Berkaca dari Stampede di Kanjuruhan dan South Korean Halloween

Renan Hafsar
Investigator Keselamatan Transportasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Republik Indonesia
Konten dari Pengguna
30 Oktober 2022 23:27 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Renan Hafsar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika kita mendengar istilah stampede, sah-sah saja kita mendapatkan gambaran yang berbeda-beda. Sebagian akan teringat film serial berjudul "One Piece Stampede".
Salah satu penafsiran "stampede": One Piece
Sebagian lain akan menafsirkan stampede adalah nama acara publik di Kanada, yaitu Calgary Stampede. Meski homonim, tapi yang akan kita bahas bukanlah stampede yang ini.
ADVERTISEMENT
Tidak salah jika stampede ditafsirkan berbeda-beda. Setiap orang secara naluriah akan berusaha menafsirkan sesuatu sesuai dengan pengetahuan, pengalaman, dan budaya yang dimilikinya. Hal ini biasa disebut sebagai mental model.

Makna harfiah Stampede

Jika kita buka berbagai kamus bahasa Inggris, kita akan mendapatkan artian yang cenderung mirip untuk stampede sebagai berikut.

Stampede sebagai kata kerja (verb)

Stampede sebagai kata benda (noun)

Secara mudah, stampede adalah perilaku manusia/hewan yang bergerak ke arah yang sama akibat suatu faktor. Pergerakan secara bersamaan ini kemudian menyebabkan mereka saling berhimpitan, saling dorong, hingga saling injak dan cenderung menimbulkan korban jiwa.
Ilustrasi stampede. Ki-ka: sekelompok kuda, tragedi tahun baru Shanghai, tragedi Mina.

Penyebab stampede

Paling sering, stampede disebabkan oleh suatu ketakutan, biasanya akibat bencana atau kegagalan teknologi. Sebagai contoh, terjadi kebakaran di suatu ruang tertutup suatu gedung atau di dalam ruangan di atas kapal. Secara naluriah, manusia/binatang akan berupaya untuk segera menjauh dari lokasi tersebut karena merasa terancam. Mereka akan segera mencari pintu keluar dan secepatnya melewati pintu tersebut untuk menjauhkan diri dari kondisi bahaya di ruang tertutup tersebut. Ini adalah faktor paling lazim.
ADVERTISEMENT
Ternyata, tidak selamanya stampede diakibatkan suatu ketakutan. Sekarang kita coba ingat-ingat, kita pasti pernah melihat orang berduyun-duyun tanpa ada yang mengajak, mereka bergerak ke suatu lokasi yang sama tanpa ada dorongan rasa takut/panik.
Pergerakan seperti ini paling sering akibat adanya keinginan dari manusia/binatang itu sendiri. Tanpa kita sadari, kita sering melihat fenomena ini. Ketika ada kedatangan artis/aktor kondang, orang-orang akan rela berdesakan melihat orang yang dikaguminya secara langsung, bukan melalui TV atau video. Diskon besar juga sering memicu pergerakan para pemburu diskon ke suatu toko. Contoh lucu tapi nyata, ketika bencana terjadi, orang-orang akan berkerumun di dekat lokasi, baik untuk membuat konten medsos atau sekedar mengabadikan foto kejadian untuk diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Kemacetan lalu lintas juga pada dasarnya adalah stampede. Pada pagi hari mereka bergerak ke kota, sore hari bergerak meninggalkan kota. Bedanya, kendaraan tidak bisa saling dorong atau saling injak.
Bottleneck traffic jam

Mitigasi stampede

Stampede bukanlah peristiwa dadakan tanpa bisa diprediksi. Justru, stampede sangat mungkin diprediksi dan butuh waktu lama untuk membuatnya. Dengan karakter seperti ini, seharusnya tidak perlu ada lagi peristiwa stampede di media massa.
Jumlah manusia/binatang yang ada di dalam suatu ruang tertutup bisa dihitung dengan sangat mudah. Misalkan pada acara konser, jumlah tiket terjual bukanlah sekedar prediksi, tapi sudah bisa real time karena semua tercatat oleh komputer. Cepat dan akurat.
Sayangnya, teknologi yang memungkinkan pencatatan data penjualan tiket ini jika tidak dianggap sebagai patokan mitigasi stampede, hanya akan menjadi teknologi yang kurang dimanfaatkan secara optimal.
ADVERTISEMENT
Jika kita bisa mengetahui jumlah penjualan tiket, kita akan mengetahui jumlah pengunjung/penonton. Jumlah tersebut nanti akan kita gunakan untuk menghitung berapa lama orang-orang bisa bergerak dari dalam ruangan hingga ke titik kumpul (assembly point).
Pergerakan orang sangat dipengaruhi oleh banyak hal. Lebar dan jarak lorong adalah faktor utama. Penonton yang duduk di tempat duduk berundak-undak cenderung akan sulit bergerak ke luar ruangan. Terlebih, jika jarak antarbangku cukup sempit, semakin memperlambat pergerakan orang. Pada dunia binatang, hal ini juga sama. Misal, ketika sekelompok sapi mencoba melewati suatu pintu di peternakan. Mereka akan salign dorong untuk melewatinya.
Hal lain yang mempengaruhi pergerakan ketika stampede adalah manajemen kerumunan (crowd management). Panitia/pengelola acara adalah pihak yang bertanggung jawab terkait pengendalian massa. Jika massa tidak bisa ditenangkan, pergerakan akan cenderung bersifat saling membunuh dalam rangka perebutan pintu keluar.
ADVERTISEMENT

Solusi stampede

Jika panitia tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang manajemen kerumunan, panitia harus menyewa pihak ketiga yang memahaminya. Jika tidak siap dengan anggaran tambahan, solusi paling mungkin adalah dengan mereduksi jumlah pengunjung. Dari segi bisnis memang terlihat kurang baik. Akan tetapi, sistem buka tutup dalam rangka pengendalian adalah cara efektif untuk memastikan keamanan dan keselamatan masyarakat.
Prediksi jumlah orang yang hadir pada acara gratis tidak bisa mengandalkan data penjualan tiket karena tidak ada tiket yang dijual. Semua bisa langsung datang ke lokasi. Situasi ini cukup sulit diprediksi. Sulit, bukan berarti tidak mungkin. Kuo dan Shao menunjukkan di dalam penelitian mereka bahwa jumlah orang bisa diprediksi dengan melihat tren yang sudah terjadi di lokasi lainnya sebagai pembanding.
ADVERTISEMENT
Tapi, pembatasan jumlah pengunjung sekaligus penyiapan aparat dengan rasio terhadap jumlah pengunjung yang memadai tetap menjadi pilihan terbaik. Contoh nyata, konser di Istora dibubarkan karena sudah muncul indikasi stampede berupa pingsannya beberapa pengunjung.
Pengendalian kerumunan massa manusia juga perlu dibantu oleh tanda (sign) di area-area yang banyak orang. Dengan cara ini, mereka bisa membaca dan melihat instruksi keselamatan dalam keadaan darurat.
Kalaupun panitia tahu cara pengendalian massa, hal lain yang perlu dipikirkan adalah mempermudah pergerakan manusia/binatang. Jika gang/pintu keluar tidak sanggup dilewati manusia/binatang dalam durasi tertentu, makan ukurannya harus diperbesar untuk meminimalkan fenomena bottleneck.