Konten Media Partner

Penguasa Kerajaan Madura Barat, Tongkos Warisan Panembahan Sedomukti yang Tetap Terjaga

29 Januari 2019 11:00 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
PortalMadura.Com, Bangkalan - Berakhirnya era Kerajaan Madura Barat memang tak mewariskan peninggalan bangunan keraton. Dari lima lokasi keraton, tak satupun bangunan pusat pemerintahan tersebut tersisa dan dapat dilihat. Namun ada warisan budaya keraton yang masih bertahan hingga kini, yaitu tongkos.
ADVERTISEMENT
Tongkos adalah penutup kepala yang awalnya hanya digunakan oleh raja. Tercipta pada pertengahan abad ke-17. Sebuah identitas atau perlambang kebudayaan setempat. Tongkos tak ubahnya blangkon yang dipakai raja hingga abdi dalem di keraton Pulau Jawa.
Sebut saja Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat (Jogja), Keraton Kasunanan (Solo), Keraton Mangkunegaran (Solo), serta Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman (Cirebon).
Kata "tongkos" mungkin terdengar kurang akrab di telinga. Namun penutup kepala yang satu ini terus dipertahankan sebagai budaya warisan Kerajaan Madura Barat, utamanya di Bangkalan.
Pengenalan tongkos, utamanya pada masyarakat luar Bangkalan, terus dilakukan. Pemberian cinderamata berupa tongkos seringkali dilakukan. Pemakaian tongkos pada tamu kehormatan di acara tertentu tak lain sebagai bentuk upaya pengenalan.
"Dahulu hanya raja yang boleh memakai tongkos sebagai pelengkap aghungan (pakaian kebesaran) pada acara penting atau agung, seperti penobatan raja atau putra mahkota, pagelaran, serta upacara adat. Kini tongkos telah menjadi identitas masyarakat Bangkalan. Siapapun boleh memakainya, tanpa terikat usia, status sosial, ataupun jabatan," tutur Mas Agus Suryoadikusumo (39) kepada PortalMadura.Com, Selasa (29/1/2019).
ADVERTISEMENT
Model tongkos telah mengalami perubahan, atau tepatnya modifikasi. Tampilan tongkos saat ini terlihat kaku dan tinggi, namun masih mencerminkan kesan kebangsawanan.
"Di era sekarang, budaya mengenakan tongkos kebanyakan terlihat saat acara resepsi pernikahan, penyambutan tamu penting, serta acara-acara lain yang bertema kebudayaan," ujar pria kalem yang menjabat Sekretaris Umum Masyarakat Adat Nusantara DPW Madura.
Mas Agus adalah salah satu pengrajin tongkos di Bangkalan. Dengan alasan ingin melestarikan warisan budaya yang tidak bertentangan dengan agama, ia memberanikan diri menjadi pengrajin tongkos. Hingga kini telah ratusan tongkos buatannya yang terjual. Dipesan oleh berbagai kalangan masyarakat dengan harga bervariasi. Tergantung jenis batik dan model yang diinginkan.
Ilmu pembuatan tongkos ... Selengkapnya
"Ilmu pembuatan tongkos saya dapatkan dari sesepuh. Perlu waktu tiga hari untuk belajar. Setelah itu saya perdalam lagi, utamanya yang menyangkut ketepatan pelipatan kain, penjahitan, kekuatan, serta keindahan tampilan tongkos. Saya juga perlu mempelajari sejarah dan filosofi tongkos," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Pria yang juga berprofesi guru ini mengerjakan pembuatan tongkos di kediamannya, Dusun Pelinggian Barat No.78 RT.01/RW-01, Desa Kramat, Kecamatan Kota Bangkalan, Madura. Pembuatan tongkos memerlukan ketelitian serta tahapan.
Jika sedang banyak pesanan, ia bahkan sampai melibatkan tiga orang untuk pengerjaan. Selain membagi porsi atau tahapan pekerjaan, juga untuk mempercepat penyelesaian pembuatan.
Bahan dan Ukuran
[caption id="attachment_182937" align="alignnone" width="448"]
Tongkos tampak depan. (Foto: Agus Hidayat)[/caption]
Bahan pembuatan tongkos adalah kain batik. Umumnya corak serta motif tongkos selaras dengan samper (batik penutup pinggang hingga betis). Dengan kata lain kain serta motif batik tongkos dan samper sama. Kesamaan ini yang kemudian memunculkan kesan serasi serta indah dipandang.
