Konten dari Pengguna

Ketika Ruang Perempuan Tak Lagi Aman

Lia Reliya Berliana
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik UIN Bandung
3 November 2024 9:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lia Reliya Berliana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
                                                Sumber : Kreasi pribadi melalui Canva
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Kreasi pribadi melalui Canva
ADVERTISEMENT
Di era modern saat ini, rasanya sudah tak asing lagi mendengar isu-isu kesetaraan gender maupun pemberdayaan perempuan. Ruang yang aman ialah tempat dimana perempuan merasa terlindungi, dihargai, dan bebas dari segala jenis ancaman dan diskriminasi. Ruang dalam konteks ini mengartikan rumah, tempat kerja, ruang publik, bahkan ruang virtual. Sangat amat disayangkan, ketika ruang yang aman tersebut pada kenyataannya tidak aman bagi perempuan, baik fisik maupun psikologis. Tidak hanya menjadi ancaman namun juga dapat membatasi hak dan potensi perempuan untuk berkontribusi secara maksimal dalam lingkungan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), satu dari tiga perempuan mengalami kekerasan fisik maupun seksual dalam kehidupannya. Bahkan kekerasan tersebut terjadi di tempat yang harusnya menjadi ruang aman, seperti rumah. Tak hanya itu, data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan tersaji sebanyak 20.289 kasus KDRT per 2024, dengan rincian 4.429 korban laki-laki, dan 17.575 korban perempuan. Dari angka tersebut, menunjukkan bahwa ketidakamanan perempuan tidak hanya di ruang publik, bahkan juga dalam konteks yang lebih pribadi.
Di ruang publik, perempuan seringkali merasa terancam, mulai dari pelecehan seksual baik di transportasi umum maupun ketidaknyamanan saat berjalan di malam hari. Bahkan baru-baru ini, sosial media diramaikan dengan video-video yang menunjukkan gerbong KRL yang seharusnya khusus wanita, justru dipenuhi oleh laki-laki, sehingga hal tersebut merenggut kebebasan bergerak bagi perempuan. Fenomena kekerasan yang terjadi pada perempuan baik di ruang pribadi maupun publik tentunya membuat perempuan cenderung menghindari dan membatasi diri untuk berinteraksi dan mengakses sumber daya lainnya.
ADVERTISEMENT
Pada era digital saat ini, dengan kemajuan teknologi dan mudahnya akses sosial media oleh siapapun menjadi peluang buruk terjadinya pelecehan, ancaman, penghinaan, bahkan perundungan di ruang virtual (daring). Perundungan daring (Cyberbullying) ialah perundungan yang dilakukan melalui perangkat digital seperti handphone, dan lain-lain. Menurut data dari UNICEF, 45% remaja Indonesia berusia 14-24 tahun pernah mengalami Cyberbullying. Terbongkarnya banyak kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan baik anak-anak maupun dewasa sangat mengerikan, bahkan justru pelakunya dari kalangan pendidik yang seharusnya mengayomi dan melindungi.
Maka dari itu, untuk menciptakan ruang perempuan yang aman dan nyaman diperlukan peran penting dari semua kalangan.
Peran Pemerintah
Peran pemerintah tentunya harus mengambil langkah tegas untuk menangani kasus kekerasan pada perempuan, termasuk penguatan terhadap hukum dan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender.
ADVERTISEMENT
Peran Masyarakat
Begitupun di lingkungan masyarakat, penting untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menghormati perempuan dan menentang segala bentuk kekerasan. Banyak perempuan yang takut untuk bersuara karena mereka tidak menemukan tempat aman yang terpercaya di lingkup masyarakat.
Peran Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan juga memiliki peranan penting untuk menanamkan nilai-nilai kesetaraan gender dan toleransi. Tak hanya itu, peran pendidikan juga membantu seseorang untuk memahami hak dan kewajibannya dalam sebuah hubungan. Dengan begitu, setiap dari kita mampu menumbuhkan kesadaran akan hak-hak seorang perempuan secara utuh dan mengubah pandangan masyarakat terhadap peran perempuan.
Peran Individu
Setiap dari kita harus ikut berkontribusi untuk menciptakan ruang aman dan nyaman dengan mendorong berdialog terbuka mengenai isu-isu gender, memberikan dukungan untuk korban kekerasan, tidak menormalisasi sedikit pun segala bentuk pelecehan dan kekerasan serta melaporkan kekerasan kepada pihak yang berwenang.
ADVERTISEMENT
Ruang perempuan yang tidak aman bukanlah hal yang patut dinormalisasi, karena itu merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian bersama. Ketidakamanan tersebut dapat mengancam keselamatan, kesehatan, dan potensi perempuan untuk mengepakkan sayap nya lebih tinggi di berbagai sektor kehidupan. Ini bukan hanya tugas dan tanggungjawab sesama perempuan, namun menjadi tanggungjawab seluruh lapisan dari masyarakat.