Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pengangguran Aset Politik
23 Oktober 2024 21:10 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Realino Nurza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pengangguran sering dipandang sebagai masalah sosial dan ekonomi yang harus diatasi oleh pemerintah, tetapi di balik itu, ada sisi politik yang sering tersembunyi. Pengangguran, dalam konteks politik, dapat dijadikan aset bagi para politisi untuk meraih elektabilitas dan dukungan. Fenomena ini bisa dilihat dari berbagai aspek, mulai dari retorika politik, program kebijakan, hingga strategi kampanye. Pengangguran bukan hanya soal angka statistik atau dampaknya terhadap ekonomi, melainkan juga sebuah alat politik yang dapat dimanfaatkan untuk meraih simpati, kekuasaan, dan pengaruh.
ADVERTISEMENT
Pengangguran sebagai Isu Politik
Dalam politik, isu pengangguran sering kali dimanfaatkan sebagai senjata untuk menyerang lawan politik. Ketika angka pengangguran tinggi, oposisi biasanya menyalahkan pemerintah yang sedang berkuasa karena dianggap gagal menciptakan lapangan kerja. Mereka menggunakan angka pengangguran untuk menggambarkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola ekonomi. Sebaliknya, bagi pemerintah yang berkuasa, menurunkan angka pengangguran menjadi salah satu prioritas utama untuk meningkatkan popularitas dan citra positif di mata masyarakat.
Selain itu, isu pengangguran juga kerap digunakan dalam retorika populis. Beberapa politisi akan menjanjikan program-program penciptaan lapangan kerja atau kebijakan ekonomi yang diklaim dapat menurunkan pengangguran secara signifikan. Meskipun janji tersebut belum tentu terealisasi, retorika tersebut cukup efektif dalam menarik perhatian masyarakat, terutama mereka yang terdampak langsung oleh pengangguran. Pengangguran, dengan segala dampak sosial dan ekonominya, dapat membangkitkan rasa ketidakpuasan dan keinginan untuk perubahan di kalangan masyarakat, sehingga menjadikannya isu yang strategis bagi politisi.
ADVERTISEMENT
Program Kebijakan dan Strategi Kampanye
Banyak politisi yang menggunakan isu pengangguran untuk merumuskan program kebijakan yang pro-rakyat sebagai bagian dari strategi kampanye. Misalnya, janji untuk menyediakan lapangan kerja baru melalui proyek infrastruktur besar, memberikan insentif bagi perusahaan yang mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja, atau meningkatkan keterampilan tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan. Program-program semacam ini sering kali dikemas dengan narasi "mengurangi kesenjangan" atau "menciptakan kesempatan yang adil," yang tentunya sangat menarik bagi para pemilih.
Namun, program kebijakan terkait pengangguran tidak selalu didasarkan pada pertimbangan praktis. Beberapa kebijakan dapat bersifat simbolis dan hanya bertujuan untuk meningkatkan citra politik. Misalnya, program pelatihan kerja yang diluncurkan pemerintah sering kali kurang relevan dengan kebutuhan pasar kerja, sehingga tidak benar-benar menyelesaikan masalah pengangguran. Namun, bagi politisi, pengumuman program semacam itu sudah cukup untuk menunjukkan bahwa mereka "peduli" dan "berusaha" menangani isu tersebut, yang pada akhirnya meningkatkan elektabilitas mereka di mata masyarakat.
ADVERTISEMENT
Memanfaatkan Kelas Rentan sebagai Basis Dukungan
Kelompok pengangguran sering kali berasal dari kelas ekonomi menengah bawah yang rentan terhadap ketidakstabilan ekonomi. Bagi politisi, kelompok ini adalah basis dukungan yang penting. Retorika yang menyoroti penderitaan masyarakat karena pengangguran dan janji-janji untuk memperbaiki kondisi mereka dapat menarik simpati pemilih dari kelas ini. Dalam banyak kasus, politisi yang mampu merangkul kelompok rentan dengan narasi perubahan dan harapan sering kali mendapatkan dukungan yang signifikan, terutama dalam pemilu.
Tidak hanya itu, pengangguran juga dapat digunakan untuk membentuk opini publik terhadap kebijakan tertentu. Misalnya, dalam situasi krisis ekonomi, pemerintah dapat mendorong kebijakan fiskal atau moneter yang kontroversial dengan alasan untuk menekan angka pengangguran. Narasi ini digunakan untuk mendapatkan dukungan publik meskipun kebijakan tersebut mungkin memiliki dampak jangka panjang yang merugikan, seperti peningkatan utang negara atau inflasi yang tidak terkendali. Dalam konteks ini, isu pengangguran bukan lagi sekadar permasalahan sosial, melainkan sebuah alat untuk membenarkan kebijakan politik.
