Konten dari Pengguna

Meniru Jepang Dalam Menyikapi EBT

Rega Airlangga
Industrial Engineering of Mulawarman University
5 Maret 2022 11:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rega Airlangga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Shibuya Crossing (Sumber.https://youtu.be/0nTO4zSEpOs)
zoom-in-whitePerbesar
Shibuya Crossing (Sumber.https://youtu.be/0nTO4zSEpOs)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Negara Matahari Terbit sebuah nama yang sudah tidak asing lagi kita dengar, salah satu negara yang berada di benua Asia dengan perkembangan teknologi yang pesat menjadikan Negara Matahari Terbit kokoh berdiri dalam menghadapi era globalisasi. Hal ini menjadikan negara tersebut maju dalam sektor industrialisasi, yang hingga sekarang menjadi pendorong dalam meningkatkan Gross Domestic Product (GDP) dari negara ini.
ADVERTISEMENT
Jepang sebuah negara dengan luas area 377.923,1 Km2 dengan jumlah populasi penduduk pada tahun 2020 sebanyak 126,47 Juta jiwa. Negara dengan ibu kota Tokyo ini walaupun dengan luas wilayah yang lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia mampu dalam menjadikan Jepang sebagai negara maju yang modern.
Modernisasi sudah sangat melekat pada Jepang dengan segala kemajuan teknologi dan perkembangan Industri 4.0 sudah banyak robot-robot dan AI (Artificial Intelligence) dimasukkan ke dalam pabrik-pabrik demi mendukung proses produksi yang ada. Modernisasi yang juga diterapkan pada lingkungan sekitar layaknya di rumah tangga dengan perabotan yang memiliki AI sistem didalamnya.
Dengan banyaknya teknologi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari yang membutuhkan pasokan energi listrik yang besar, dapat diketahui penggunaan listrik perkapita di Jepang sebanyak 7.507 KWh berdasarkan data pada tahun 2019 dengan kebutuhan energi yang besar namun dapat menyuplai kebutuhan energi tersebut dengan pembangkit listrik dari berbagai macam sumber.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Indonesia yang memiliki kekayaan fosil yang melimpah, Jepang masih perlu melakukan impor minyak dan batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi. Pemerintah Indonesia pada 1 Januari – 31 Januari 2022 memberlakukan larangan ekspor batu bara yang dimana Korea Selatan dan Jepang mengecam hal ini karena kebutuhan akan komoditas ini sedang tinggi.
Jepang merasa untuk berpindah mencari alternatif lain dikarenakan mereka tidak dapat terus-menerus melakukan impor batu bara dari negara lain dan apabila terjadi krisis sumber daya akan menjadi hambatan dalam perekonomian dan aktivitas masyarakat Jepang.
Memperluas jangkauan penggunaan energi terbarukan demi menunjang beban kebutuhan energi Jepang membangun beberapa pembangkit listrik yang bersumber dari Angin, Matahari, Air, Biogas, bahkan nuklir. Jangkauan pembangkit energi terbarukan setidaknya dapat menampung setengah dari total energi listrik di Jepang.
ADVERTISEMENT
Sebuah langkah preventif yang dilakukan Jepang demi menunjang aktivitas masyarakat mereka dan tentunya agar Jepang dapat menjadi negara dengan energi bersih tanpa GRK. Bagaimana dengan penerapan energi terbarukan di Indonesia? Apakah Indonesia telah melakukan tindak preventif demi tercapainya Net Zero emissions seperti Jepang?.
Saat ini pemanfaatan energi di Indonesia baru ¼ dibandingkan dengan Jepang dengan pembangkit energi yang di dominasi pada wilayah Jawa Madura Bali dengan capaian 72,4% berdasarkan bauran energi tahun 2019 ESDM, hal ini merujuk akan kurangnya pengembangan energi diluar dari pulau Jawa.
Penggunaan energi di Indonesia di dominasi batu bara dengan penerapan energi terbarukan yang masih cukup kurang, dengan penerapan energi solar masih kurang dari 0,01 TWh, untuk energi angin masih 1,4 TWh, kemudian pembangkit hydro masih di angka 16,5 TWh. Kita semua mengetahui akan potensi negeri kita namun apa yang menjadi kendala saat ini dengan kurangnya energi terbarukan yang di terapkan.
ADVERTISEMENT
Sudah banyak negara yang mengembangkan pembangkit energi terbarukan demi memenuhi kebutuhan listrik warga, seperti memproduksi modul panel surya secara mandiri sehingga mempercepat implementasi dari PLTS. Hal ini tidak lepas dari dukungan pemerintah yang mendorong perkembangan tekonologi dalam EBT.
Mengolah bahan-bahan mentah yang kemudian diolah menjadi bahan jadi, merupakan salah satu kekurangan Indonesia yang tidak dapat membuat suatu produk secara mandiri. Research and Development yang belum terfasilitasi secara maksimal menjadi kendala orang-orang berbakat untuk memajukan Indonesia menuju Industri 4.0.
Kekurangan ini menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar yang besar bagi negara lain, sungguh sangat disayangkan apabila hal ini terus berlanjut Indonesia tidak akan pernah lepas dari ketergantungan dengan negara lain yang mampu dalam mengolah bahan mentah. Seperti yang kita ketahui Indonesia sendiri mempunyai kekayaan alam yang melimpah bahkan dengan potensi alam ini jika dapat diolah dengan baik Indonesia dapat berdiri sendiri tanpa dibantu negara lain.
ADVERTISEMENT
Saat ini sudah muncul beberapa perusahaan energi yang fokus pada energi terbarukan salah satunya PLTS, namun untuk memproduksi modul panel surya dalam negeri membutuhkan biaya yang lebih apabila dibandingkan dengan impor PV modul yang memiliki harga yang berbeda.
Perkembangan energi terbarukan di Indonesia masih cukup tertinggal terutama dalam edukasi ke masyarakat dalam mengetahui pentingnya energi bersih. Masyarakat Indonesia sendiri selama hal tersebut dapat dijangkau dengan mudah seperti mendapatkan jaringan listrik dari PLN penerapan energi terbarukan hanyalah menjadi angan-angan belaka.
Kita tidak memiliki rasa takut akan kekurangan dan merasa percaya diri dengan kekayaan yang dimiliki tidak seperti negara Jepang dengan keterbatasan mereka dengan kekurangan yang dirasakan menuntut Jepang untuk menjadi negara yang harus mencari jalan keluar demi kemakmuran warganya.
ADVERTISEMENT