Risiko Baterai Kendaraan Listrik di Kapal Penumpang Ro-Ro

Renan Hafsar
Investigator Keselamatan Transportasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Republik Indonesia
Konten dari Pengguna
18 Desember 2023 9:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Renan Hafsar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penerimaan masyarakat terhadap kendaraan listrik (elctric vehicle/EV) secara bertahap meningkat, namun bervariasi antar wilayah dan negara. Di Indonesia, penetrasi EV masih tergolong minim dan berbagai faktor mempengaruhi keputusan masyarakat untuk memilih kendaraan listrik. Setidaknya ada dua faktor utama, yaitu kebijakan pemerintah, infrastruktur, dan kesadaran masyarakat.
Ilustrasi EV di kapal

Kebijakan dan Insentif Pemerintah

ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak tergiur dengan iming-iming cashback/diskon dalam jumlah jutaan rupiah? Kebijakan dan insentif pemerintah berdampak signifikan terhadap pengguna kendaraan listrik yang mengutamakan harga pembelian. Jika pemerintah Indonesia menawarkan subsidi lebih besar pada insentif pajak, atau malah gratis pajak kendaraan, hal ini dapat membuat kendaraan listrik lebih menarik lagi bagi konsumen.
Pemerintah telah memiliki dua instrumen regulasi untuk membentuk ekosistem kendaraan listrik. Pertama, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2019 mengenai Percepatan Pembangunan Kendaraan Listrik di Indonesia. Kedua, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 yang mengharuskan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan TNI-Polri untuk bertransisi menuju kendaraan listrik.
Regulasi tersebut mengharuskan penggunaan kendaraan listrik bagi para pejabat ASN menjadi pendorong hadirnya EV di sejumlah kantor pemerintahan. Meskipun hanya dipakai sesekali pada acara formal, jumlah EV milik pemerintah sedikit demi sedikit mulai bertambah.
ADVERTISEMENT

Pembangunan Infrastruktur

Ketersediaan dan aksesibilitas infrastruktur pengisian daya (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum/SPKLU) sangat penting untuk meluasnya penggunaan kendaraan listrik. Di Indonesia, berdasarkan penjelasan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, per Oktober 2023, jumlah SPKLU mencapai 854 unit yang tersebar di 577 lokasi.
Pengembangan jaringan SPKLU yang andal dan luas akan mengatasi kekhawatiran mengenai kenyamanan pengisian daya, terutama bagi mereka yang tinggal di perkotaan. Ditargetkan, hingga akhir tahun 2023 Indonesia akan memiliki 3.000 SPKLU.

Kendaraan listrik di kapal penyeberangan

Berdasarkan catatan KNKT, terjadinya kebakaran di kapal Ro-Ro Pax (populer di Indonesia dengan istilah ferry) sering diakibatkan oleh muatan di atas truk. Dengan isi muatan sangat beraneka ragam dan dalam kuantitas yang besar, sulit untuk melakukan pemeriksaan muatan yang ada di atas truk .
ADVERTISEMENT
Bukan tidak mungkin, kebakaran di bak truk diakibatkan oleh barang beracun dan berbahaya (B3). Sejumlah B3 dapat menimbulkan risiko kebakaran tanpa harus dipantik oleh api jika berada pada lingkungan yang tepat.
EV mengandalkan tenaga dari baterai. Saat ini, pada umumnya baterai yang dipakai berjenis Lithium-ion (Li-Ion). Dengan keunggulan kepadatan energinya yang tinggi dan masa pakai yang lama dibandingkan jenis baterai lainnya, baterai jenis ini sukses menjadi jenis baterai paling banyak dipasang pada EV, baik mobil, sepeda motor, maupun mainan.
Li-Ion pada dasarnya masuk ke dalam kategori B3, berdasarkan Kode International Maritime Dangerous Goods (IMDG) yang dikeluarkan oleh badan khusus PBB, International Maritime Organization. Di dalam IMDG, baterai EV masuk ke dalam kategori kelas 9 karena potensi menimbulkan risiko selama penyeberangan. Kelas ini merupakan kategori umum untuk berbagai bahan berbahaya, termasuk baterai Li-Ion.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, kehadiran EV di kapal ketika melakukan penyeberangan secara langsung membawa serta serangkaian risiko dan tantangan yang unik. Risiko ini semakin besar pada kapal penumpang karena potensi banyaknya korban jiwa penumpang jika terjadi kebakaran. Risiko dari baterai Li-Ion adalah potensi kebakaran atau pelepasan panas dalam kondisi tertentu.
Ilustrasi EV terbakar di Ro-Ro Pax
Hingga saat ini, belum ada aturan nasional maupun internasional yang bersifat memaksa dan mengatur secara detail terkait EV. Beberapa entitas sudah mengeluarkan dokumen yang hanya bersifat himbauan atau panduan, namun tidak mengikat. Dengan demikian, masih ada gap dari aspek regulasi dan pengetahuan tentang EV.
Kondisi tersebut cukup menantang mengingat pada saat yang sama, jumlah EV yang meluncur di jalan raya semakin bertambah, akan tetapi pelatihan pada stakeholder terkait terbilang minim. Dalam penyeberangan EV menggunakan kapal penyeberangan, misalnya, ada banyak pihak terlibat. Mulai dari petugas tiket pelabuhan, petugas pengatur antrian kendaraan di dermaga, hingga awak kapal idealnya memiliki pengetahuan tentang mitigasi risiko EV. Orang yang terlibat dalam penanganan, pengepakan, atau pengangkutan baterai Li-Ion harus cukup terlatih mengenai peraturan dan langkah keselamatan terkait yang diuraikan dalam Kode IMDG maupn panduan lain yang dianggap pas untuk diterapkan.
ADVERTISEMENT