Konten dari Pengguna

Arbitrase Sebagai Alternatif Upaya Penyelesaian Konflik

Regent
Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Internasional Batam
15 Desember 2020 12:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Regent tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Proses Arbitrase sumber: Ekonomi.Bisnis.Com
Seiring perkembangan zaman dan maraknya kegiatan berusaha, potensi terjadinya sengketa hingga konflik pun menjadi semakin tinggi. Ini dapat melibatkan berbagai pihak, seperti pihak dari perusahaan, warga, maupun dari pemerintah. Beragam sengketa yang ada berujung pada suatu pertanyaan: Adakah mekanisme penyelesaian sengketa yang cepat, namun tetap menjunjung keadilan hukum? Dari kondisi ini, maka peran strategis muncul dari jalur arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa.
ADVERTISEMENT
Arbitrase sendiri merupakan cara penyelesaian sengketa perdata diluar lingkungan peradilan umum atau yang lebih dikenal dengan cara penyelesaian sengketa menggunakan jalur non litigasi, yang didasarkan pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para puhak yang bersengketa. Hal ini berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat 1 no 30 tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 ini telah berusaha dalam mengakomodir semua aspek mengenai arbitrase baik baik dari segi hukum maupun dari substansinya dengan ruang lingkup melingkupi ruang lingkup nasional maupun ruang lingkup internasional.
Penggunaan arbitrase ini menjadi lebih banyak diminati pelaku bisnis karena beberapa hal, antara lain karena lebih efisien (baik dari sisi waktu maupun biaya) dan menerapkan prinsip win-win solution. Ada beberapa manfaat yang diperoleh terkait penggunaan arbitrase sebagai sarana penyelesaian suatu sengketa, adapun manfaat-manfaat tersebut diantaranya yaitu : sidang tersebut tertutup untuk umum sehingga dalam hal ini kerahasiaan para pihak sangat terjaga, proses penyelesaian sengketanya yang relative cepat dimana maksimal waktu yang dibutuhkan kurang lebih sekitar enam bulan, putusannya final dan bersifat mengikat bagi para pihak dan didaftarkan kepada pengadilan negeri demi memperoleh kekuatan eksekutorial, dimana hal ini diatur dalam pasal 60 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1990 jadi apabila salah satu pihak tidak mau melaksanakan keputusan yang telah dibuat oleh arbiter, maka pengadilan akan melakukan eksekusi sesuai dengan keputusan tersebut, manfaat selanjutnya yang diperoleh oleh para pihak ialah mereka dapat memilih Arbiter yang akan menyelesaikan perkaranya, yang mana arbiter tersebut merupakan seseorang yang memiliki pengetahuan tinggi dan ahli dalam menyelesaikan perkara yang dipersengketakan, dan memiliki integritas yang tinggi, manfaat selanjutnya yang dirasakan oleh para pihak ialah biaya perkara yang lebih murah jika menyelesaikan perkara tersebut lewat jalur arbitrase dibanding melalui jalur pengadilan umum.
ADVERTISEMENT
Prosedur arbitrase
Untuk menyelesaikan suatu sengketa melalui mekanisme arbitrase, dibutuhkan kesepakatan antara kedua pihak yang bersengketa (yang dapat dilakukan sebelum maupun setelah terjadinya sengketa). Karena alasan ini, perjanjian secara tertulis harus dilakukan oleh kedua pihak sebelum arbitrase. Di Indonesia terdapat beberapa badan khusus yang memfasilitasi proses arbitrase, yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI).
Pada prinsipnya masing-masing lembaga arbitrase memiliki prosedur sendiri dalam mengatur mekanisme beracara di Arbitrase yang bersangkutan atau yang dikenal dengan istilah “rule of arbitration” meskipun dalam praktek masing-masing lembaga Arbitrase membuka diri untuk menggunakan prosedur lain yang disepakati para pihak. Secara Umum prosedur yang harus dilakukan untuk permohonan proses arbitrase adalah sebagai berikut :
ADVERTISEMENT
1. Pendaftaran
Sebagai tahap awal, pemohon dapat mengajukan pendaftaran permohonan arbitrase oleh pihak yang memulai proses arbitrase kepada Sekretariat Lembaga Arbitrase yang dipilih para pihak.
