Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten Media Partner
Banyak Bertanya Apakah Dilarang dalam Islam? Ini Pembahasannya
21 Maret 2019 1:12 WIB
ADVERTISEMENT
PortalMadura.Com - Manusia memanglah tak ada yang sempurna. Kekurangan yang dimiliki oleh manusia memang kerap kali memancing nafsu mereka untuk haus akan pengetahuan. Dari hal tersebutlah muncullah rasa ingin tau dan selalu bertanya kepada orang yang lebih tinggi ilmunya agar mengerti suatu hal yang tak ia mengerti.
Bertanya tentang suatu hal yang tidak dimengerti kepada orang yang lebih paham itu baik, bahkan dalam Al-Qur'an pun menyebutkan bahwasanya “Bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan bila kalian tidak mengetahui,” (Surat Al-Nahl ayat 43).
Namun ada beberapa yang menyebutkan bahwa terlalu banyak bertanya itu tidak baik, dan apalagi hal yang ditanyakan selalu diulang-ulang dan bisa dibilang tidak penting. Lalu bagaimana jawaban Islam tentang persoalan ini? Mari kita bahas.
Dalam hadits riwayat Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah berkata:
Artinya, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena banyak bertanya dan berselisih dengan para nabi,” (HR Bukhari dan Muslim).
Lalu bagaimana sebaiknya? Apakah sering bertanya atau tidak bertanya sama sekali? Dalam ayat di atas dianjurkan untuk bertanya, sementara hadits di bawahnya melarang banyak bertanya.
Untuk memahami kedua dalil ini agar tidak bertolak-belakang atau kontradiktif, Imam An-Nawawi dalam Syarah Matan Arba’in menjelaskan ada tiga macam bentuk pertanyaan. Ia mengatakan:
Artinya, “Pertanyaan ada beberapa macam: pertama, pertanyaan orang awam tentang kewajiban agama, semisal wudhu, salat, puasa, hukum muamalah, dan lain-lain…Bentuk kedua adalah pertanyaan tafaqquh fid din (pendalaman agama) yang tidak hanya diamalkan untuk diri sendiri, seperti qadha’ dan fatwa, menanyakan hal yang berkaitan dengan persoalan ini adalah fardhu kifayah…Bentuk ketiga adalah bertanya tentang sesuatu yang tidak diwajibkan Allah, baik untuk diri sendiri maupun orang lain, inilah yang dimaksud dalam hadits di atas.”
Imam An-Nawawi menjelaskan ada tiga macam pertanyaan: pertama, ada pertanyaan yang penting, khususnya yang berkaitan dengan cara ibadah wajib, maka hal seperti ini wajib ditanyakan kepada orang yang lebih mengetahui agar kita bisa menjalankan ibadah dengan benar dan sempurna.
Kedua, pertanyaan yang berkaitan dengan kehidupan orang banyak, misalnya minta fatwa kepada seorang mufti terkait permasalahan yang terjadi di dalam Masyarakat.
Ketiga, bertanya tentang sesuatu yang tidak penting, yang kalau hal ini ditanyakan bisa jadi akan memberatkan.
Larangan bertanya dalam hadis di atas sebetulnya, menurut Imam An-Nawawi, merespon orang yang banyak bertanya tentang sesuatu yang didiamkan dalam syariat.
Konteks hadis ini adalah ketika Allah SWT menurunkan ayat yang berkaitan dengan kewajiban haji, ada seorang sahabat yang bertanya kepada Rasulullah, “Apakah haji itu tiap Tahun wahai Rasulullah?”
Rasulullah diam dan tidak menjawab sampai sahabat itu bertanya untuk yang ketiga kalinya.
Rasulullah mengatakan, “Kalau aku jawab iya, niscaya akan memberatkan kalian. Tinggalkanlah (jangan bertanya) terhadap sesuatu yang aku biarkan.”
Dalam riwayat lain Rasulullah mengatakan, “Diamnya (syariat) adalah rahmat bagi kalian, maka janganlah bertanya.”
Dengan demikian, tidak semua pertanyaan itu dilarang dan dicela dalam Islam. Pertanyaan yang memberikan manfaat terhadap diri sendiri dan orang lain tetap dianjurkan dalam Islam, bahkan hukumnya wajib bila itu berkaitan dengan ibadah wajib.
Itulah tanggapan Islam tentang banyak bertanya suatu hal. Sebenarnya hal tersebut tidaklah dilarang kalau masih dalam koridor yang wajar dan tidak melenceng dari pembahasan. Namun kerap kali orang dizaman sekarang ini senang sekali mempertanyakan hal yang seharusnya tidak dipertanyakan, hal yang harusnya sudah ada atau sudah tau jawabannya namun ditanyakan lagi, hal yang sebenarnya simpel dijadikan suatu hal yang membuat suatu permasalah jadi lebih ruet dan si penjawab menjadi terpojok.
Maka kalau niat awal mau bertanya namun tujuannya menjatuhkan atau mengisengi orang, itu termasuk perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Semoga kita selalu dalam lindungan-Nya, dan kita selalu diberikan ketenangan hati serta pikiran dalam menanggapi segala permasalahan baik pribadi ataupun umum, Amiiin. Wallahu A'lam.
ADVERTISEMENT