ADVERTISEMENT
Pengangguran dalam Perang Informasi
Di era informasi, pengangguran menjadi bagian dari perang narasi dan informasi yang dimainkan oleh berbagai pihak. Media massa sering kali menjadi arena di mana angka-angka pengangguran dikontestasikan dan diperdebatkan. Pemerintah dapat memanipulasi data pengangguran untuk menunjukkan seolah-olah telah terjadi perbaikan, meskipun dalam kenyataannya hanya ada perubahan metode perhitungan atau pengelompokan data.
Sebaliknya, oposisi juga dapat menggunakan narasi yang berbeda untuk mengeksploitasi angka pengangguran. Mereka bisa saja memfokuskan pada pengangguran kaum muda, atau pengangguran tersembunyi yang tidak tercatat secara resmi dalam statistik. Narasi seperti ini dirancang untuk menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah, dengan tujuan untuk membentuk persepsi publik bahwa keadaan sebenarnya lebih buruk dari yang dilaporkan.
Dampak pada Elektabilitas
ADVERTISEMENT
Pengangguran tidak hanya berdampak pada kebijakan politik, tetapi juga pada popularitas individu atau partai politik. Ketika angka pengangguran menurun, pemerintah biasanya akan mendapatkan apresiasi dan dukungan lebih tinggi. Ini disebabkan oleh persepsi bahwa kebijakan yang diterapkan telah berhasil meningkatkan kondisi ekonomi. Dalam situasi ini, partai penguasa akan berusaha menonjolkan pencapaian mereka dalam mengurangi pengangguran sebagai bukti keberhasilan program-program mereka.
Sebaliknya, ketika angka pengangguran meningkat, terutama dalam jangka waktu yang lama, masyarakat akan cenderung menyalahkan pemerintah yang berkuasa. Hal ini dapat menyebabkan turunnya elektabilitas partai atau pemimpin tersebut. Banyak kasus di mana politisi kehilangan popularitas akibat ketidakmampuan mereka untuk menangani isu pengangguran, dan akhirnya memicu perubahan kepemimpinan.
Namun, ada pula situasi di mana isu pengangguran dapat dimanfaatkan oleh oposisi untuk meningkatkan elektabilitas mereka. Dengan mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggap tidak efektif dalam mengatasi pengangguran, oposisi dapat mencuri perhatian publik dan menampilkan diri sebagai alternatif yang lebih baik. Di sini, pengangguran digunakan sebagai "pintu masuk" untuk memobilisasi suara dan menggalang dukungan.
ADVERTISEMENT
Risiko Manipulasi dan Eksploitasi
Menggunakan pengangguran sebagai aset politik tidak lepas dari risiko manipulasi dan eksploitasi. Penggunaan data statistik yang tidak akurat atau penyajian informasi yang menyesatkan dapat menciptakan harapan palsu di kalangan masyarakat. Misalnya, politisi mungkin saja menjanjikan penciptaan jutaan lapangan kerja tanpa mempertimbangkan realitas ekonomi dan kemampuan anggaran negara. Hal ini tidak hanya dapat menyebabkan kekecewaan di kemudian hari, tetapi juga menciptakan ketidakstabilan sosial ketika janji-janji tersebut tidak terealisasi.
Selain itu, penggunaan pengangguran sebagai alat politik juga dapat mengalihkan perhatian dari masalah-masalah struktural yang lebih mendalam, seperti ketimpangan sosial dan akses pendidikan yang terbatas. Dengan hanya fokus pada angka-angka pengangguran, akar permasalahan yang lebih kompleks tidak teratasi dan justru menjadi semakin kronis. Hal ini pada akhirnya menghambat kemajuan jangka panjang dalam menciptakan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Pengangguran bukan hanya sebuah masalah ekonomi, tetapi juga aset politik yang dapat dimanfaatkan oleh para politisi untuk meningkatkan elektabilitas dan mendapatkan dukungan. Melalui retorika, kebijakan, dan narasi yang tepat, pengangguran dapat dijadikan isu strategis untuk meraih simpati dan popularitas di kalangan masyarakat. Namun, risiko manipulasi dan eksploitasi tetap ada, yang dapat menyebabkan kekecewaan publik dan masalah sosial yang berkepanjangan.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk lebih kritis dalam menilai penggunaan isu pengangguran oleh politisi, serta memahami bahwa solusi yang ditawarkan harus didasarkan pada kenyataan dan tidak hanya sekadar janji manis di masa kampanye.
Penulis adalah praktisi berpengalaman dalam pengelolaan dana abadi (endowment fund), dana pensiun, dana sosial , asuransi sosial, serta peneliti bidang pembangungan berkelanjutan sejak 2004. Untuk pembelajaran lebih lanjut bisa mengunjungi website grl-capital.com .
ADVERTISEMENT