2. Permohonan Mengadakan Arbitrase (Request for Arbitration)
Dalam mengajukan permohonan, pemohon harus menyertakan beberapa informasi diantaranya:
• Nama dan alamat para pihak
• Perjanjian arbitrase antara pihak yang bersengketa
• Fakta-fakta dan dasar hukum kasus arbitrase
• Rincian permasalahan
• Tuntutan atau nilai tuntutan
3. Dokumen
Pemohon harus melampirkan salinan otentik yang terkait dengan sengketa yang bersangkutan dan salinan otentik perjanjian arbitrase, dan dokumen lain yang relevan. Apabila ada dokumen yang akan menyusul, pemohon harus konfirmasi mengenai dokumen susulan tersebut.
4. Penunjukan Arbiter
Pemohon menunjuk seorang arbiter sebagai pihak ketiga yang neutral paling lambat 30 hari terhitung sejak permohonan didaftarkan. Jika pemohon tidak dapat menunjuk arbiter, maka penunjukan mutlak telah diserahkan kepada Lembaga Arbitrase yang dipilih.
ADVERTISEMENT
Ketua Lembaga Arbitrase berwenang atas permohonan untuk memperpanjang waktu penunjukan arbiter dengan alasan-alasan yang sah tidak melebihi 14 (hari).
5. Biaya Arbitrase
Permohonan mengadakan Arbitrase harus disertai pembayaran biaya pendaftaran. Biaya pendaftaran dibayarkan saat melakukan permohonan sebesar Rp 2.000.000,-. Sementara untuk biaya administrasi lebih beragam tergantung besar tuntutan. Mengingat besarnya biaya dalam proses arbitrase ditentukan berdasarkan nilai tuntutan, maka dalam praktek para pihak pada umumnya hanya menuntut hal-hal yang dapat dibuktikan secara sah sebagai haknya, termasuk namun tidak terbatas dengan memasukkan biaya advokat yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi. Hanya saja terkait gugatan immateriil dalam arbitrase pada prakteknya hampir tidak pernah digunakan karena gugatan immateriil sulit untuk dibuktikan besarannya.
ADVERTISEMENT
Jenis-Jenis Arbitrase
Dalam hal ini terdapat dua jeis arbitrase yang umumnya digunakan dalam rangka penyelesaian sengketa yaitu:
1. Arbitrase institusional
Arbitrase institusional adalah lembaga khusus yang ditunjuk dalam proses arbitrase. Ada beberapa keuntungan menggunakan arbitrase institusional, yaitu ada bantuan administratif, ada aturan yang ditetapkan, dan prosesnya tepat waktu. Namun, biaya penyelesaian sengketa melalui arbitrase institusional lebih besar. Pasalnya, lembaga khusus tersebut menagih biaya berdasarkan persentase dari jumlah yang disengketakan. Di Indonesia, ada beberapa lembaga arbitrase yang dapat menjadi penengah kasus sengketa, yakni BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia), BAPMI (Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia), dan BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional Indonesia).
2. Arbitrase ad hoc
Arbitrase ad hoc adalah arbitrase yang tidak dikelola oleh suatu institusi. Sifat arbitrase ad hoc hanyalah sementara, artinya dibentuk setelah sebuah sengketa terjadi dan akan berakhir setelah putusan dikeluarkan. Para pihak akan menentukan peran dalam proses arbitrase. Salah satunya penunjukan arbiter. Jika para pihak tidak menunjuk arbiter sendiri, maka bisa meminta bantuan pengadilan untuk mengangkat arbiter sebagai pemeriksa dan pemutus kasus sengketa.
ADVERTISEMENT
Selain menunjuk arbiter, para pihak juga dapat membuat aturan yang berlaku, jadwal waktu untuk mengajukan berbagai dokumen, dan prosedur dalam penyelesaian sengketa. Arbitrase ad hoc juga bisa diubah menjadi arbitrase institusional jika pihak yang bersengketa memerlukan bantuan dari lembaga khusus.
Adapun salah satu contoh kasus penyelesaian sengketa dengan arbitrase adalah Sengketa terkait Bank Century dimana dua pemegang sahamnya menggugat Pemerintah Indonesia yakni Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al Warraq yang diselesaikan melalui ICSID, Singapore.