Konten Media Partner

Gapuranisasi, Nuansa Kota Raja dan Wujud Kesadaran pada Sejarah

24 Maret 2019 21:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ki Demung Plakaran, Sosok Dibalik Berdirinya Kerajaan Madura Barat (Part 3-Habis)PortalMadura.Com, Bangkalan- Seakan kembali ke era kebesaran Kerajaan Majapahit. Bangunan gapura kembar kini terlihat di sejumlah titik sekitar makam Ki Demung Plakaran. Tak sekedar mempercantik tampilan wilayah. Gapuranisasi desa adalah wujud penghormatan terhadap leluhur, sekaligus upaya mempertahankan mata rantai sejarah dan peradaban agar tidak terputus. Tampilan baru makam Ki Demung Plakaran yang bernuansa Majapahit kian menegaskan Arosbaya Bangkalan, Madura, Jawa Timur sebagai kawasan cagar budaya. Sebuah instrumen positif untuk mendukung visi dan misi pembangunan kabupaten Bangkalan, khususnya di sektor pariwisata. Seperti diuraikan pada tulisan bagian pertama, jika ditarik silsilah ke atas, Ki Demung Plakaran adalah keturunan raja Majapahit Prabu Brawijaya V atau Bhre Kertabhumi. Gayung pun bersambut. Upaya sinkronisasi dilakukan pemerintah kecamatan Arosbaya. Tujuannya untuk mengingat sekaligus menyadarkan masyarakat Arosbaya tentang asal muasal daerahnya. Wujud sinkronisasi tersebut berupa gapuranisasi, atau pembangunan gapura di sejumlah jalan masuk desa. Gapura adalah suatu struktur bangunan yang merupakan pintu masuk atau pintu gerbang suatu wilayah. Gapura juga berarti simbol atau ikon suatu wilayah, oleh karena gapura lebih sering menjadi komponen pertama yang dilihat. Fungsi gapura sebagai petunjuk batas wilayah, juga sebagai pintu keluar-masuk sebuah komplek bangunan tertentu. Baca Juga : Pemugaran Makam Ki Demung Plakaran Kental Sentuhan MajapahitBaca Juga : Keturunan Prabu Brawijaya V yang Gemar Berkelana dan Bertapa "Langkah awal yang kami lakukan adalah sosialisasi kepada masyarakat, termasuk tokoh agama, agar mereka punya pemahaman yang sama tentang cagar budaya. Kami jelaskan pula kalau dulu di Arosbaya terbentuk peradaban berupa kerajaan. Sejumlah referensi yang menguatkan sosok Ki Demung Plakaran keturunan Majapahit juga kami sampaikan," terang camat Arosbaya Anang Yulianto (43). Setelah dilakukan pembahasan lewat mekanisme musyawarah desa, akhirnya tercapai kata sepakat. Gapuranisasi mulai dikerjakan. Agus Suprianto selaku konseptor serta pimpinan pelaksana teknis pemugaran makam Ki Demung Plakaran juga dipercaya menjadi pengawas gapuranisasi. Tak heran bila pria asal Trowulan (Mojokerto) ini setiap hari harus bolak balik dari makam Ki Demung Plakaran ke lokasi gapura untuk melihat progres pembangunan. Akan halnya di makam Ki Demung Plakaran, bahan dasar berupa bata merah juga didatangkan dari Trowulan. Sedang untuk tenaga pengerjaan gapura melibatkan masyarakat desa masing-masing dibawah arahan dan kendali Agus. Pembangunan gapura dikerjakan secara bergantian di tiap titik lokasi. Sembilan titik gapura ... SelengkapnyaSembilan Titik Gapura [caption id="attachment_189317" align="alignnone" width="448"]
Gapura kembar yang dibangun pertama kali di jalan poros wilayah Desa Lajing. (Foto: Agus Hidayat)[/caption] "Ada 18 desa di wilayah Kecamatan Arosbaya. Sejauh ini yang sudah dibangun gapura baru di delapan desa, atau lokasinya di sembilan titik. Insyaallah tahun 2019 ini akan dibangun lagi delapan gapura. Lokasi pertama gapuranisasi berada di Desa Lajing, dimulai dikerjakan Mei 2018," ungkap Anang kepada PortalMadura.com beberapa waktu lalu. Sembilan titik gapura kembar yang telah dibangun masing-masing berlokasi di Desa Lajing, kantor kecamatan Arosbaya, Desa Plakaran (samping SD Plakaran), Desa