Konten dari Pengguna

Membiasakan yang Tidak Terbiasa, Gaya Diklat Kemlu Mempersiapkan Diplomat Zaman Now

Ririn Dwi Fitriani
A mid-career diplomat who likes to dream Big but think Simply
26 Februari 2018 13:24 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ririn Dwi Fitriani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Diplomat adalah sebuah profesi yang kental dengan dunia politik, hubungan internasional plus beragam aktivitas seremonial formal seperti resepsi, sidang-sidang, dan pertemuan pejabat tinggi.
ADVERTISEMENT
Diplomat, yang juga merupakan Pejabat Pemerintah (PNS), seringkali diasosiasikan sebagai untouchable person yang duduk di menara gading, kaku, birokratis, dan bahkan jauh dari kesan kekinian yang membumi.
Meski diplomat dituntut untuk selalu update dengan isu-isu terkini, rutinitas pekerjaan diplomat yang tak jarang berhubungan dengan informasi dan dokumentasi negara berlabel confidential, membuat sebagian besar diplomat terjebak dalam gaya berkomunikasi konvensional.
Aplikasi media sosial yang terkenal pasti sudah banyak ter-install di HP. Facebook ada, Instagram punya, Twitter jangan ditanya. Tapi tak sedikit diplomat yang gagap dalam memanfaatkan media sosial tersebut untuk mendukung pekerjaan mereka.
Bagi saya pribadi, media sosial kerap saya gunakan hanya sebagai ajang narsis kegiatan pribadi dan keluarga. Kalaupun terkait dengan kerjaan, saya cukup lempar saja rilisnya ke unit kerja yang menangani dan nantinya akan keluar sebagai produk resmi institusi di akun-akun Kemlu yang sudah terverifikasi. Saya dengan mudahnya tinggal melakukan retweet, repost atau sekedar like dan share. Tidak pernah lebih.
ADVERTISEMENT
Bagi saya pribadi yang selama ini tidak pernah terpikir memiliki kemampuan menulis, rasanya enggan memposting artikel-artikel di media sosial. Saya merasa bahasa saya kaku, sangatlah jauh dari gaya bahasa populer yang bisa diviralkan.
Bagi saya pribadi, platform media on line adalah tools buat saya mencari informasi, menggali wawasan dan memahami isu-isu tertentu. Belum pernah terlintas dalam benak saya untuk memanfaatkan media on line untuk menuangkan pandangan saya, menjajal gagasan saya, terlebih yang terkait dengan bidang pekerjaan diplomat.
Singkat kata, saya termasuk diplomat konvensional yang belum terbiasa aktif dan kreatif memainkan media sosial dan media on line.
Seminggu yang lalu (19 Feb), Diklat bagi diplomat muda (Sesdilu-60) resmi dibuka oleh Wamenlu (sebutan singkat untuk Wakil Menteri Luar Negeri). Saya senang dan merasa beruntung karena bisa menjadi salah satu peserta di Diklat tersebut.
ADVERTISEMENT
Sejak sambutan pertama yang disampaikan Wamenlu, berulang kali saya mendengar penekanan bahwa Diklat Kemlu akan menjadi semacam bengkel untuk mempersiapkan diplomat zaman now. Diplomat yang dideskripsikan sebagai diplomat yang relevan, yang responsive dan sensitive dalam menjawab setiap tantangan global yang semakin dinamis, melalui pendekatan-pendekatan mumpuni yang populer.
Kunci utama pelaksanaan total diplomacy tersebut rupanya tidak jauh-jauh dari keahlian si diplomat itu sendiri dalam memanfaatkan media dan melihat berbagai peluang dari derasnya arus informasi yang ada saat ini.
Diplomat zaman now dituntut untuk bisa membangun dialog positif, menularkan semangat inovasi dan meningkatkan pemahaman awam terhadap upaya-upaya diplomasi Indonesia.
How..? Itulah ternyata pertanyaan utama yang akan dijawab melalui Sesdilu-60. Meski baru berlangsung selama 1 minggu, kami sudah dibekali dengan teknik membangun networking, teknik menulis efektif dan teknik fotografi sederhana yang memiliki news values. Sebagai salah satu bahan penilaian kelulusan, kami bahkan didorong untuk menulis minimal seminggu sekali di kumparan.com
ADVERTISEMENT
Beberapa kurikulum lainnya pun tidak kalah menarik, seperti pengetahuan dan keahlian untuk teknik pemberitaan di media TV, bagaimana menghadapi sentimen netizen dan meng-counter berita hoax, mempelajari diplomasi kreatif ala K-POP, hingga membangun strategi digital diplomacy. Tapi tidak melupakan pembekalan-pembekalan substansi seperti isu perbatasan, perlindungan WNI, diplomasi ekonomi dan isu-isu multilateral lainnya.
Selain itu, beberapa tambahan program inovasi ditawarkan oleh Sesdilu-60 seperti diplomat nyantri dan dialog dengan CEO ternama. Kami diharapkan untuk lebih terbiasa menjalin kerja sama dan melakukan pendekatan multi-stakeholder agar dapat memberikan solusi komprehensif secara cepat dan tepat guna.
Buat saya, Sesdilu-60 ini benar-benar mengajarkan dan membentuk para pesertanya sebagai diplomat zaman now yang terbiasa menulis berbagai narasi, terbiasa bergaul dengan kalangan manapun, dan terbiasa berinovasi untuk isu apapun.
ADVERTISEMENT
Durasi Sesdilu-60 selama 2,5 bulan, mungkin tidak akan cukup untuk menyempurnakan kami sebagai diplomat zaman now, tapi saya optimis diklat ini akan meningkatkan kapasitas saya sebagai diplomat muda yang tidak lagi gagap media dan memiliki kreatifitas kerja nyata dalam membawa gaya diplomasi Indonesia yang lebih membumi namun tetap elegan.
(Foto: Suasana Kelas Sesdilu-60, courtesy Direktur Sesdilu - Aji Surya)