Intervensi Kemanusiaan oleh ICRC dan Kaitannya dengan Kedaulatan suatu Negara

Rebecca Viviani
Mahasiswi Hubungan Internasional Universitas AMIKOM Yogyakarta tertarik pada bidang content writting dan analisis yang dalam terhadap suatu isu atau permasalahan internasional
Konten dari Pengguna
1 April 2024 13:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rebecca Viviani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Logo Palang Merah Internasional. Foto: icrc.org/en
zoom-in-whitePerbesar
Logo Palang Merah Internasional. Foto: icrc.org/en
ADVERTISEMENT

Intervensi Kemanusiaan

sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Secara umum intervensi diketahui sebagai upaya campur tangan pihak non-negara terhadap kasus tertentu yang tidak dapat ditangani oleh negara itu sendiri. Intervensi kemanusiaan itu sendiri merupakan tindakan kelompok atau organisasi internasional non-pemerintahan yang bergerak dalam menangani isu-isu atau kejahatan internasional atas tindakan negara yang agresif. Lebih lanjut, menurut PIagam PBB pasal yang ke 2 ayat ke 7, intervensi kemanusiaan adalah intervensi yang dilaksanakan oleh organisasi atau kelompok masyarakat internasional, baik aktor negara maupun non-negara, untuk mengurangi pelanggaran hak asasi manusia atau penindasan terhadap martabat manusia di dalam suatu negara, bahkan jika tindakan tersebut melanggar kedaulatan negara tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam perkembangan literatur hukum internasional, evolusi menuju perdamaian diwujudkan melalui pembentukan hukum humaniter serta hukum perang. Hukum ini mencakup penggunaan senjata dan strategi perang, serta peraturan seperti Konvensi Jenewa 1949 yang bertujuan melindungi korban perang, dan Protokol Tambahan 1977 yang memperluas cakupan perlindungan terhadap mereka. Protokol I membahas perlindungan korban dalam konflik bersenjata internasional, sementara Protokol II membahas perlindungan korban dalam konflik bersenjata non-internasional.

R2P

Komunitas internasional, melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa, juga mempunyai tanggung jawab untuk menggunakan cara-cara diplomatik, kemanusiaan dan cara-cara damai lainnya, sesuai dengan Bab VI dan VIII Piagam, untuk membantu melindungi masyarakat dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
R2P menetapkan tiga pilar tanggung jawab:
1. PILAR SATU
ADVERTISEMENT
Setiap negara mempunyai Tanggung Jawab untuk Melindungi penduduknya dari empat kejahatan kekejaman massal: genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis.
2. PILAR DUA
Komunitas internasional yang lebih luas mempunyai tanggung jawab untuk mendorong dan membantu masing-masing negara dalam memenuhi tanggung jawab tersebut.
3. PILAR TIGA
Jika suatu negara secara nyata gagal melindungi penduduknya, komunitas internasional harus siap mengambil tindakan kolektif yang tepat, dengan cara yang tepat waktu dan tegas serta sesuai dengan Piagam PBB.
R2P berlaku untuk empat kejahatan kekejaman massal: genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan pembersihan etnis. Tiga kejahatan pertama secara hukum didefinisikan dalam berbagai dokumen hukum internasional, seperti Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida tahun 1948, Konvensi Jenewa tahun 1949 dan Protokol Tambahannya tahun 1977, dan Statuta Roma tentang Pengadilan Kriminal Internasional tahun 1998 ( ICC). Statusnya sebagai kejahatan internasional didasarkan pada keyakinan bahwa tindakan yang terkait dengannya berdampak pada martabat manusia, baik di masa damai maupun di masa perang.
ADVERTISEMENT
Intervensi Kemanusiaan oleh ICRC pada konflik Israel dan Palestina
Berdasarkan pembahasan tentang Intervensi kemanusiaan, dasar hukum bahkan hingga R2P, tindakan yang dilakukan ICRC pada konflik Israel dan Palestina adalah tindakan yang tepat untuk dilakukan. Selain itu menurut aturan dalam Konvensi 1977 yang menyatakan bahwa ICRC adalah NGO yang berhak melakukan perjanjian dan hubungan diplomatik, kebal hukum perdata, pidana, mandiri, dan netral. Sehingga ICRC sebenarnya bebas melakukan tindakan intervensi dalam bentuk apapun. Intervensi yang dilakukan ICRC pun berupa bantuan kemanusiaan seperti materi, non-materi serta medis. Dalam hal ini intervensi ini menolong para korban terdampak perang, warga sipil bahkan militer yang terluka saat berperang atau terlibat salah satu dari 4 kekejaman massal yang dijelaskan pada bagian R2P.
ADVERTISEMENT
Keterlibatan ICRC juga tentu memiliki hambatan, selain dari kebijakan perang yang dibuat biasanya negara yang terlibat berusaha untuk menghalangi jalan ICRC untuk memberikan bantuan terhadap korban yang membutuhkan. Dalam konteks ini, bisa dipahami bahwa sepanjang sejarah PBB berusaha menengahi kebijakan soal intervensi dengan kedaulatan negara. Tak sedikit konvensi yang ada di kritik oleh negara karena ada anggapan bahwa intervensi ini membahayakan kedaulatan suatu negara.
Dilihat pada hukum yang berlaku mulai sejak pertama hingga kebijakan R2P, setelah melewati banyak kekejaman massal, tahun 2005 PBB membatasi intervensi hanya pada 4 kekejaman massal dan sisanya seperti korban bencana alam dan sebagainya diatur oleh institusi lainnya. Sehingga disini sudah jelas, Intervensi yang dilakukan ICRC hanya ditentang oleh negara yang memulai konflik pertama kali, sedangkan negara lainnya atau organisasi lainnya setuju bahwa perlu adanya intervensi dengan dasar HAM terutama kepada anak-anak.
ADVERTISEMENT