Plakaran (depan Puskesmas Tongguh), Desa Makam Agung, Desa Karang Duwak, Desa Bato Naong, Desa Tambegan, serta Desa Buduran. Gapura kembar di Desa Lajing dibangun di jalan poros antar kota. Lokasinya terbilang strategis, oleh karena Desa Lajing menjadi batas wilayah memasuki Kecamatan Arosbaya dari arah kota Bangkalan. Adanya dua simbol berupa cakra (gapura sisi barat) dan ular melilit (gapura sisi timur) di ujung (atas) gapura jadi pembeda dengan gapura lainnya. Lambang cakra menjadi simbol kebesaran Kerajaan Madura Barat di era para-raja yang bergelar Cakraningrat. Sedang ular melilit menjadi asal-usul nama desa. Menurut sejarah tutur, konon di desa ini terdapat banyak ular yang oleh penduduknya dinamakan ular lajing. Ular ini tergolong ganas, mematikan, serta punya kemampuan terbang dari satu pohon ke pohon lain. Tak sedikit warga desa yang jadi korban gigitan ular lajing. Ada yang bisa bertahan hidup, ada pula yang akhirnya meninggal dunia. Nuansa Majapahit juga terlihat di kantor kecamatan Arosbaya. Pintu masuk ke area kantor kini berupa gapura kembar. Masing-masing gapura tersambung dengan pagar yang juga terbuat dan tersusun dari bata merah. Pada pagar terdapat empat pilar yang diatasnya diperindah dengan mahkota. Tak ketinggalan pula terdapat logo cakra dan surya Majapahit di bagian tengah pagar. "Bukannya tak mau kalah. Pembuatan gapura di kantor kecamatan ini tak lebih sebagai bentuk dukungan. Tentunya pemerintah kecamatan Arosbaya harus sejalan dengan program gapuranisasi desa sebagai bentuk sinkronisasi dengan pemugaran makam Ki Demung Plakaran," timpal Anang yang asal Tuban, Jawa Timur, sambil tersenyum kecil. Siapkan strategi paket wisata religi... SelengkapnyaSiapkan Strategi Paket Wisata Religi [caption id="attachment_189316" align="alignnone" width="448"]
Gapura kembar di kantor kecamatan Arosbaya. (Foto: Agus Hidayat)[/caption] Tinggi dan besar gapura kembar di masing-masing titik memang terlihat tak sama. Menurut Anang, hal itu bukanlah menjadi persoalan, oleh karena disesuaikan dengan letak, kondisi, dan kemampuan desa yang bersangkutan. Yang terpenting bentuk, tekstur, serta nuansanya bergaya Majapahit. "Program gapuranisasi memang bukan satu paket dengan pemugaran makam Ki Demung Plakaran. Gapuranisasi desa adalah program pemerintah kecamatan, sedang pemugaran makam leluhur adalah pogram pemerintah daerah Bangkalan lewat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Tentu alokasi anggarannya berasal dari sumber yang berbeda," cetus Anang. Selain melanjutkan gapuranisasi, pemerintah kecamatan Arosbaya telah menyiapkan strategi untuk lebih memperkenalkan dua lokasi komplek makam leluhur (makam Ki Demung Plakaran dan Makam Agung yang bersemayam jasad Pangeran Pragalbo, Ki Pratanu, dan Pangeran Koro), yang notabene jaraknya berdekatan, agar bisa menjaring lebih banyak peziarah. Nantinya dibuatkan paket wisata religi berdasarkan silsilah, dengan maksud sebagai penghormatan kepada leluhur. Dengan kata lain lokasi pertama yang dikunjungi peziarah adalah makam Ki Demung Plakaran, kedua Makam Agung. Sedang lokasi ketiga adalah makam Aer Mata. Strategi yang tentunya bersinergi dengan upaya pemberdayaan masyarakat. Mereka akan berperan aktif sebagai pelaku pariwisata maupun pendukung pariwisata. Kedua peran tersebut diharapkan bisa lebih menghidupkan status Arosbaya sebagai Kota Raja pertama era Kerajaan Madura Barat. "Untuk mewujudkan strategi tersebut, peran aktif masyarakat mutlak diperlukan. Pemerintah kecamatan tentunya juga perlu bersinergi dengan pemerintah daerah Bangkalan agar strategi tersebut bisa sejalan,” harap Anang.
ADVERTISEMENT