Tinggi bagian depan tongkos biasanya enam hingga delapan sentimeter. Aksen menonjol yang terlihat pada bagian bawah tongkos menjadi ciri khas tongkos Bangkalan.
ADVERTISEMENT
"Secara singkat, proses pembuatan tongkos meliputi pemotongan kain, penjahitan bagian tepi atau pinggir kain, pelipatan kain dan dijahit, penentuan lingkar kepala pada lipatan, pemasangan mika untuk sisi samping kanan-kiri, serta penjahitan kain bagian atas,” pungkas Mas Agus.
Terinspirasi Mimi dan Mintuno
Tongkos tercipta sewaktu Kerajaan Madura Barat dipimpin oleh Raden Tumenggung Suroadiningrat (putra Pangeran Cakraningrat IV atau Pangeran Sidingkap). Beliau mengendalikan pemerintahan dengan gelar Raden Adipati Secoadiningrat atau Panembahan Cakraadiningrat V. Lokasi keraton berada di Sembilangan, Kecamatan Socah, Bangkalan, Madura.
Beliau memerintah selama 25 tahun (1745-1770). Saat meninggal dunia, posisi beliau dalam keadaan sujud. Oleh sebab itulah beliau juga disebut Panembahan Sedomukti.
Asal dari tiga suku kata Jawa, Sedo Ing Mukti, yang artinya meninggal dalam sujud. Makam Panembahan Sedomukti berada di Pasarean Aermata, Kecamatan Arosbaya, Bangkalan, Madura.
ADVERTISEMENT
Inspirasi terciptanya tongkos datang dari hewan laut blangkas. Konon, Keraton Sembilangan tengah diselimuti berbagai masalah. Berhari-hari Panembahan Sedomukti berfikir cara mengatasinya. Suatu hari beliau menyempatkan waktu berjalan-jalan di tepi pantai, dan melihat sepasang blangkas yang memadu kasih.
Dalam bahasa Jawa, blangkas dikenal dengan nama mimi dan mintuno. Keduanya tergolong hewan yang setia sehidup semati pada pasangannya.
Mimi adalah ... Selengkapnga
Mimi adalah nama blangkas berkelamin jantan, sedangkan mintuno untuk blangkas betina. Keduanya mempunyai bentuk fisik yang hampir sama. Hanya saja pada betina bagian depan tubuhnya agak lebar dan dipenuhi ribuan telur, sedangkan yang jantan lebih kecil.
Beliau lalu menggoda kedua hewan itu. Ekor keduanya yang semula menyentuh tanah langsung terangkat dan terlihat berdiri tegak. Ini menandakan kalau sepasang blangkas tersebut sedang terganggu atau marah.
ADVERTISEMENT
Sekembalinya ke keraton, apa yang terjadi pada sepasang blangkas terus terngiang di kepalanya. Dari bentuk blangkas itulah Panembahan Sedomukti kemudian menciptakan penutup kepala khas Keraton Madura Barat, hingga kemudian disebut tongkos. Awalnya hanya digunakan oleh raja, tapi kemudian juga diperuntukkan bagi punggawa serta bangsawan.
Aturan Penggunaan
Terdapat beberapa aturan penggunaan tongkos yang diikuti oleh gerak dan perilaku si pemakai pada saat itu. Pertama, batas maksimal bagian bawah tongkos adalah dua jari diatas alis. Kedua, posisi ekor tongkos harus lurus ke samping. Ketiga, pergerakan tubuh si pemakai haruslah terlihat lembut dan anggun. Hal ini mencerminkan jika si pemakai adalah orang yang punya kedudukan tinggi dan patut menjadi contoh.
Perlambang
Posisi ekor pada tongkos bisa jadi perlambang sikap dan suasana hati. Jika lurus ke samping pertanda si pemakai dalam keadaan tenang atau diliputi suasana hati yang bahagia. Jika berdiri atau ke atas pertanda jika si pemakai tengah dalam situasi tidak enak hati, marah, serta tidak boleh diganggu. Dan jika ekor tongkos mengarah ke bawah berarti si pemakai sedang berhadapan dengan figur penting serta agung yang selayaknya dihormati melebihi dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT