Konten dari Pengguna

Dari Negara Publik Menuju Privat

Realino Nurza
#Founder grl-capital.com #Penulis Sistem Fiat Panduan Untuk Pemula
22 Oktober 2024 14:56 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Realino Nurza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber foto:https://www.pexels.com/id-id/foto/pria-yang-berdiri-di-samping-sepeda-motor-hitam-1237087/
zoom-in-whitePerbesar
sumber foto:https://www.pexels.com/id-id/foto/pria-yang-berdiri-di-samping-sepeda-motor-hitam-1237087/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pergeseran tata kelola negara dari fokus melayani publik menuju eksploitasi publik adalah fenomena yang mencerminkan perubahan paradigma dalam menjalankan pemerintahan. Jika dulu negara didirikan dengan tujuan utama untuk memenuhi kepentingan rakyat, kini banyak negara tampak lebih mengutamakan kepentingan segelintir elit, baik dari kalangan pemerintah sendiri maupun kelompok ekonomi yang berkepentingan. Perubahan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari globalisasi, neoliberalisme, hingga privatisasi. Akibatnya, tata kelola negara mengalami degradasi moral dan fungsi, di mana negara yang seharusnya berperan sebagai pelindung masyarakat justru menjadi alat eksploitasi.
ADVERTISEMENT
Sejarah dan Idealisme Tata Kelola Negara
Pada awalnya, negara modern dibangun dengan dasar untuk melayani kepentingan publik. Konsep "kedaulatan rakyat" dan "negara kesejahteraan" menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, dan pemerintah bertindak sebagai pelayan yang bertugas memastikan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah bertanggung jawab dalam menyediakan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan, serta menjamin hak-hak individu.
Di era pasca-Perang Dunia II, negara-negara Barat mengembangkan konsep negara kesejahteraan (welfare state) yang menggabungkan ekonomi pasar dengan program-program sosial yang kuat untuk mencegah ketimpangan sosial. Di negara-negara berkembang, banyak pemerintah berfokus pada pembangunan infrastruktur dan penyediaan layanan dasar sebagai upaya mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Pergeseran Menuju Eksploitasi Publik
Namun, sejak akhir abad ke-20, paradigma ini mulai bergeser. Kebangkitan ideologi neoliberalisme yang menekankan pasar bebas dan minimalisasi peran pemerintah dalam ekonomi memengaruhi tata kelola negara. Kebijakan deregulasi, privatisasi, dan liberalisasi ekonomi diadopsi dengan alasan efisiensi ekonomi dan peningkatan daya saing. Namun, efek sampingnya adalah semakin terpinggirkannya kepentingan publik demi keuntungan segelintir elit.
ADVERTISEMENT
1. Privatisasi Layanan Publik
Privatisasi layanan publik adalah salah satu contoh nyata dari perubahan arah kebijakan ini. Banyak negara mulai menyerahkan layanan dasar seperti air bersih, listrik, dan kesehatan kepada perusahaan swasta dengan dalih meningkatkan efisiensi. Meski mungkin efisiensi meningkat, dampaknya adalah kenaikan biaya layanan tersebut sehingga tidak lagi terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Pada titik ini, negara seolah-olah lepas tangan dari tanggung jawabnya untuk melayani rakyat, dan justru menyerahkan nasib masyarakat kepada mekanisme pasar.
Privatisasi juga sering kali diiringi oleh praktik korupsi dan kolusi antara pemerintah dan sektor swasta. Proses tender dan penjualan aset-aset publik sering kali tidak transparan, yang memungkinkan perusahaan-perusahaan besar mendapatkan akses kepada aset tersebut dengan harga murah. Akibatnya, kepentingan publik dikorbankan demi keuntungan pribadi.
ADVERTISEMENT
2. Deregulasi dan Peran Negara yang Menyusut
Kebijakan deregulasi yang semakin gencar juga telah mengurangi peran pengawasan negara terhadap sektor-sektor penting. Misalnya, deregulasi di sektor keuangan menyebabkan lemahnya kontrol pemerintah terhadap aktivitas perbankan dan pasar modal. Hal ini membuka jalan bagi berbagai skandal keuangan yang merugikan masyarakat, seperti krisis keuangan global 2008.
Deregulasi ini tidak hanya terjadi di sektor keuangan, tetapi juga di bidang lain seperti lingkungan hidup dan tenaga kerja. Dengan dalih menarik investasi, pemerintah sering kali melonggarkan peraturan yang bertujuan melindungi alam dan hak pekerja. Akibatnya, eksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja semakin meningkat, sementara masyarakat umum yang paling merasakan dampak negatifnya.
