kaya untuk berbagi..."
Pengalaman historis, kondisi geografis, kapasitas yang dimiliki serta tantangan yang dihadapi antar sesama negara berkembang memudahkan interaksi dalam proses berbagi ilmu dan pengetahuan, sehingga dirasakan manfaatnya lebih efektif dan teknik-tenik yang diberikan juga lebih aplikatif.
ADVERTISEMENT
KSS tidak ditempatkan sebagai pengganti (subtitute) kerja sama pembangunan antara negara maju dan berkembang tetapi lebih sebagai pelengkap (complementary) kerja sama dimaksud. Bahkan, keterlibatan mitra pembangunan dari negara maju dalam pelaksanaan KSS juga semakin meningkat dan melahirkan konsep kerja sama triangular.
Dalam kerja sama triangular, negara maju memberikan dukungan melalui pendanaan, sementara tenaga ahli, kurikulum pelatihan, aktivitas kerja sama sepenuhnya disusun bersama antara negara penerima, dan negara pemberi yang keduanya adalah negara berkembang.
Peran dan Kontribusi KSS Indonesia
Indonesia sendiri bukanlah pemain baru dalam KSS. Ditarik dari sejarahnya, Indonesia telah berkomitmen dengan semangat solidaritas yang merupakan prinsip utama KSS sejak Indonesia menginisiasi Konferensi Asia-Afrika (KAA) tahun 1955.
KAA tidak hanya menghasilkan deklarasi yang mengedepankan dukungan politik bagi kemerdekaan dan kedaulatan negara berkembang di kawasan Asia-Afrika, tetapi juga memajukan semangat pembangunan ekonomi yang diharapkan akan membantu negara-negara berkembang untuk merdeka dalam kemandirian dan kesejahteraan secara berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Indonesia tercatat mulai sangat aktif dalam melaksanakan program-program KSS sejak tahun 1981, ketika Indonesia meluncurkan program Technical Cooperation among Developing Countries (TCDC).
(Foto: Pelatihan mengenai Budidaya Perikanan di Ambon bagi Negara Asia-Afrika. Sumber: Dit. KST-Kemenlu)
Kini, KSS semakin menjadi prioritas dalam pelaksanaan diplomasi Indonesia. Dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi, KSS ditempatkan sebagai salah satu agenda prioritas Nawa Cita yang kemudian diterjemahkan dalam RPJMN 2015-2019.
Peningkatan profil KSS Indonesia secara nasional diharapkan dapat menjadi bagian dari peningkatan peran Indonesia dalam forum-forum internasional. Kontribusi Indonesia dalam KSS dapat menjadi bukti nyata komitmen Indonesia dalam mewujudkan tujuan pembangunan global berkelanjutan (Sustainable Development Goals).
Tidak banyak masyarakat kita yang mengetahui bahwa dalam kurun waktu dua dekade ini, Indonesia tercatat telah mengadakan sekitar 780 program KSS yang diikuti lebih dari 6.200 peserta yang berasal dari tidak kurang 90 negara di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Program-program dimaksud terdiri dari sektor pertanian, perikanan, infrastruktur, keuangan mikro, perbankan, UMKM, demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik, hingga manajemen konferensi internasional, keprotokolan dan pengelolaan pariwisata.
Pemberian bantuan ada yang berupa pelatihan, seminar, magang, pengiriman tenaga ahli, beasiswa hingga pengadaan alat. Pelaksana kegiatan pun tersebar tidak hanya balai-balai binaan instansi pemerintah, tetapi juga pihak universitas, LSM dan pelaku usaha yang berada di seluruh Indonesia.
Kapasitas Indonesia dalam melaksanakan KSS cukup diakui masyarakat dunia, terbukti dengan semakin meningkatnya permintaan bantuan serta semakin diperhitungkannya KSS Indonesia sebagai kisah sukses yang patut dipromosikan dalam berbagai forum internasional.
(Foto: Pelatihan mengenai Public Order Management bersama Polri bagi Negara Pasifik. Sumber: Dit.KST-Kemenlu)
Harapan bagi Pelaksanaan KSS Indonesia
ADVERTISEMENT
Kedepannya, Indonesia akan semakin menguatkan pelaksanaan KSS melalui koordinasi terpusat, dengan anggaran yang juga terpusat. Pemerintah Indonesia saat ini tengah serius melakukan diskusi untuk mencari bentuk badan khusus yang akan menangani KSS secara terpusat dimaksud.
Regulasi nasional dalam bentuk Peraturan Presiden sebagai dasar pengelolaan terpusat juga tengah digodok Kementerian Luar Negeri bersama instansi terkait lainnya dan ditargetkan dapat rampung di tahun 2018.
Badan khusus ini kelak diarahkan tidak hanya menangani KSS tetapi juga bentuk bantuan internasional Indonesia lainnya seperti bantuan kemanusiaan, bantuan perdamaian, dan paska-konflik maupun bantuan dalam bentuk pinjaman.
Indonesia tengah bersiap diri untuk memiliki badan pemberian bantuan internasional seperti halnya JICA-Jepang, USAID-Amerika Serikat, KOICA-Korea Selatan ataupun TICA-Turki untuk semakin menguatkan komitmen Indonesia dalam membangun solidaritas mewujudkan kemandirian bersama. (*)
ADVERTISEMENT