Konten dari Pengguna

Berhenti Meromantisasi Rasa Sakit Hati, Waktunya untuk Move On dengan Sehat

Laurentia
Anak ilmu komunikasi yang berkuliah di UBM.
6 November 2024 12:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Laurentia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(Credit : Freepik)
zoom-in-whitePerbesar
(Credit : Freepik)
ADVERTISEMENT
Patah hati, perasaan kehilangan, dan rasa sakit emosional sering kali dianggap menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan cinta. Dalam berbagai film, lagu, dan puisi, patah hati seringkali diromantisasikan sebagai sesuatu yang mendalam. Dan juga disaat kita sedang patah hati, kita juga sering kali mendengar lagu sedih, menonton film sedih dan juga nge-like atau nge-repost postingan tentang kesedihan, seolah-olah hal tersebut bisa membuat kita makin sedih dan menangis dan akhirnya membuat kita merasa membaik. Namun, apakah seharusnya kita memandang rasa sakit emosional sebagai sesuatu yang perlu dinikmati atau dijadikan sebagai pengalaman untuk meng-improve diri lebih baik?
ADVERTISEMENT
Terlalu meromantisasi patah hati bisa menjadi hal yang berbahaya. Ketika rasa sakit diabadikan dalam lirik lagu, film atau puisi sebagai bagian proses dari pertumbuhan pribadi, kita berisiko terjebak dalam pola pemikiran yang salah. Patah hati memang bisa membawa pelajaran, tetapi menikmati rasa sakit secara berlebihan malah bisa menghambat proses penyembuhan.
1. Rasa Sakit Tidak Seharusnya Menjadi Standar Pengalaman Cinta
Ketika kita terbiasa meromantisasi rasa sakit, kita mulai melihatnya sebagai sesuatu yang normal atau bahkan perlu dalam hubungan cinta. Film dan novel sering menggambarkan kisah-kisah di mana tokoh utama harus mengalami penderitaan besar sebelum akhirnya menemukan kebahagiaan. Ini menciptakan persepsi yang salah bahwa cinta sejati hanya dapat ditemukan setelah penderitaan mendalam. Padahal, cinta bukanalah perjuangan tanpa akhir.
ADVERTISEMENT
Ketika hubungan berjalan buruk, banyak orang terjebak dalam rasa sakit dan tetap bertahan dengan berpikir bahwa ini adalah bagian dari proses menemukan cinta yang lebih baik. Namun, rasa sakit yang tidak segera diatasi malah bisa memperpanjang penderitaan emosional dan mencegah kita dari menyembuhkan diri. Alih-alih menikmati rasa sakit, kita perlu belajar untuk melepaskannya dan memulai untuk move on.
2. Efek Meromantisasi Patah Hati Terhadap Kesehatan Mental
Meromantisasi patah hati bisa memicu kecenderungan untuk tenggelam dalam perasaan negatif lebih lama dari yang diperlukan. Ketika kita terus-menerus menganggap rasa sakit sebagai sesuatu yang bermakna, kita bisa kehilangan kemampuan untuk meng-improve diri dan mengenali bahwa ada jalan keluar dari penderitaan tersebut. Hal ini bisa memicu perasaan depresi, kecemasan, dan keputusasaan.
ADVERTISEMENT
Menikmati rasa sakit juga bisa menghambat seseorang untuk move on. Kita mungkin merasa bahwa rasa sakit itu memberi kita "identitas" atau kedalaman emosional yang lebih besar, padahal sebenarnya kita hanya terjebak dalam lingkaran pemikiran negatif. Meromantisasi rasa sakit berisiko memperpanjang fase patah hati dan membuat kita sulit untuk menerima kenyataan bahwa hidup harus terus berjalan.
3. Memahami Pentingnya Move On yang Sehat
Penting untuk diingat bahwa sakit hati, meskipun tidak dapat dihindari, tidak seharusnya menjadi sesuatu yang dinikmati atau dirasakan terlalu lama. Move on yang sehat melibatkan pengakuan bahwa perasaan sakit itu valid, namun tidak permanen. Ini adalah bagian dari perjalanan emosional, tetapi bukan tujuan akhir.
Proses move on bisa dimulai dengan memberikan diri waktu untuk merasakan perasaan tersebut tanpa terjebak di dalamnya. Sebagai contoh, daripada kita mendengarkan lagu sedih untuk memvalidasi perasaan, kita bisa memanfaatkan dukungan dari teman, keluarga, atau terapis untuk membantu memahami perasaan tersebut dan bagaimana cara melangkah maju. Dan juga kita bisa fokus pada kegiatan positif, menemukan hobi baru, atau berusaha meng-improve diri adalah cara-cara yang jauh lebih sehat daripada terus-menerus memikirkan atau berlarut dalam rasa sakit.
ADVERTISEMENT
4. Belajar Melihat Patah Hati sebagai Pelajaran, Bukan Sebagai Romansa
Alih-alih memandang patah hati sebagai drama indah yang harus dihadapi, kita harus mulai melihatnya sebagai pelajaran untuk masa depan. Rasa sakit emosional bisa memberikan wawasan tentang diri kita sendiri, membantu kita mengenali apa yang kita inginkan dan butuhkan dalam hubungan. Namun, kita harus berhenti melihatnya sebagai sesuatu yang harus dinikmati.
Mengambil waktu untuk refleksi dan belajar dari pengalaman hubungan yang berakhir bisa membantu kita tumbuh secara emosional tanpa harus memelihara perasaan sakit yang berlebihan. Patah hati tidak menambah kedewasaan emosional kita, itu hanya bagian dari proses kehidupan yang bisa kita lalui dan tinggalkan.
Sudah waktunya untuk berhenti meromantisasi rasa sakit dan patah hati. Meskipun perasaan sakit adalah bagian dari hidup yang tidak bisa kita hindai, itu bukanlah sesuatu yang harus dianggap sebagai batu loncatan menuju kebahagiaan. Rasa sakit tidaklah romantis, dan mempertahankan perasaan sakit itu hanya akan memperpanjang penderitaan emosional yang seharusnya bisa diatasi.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, kita harus mengarahkan perhatian kita pada move on yang sehat. Berhenti meromantisasi patah hati bukan berarti mengabaikan rasa sakit, tetapi menerima bahwa kita bisa tumbuh dan berkembang tanpa harus memuja penderitaan. Dengan begitu, kita bisa melanjutkan hidup dengan hati yang lebih ringan dan siap untuk mencintai lagi dengan cara yang lebih bahagia.
Pada akhirnya, patah hati adalah pengalaman yang akan dilewati, tetapi jadikan hal tersebut menjadi bagian dari perjalanan dan mulai menikmati penyembuhan, self improvement serta kebahagiaan yang bisa kita temukan.
Penulis : Laurentia