3. Kebijakan Ekonomi yang Pro-Elit
ADVERTISEMENT
Kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh banyak negara juga semakin menunjukkan kecenderungan untuk menguntungkan kalangan elit. Pemotongan pajak bagi korporasi besar, perlindungan terhadap sektor perbankan, dan subsidi bagi perusahaan multinasional merupakan beberapa contoh di mana kebijakan pemerintah lebih memihak segelintir kelompok yang sudah memiliki kekuasaan ekonomi. Sementara itu, masyarakat menengah ke bawah justru harus menanggung beban kenaikan biaya hidup dan penurunan layanan sosial.
Banyak kebijakan yang diklaim untuk "merangsang pertumbuhan ekonomi" sebenarnya lebih ditujukan untuk menjaga kepentingan investor besar. Investasi yang masuk lebih sering diarahkan pada sektor yang kurang berdampak pada pemerataan kesejahteraan, seperti properti dan sektor jasa premium, sementara sektor yang lebih krusial bagi masyarakat umum, seperti pertanian dan industri manufaktur ringan, cenderung terabaikan.
ADVERTISEMENT
4. Penguatan Negara dalam Mengawasi Masyarakat, Bukan Melayani
Ironisnya, meski peran negara dalam hal penyediaan layanan publik dan regulasi semakin berkurang, kekuasaan negara dalam hal pengawasan terhadap masyarakat justru meningkat. Dengan alasan keamanan, pemerintah memberlakukan kebijakan yang semakin membatasi kebebasan individu dan mengawasi aktivitas publik. Penggunaan teknologi pengawasan, seperti kamera CCTV dan pelacakan data digital, meningkat pesat.
Situasi ini menunjukkan adanya pergeseran fungsi negara dari pelayan masyarakat menjadi alat kontrol dan pengawasan. Di satu sisi, negara tampak semakin tidak hadir dalam hal layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Namun di sisi lain, ia hadir dengan kuat dalam mengatur dan mengawasi kehidupan pribadi warga negara.
Dampak Pergeseran Ini Terhadap Masyarakat
Perubahan tata kelola yang mengarah pada eksploitasi publik berdampak negatif bagi masyarakat luas. Pertama, terjadi peningkatan ketimpangan sosial dan ekonomi. Privatisasi dan deregulasi menyebabkan layanan publik menjadi lebih mahal dan tidak merata, sementara kebijakan ekonomi yang pro-elit memperkaya kelompok tertentu.
ADVERTISEMENT
Kedua, kualitas layanan publik menurun. Ketika pemerintah lebih memilih untuk menyerahkan layanan dasar kepada sektor swasta, layanan tersebut cenderung berorientasi pada profit, bukan pada kepuasan publik. Akibatnya, banyak masyarakat yang tidak mampu mengakses layanan berkualitas, seperti pendidikan dan kesehatan.
Ketiga, kepercayaan publik terhadap pemerintah menurun. Ketika negara dianggap lebih mementingkan keuntungan pribadi atau kelompok daripada kesejahteraan rakyat, tingkat partisipasi politik dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan menurun drastis. Hal ini mengarah pada krisis legitimasi, di mana pemerintah tidak lagi dianggap sebagai representasi rakyat.
Menuju Solusi: Mengembalikan Peran Negara yang Sesungguhnya
Pergeseran menuju eksploitasi publik ini dapat dibalik jika ada kesadaran kolektif untuk mengembalikan peran negara yang sejati sebagai pelayan masyarakat. Beberapa langkah yang bisa diambil termasuk:
ADVERTISEMENT
Mengembalikan layanan dasar ke tangan negara: Negara harus mengambil alih kembali layanan dasar yang telah diprivatisasi, atau setidaknya memperketat regulasi terhadap penyedia layanan swasta agar tetap memprioritaskan kesejahteraan masyarakat.
Memperkuat regulasi yang berpihak pada kepentingan umum: Negara perlu memperkuat regulasi untuk melindungi sumber daya alam, hak pekerja, dan masyarakat dari dampak buruk aktivitas bisnis yang tidak bertanggung jawab.
Menerapkan kebijakan ekonomi yang inklusif: Kebijakan fiskal dan ekonomi perlu diarahkan untuk mengurangi ketimpangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas, bukan hanya menguntungkan segelintir elit.
Mengurangi kontrol negara atas kehidupan pribadi warga: Reformasi kebijakan yang membatasi kebebasan sipil perlu dilakukan untuk memastikan bahwa kekuasaan negara tidak disalahgunakan.
Dengan langkah-langkah tersebut, tata kelola negara dapat diarahkan kembali untuk melayani kepentingan publik dan mewujudkan keadilan sosial yang sejati.
ADVERTISEMENT
Penulis adalah praktisi berpengalaman dalam pengelolaan dana abadi (endowment fund), dana pensiun, dana sosial , asuransi sosial, serta peneliti bidang pembangungan berkelanjutan sejak 2004. Untuk pembelajaran lebih lanjut bisa mengunjungi website grl-capital.com.