Konten dari Pengguna

Budaya Positif, Ciptakan Sekolah Ramah Anak

Renci
Guru di SD Aisyiyah Metro, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Metro dan Instruktur Madya DPD IMM Lampung
11 Oktober 2023 11:07 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Renci tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pembelajaran di kelas. Sumber foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pembelajaran di kelas. Sumber foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Pendidikan merupakan sebuah proses memanusiakan manusia dalam ikhtiar membangun masyarakat yang lebih beradab. Hal ini tentu bertolak belakang dengan kekerasan yang justru dapat menyebabkan kemunduran sebuah peradaban, maka pendidikan dan kekerasan adalah dua sisi yang sangat berlawanan dan seharusnya antara keduanya saling menegaskan.
ADVERTISEMENT
Sekolah sebagai sebuah wadah untuk mengimplementasikan pendidikan, sudah semestinya memperhatikan kasus kekerasan sebagai kasus yang tidak sepatutnya terjadi di sekolah atau dilakukan oleh warga sekolah yang terdidik. Salah satu indikator keberhasilan lembaga pendidikan adalah kemampuan satuan pendidikan dalam meminimalisir kekerasan. Di sekolah, masyarakat sekolah perlu membangun sistem guna mencapai indikator tersebut.
Problematika kekerasan di lembaga sekolah Indonesia memang sangat memprihatinkan, persentase kejadian kekerasan baik kekerasan fisik, seksual maupun verbal pun masih terus meningkat. Edukasi dan sosialisasi sudah diupayakan menjadi ikhtiar untuk menanggulangi terjadinya kekerasan di satuan pendidikan, selain itu perlu adanya upaya yang dilakukan oleh guru maupun pihak sekolah guna mengantisipasi terjadinya kasus kekerasan di sekolah.

Mendidik Tanpa Kekerasan

Ilustrasi bullying di lingkungan pendidikan. Sumber foto: Pixabay
Salah satu amanah seorang pendidik adalah membentuk tingkah laku peserta didik agar menjadi insan yang berbudi pekerti, menanamkan akhlak terpuji agar terbentuk karakter yang baik dalam diri peserta didik. Perlu dipahami bahwa untuk membentuk karakter siswa, maka membutuhkan proses pendidikan yang tidak sebentar. Menurut Junindra, upaya yang bisa dilakukan oleh pendidik dalam menanamkan akhlak baik dalam diri peserta didik adalah dengan membimbing, menasihati, mengarahkan, membina dan memberikan suri teladan yang layak untuk dicontoh oleh peserta didik.
ADVERTISEMENT
Dalam mewujudkan hal tersebut, maka proses internalisasi karakter baik melalui pembinaan, bimbingan, arahan dan motivasi tidak hanya dibebankan kepada guru, melainkan seluruh warga sekolah. Ikhtiar seluruh warga sekolah dalam menanamkan akhlak terpuji dan pembentukan karakter yang baik bagi peserta didik bukan semata hanya formalitas kegiatan sekolah, melainkan sebagai bentuk untuk mencapai sekolah tanpa kekerasan, agar atmosfer sekolah adalah lingkungan yang nyaman, aman dan tentram.
Mewujudkan lingkungan sekolah yang nyaman, aman dan tentram bisa dimulai dari mendidik tanpa kekerasan. Mendidik peserta didik tanpa adanya kekerasan emosional dan fisik adalah cara terbaik untuk membentuk kepribadian peserta didik. Pola asuh yang positif, akan mendorong lingkungan sekolah memiliki atmosfer yang positif juga.
Selain itu, perlu adanya sarana dan prasarana yang mendukung untuk terciptanya lingkungan sekolah yang ramah anak. Hal ini agar tidak banyak benda yang membahayakan dan berpotensi untuk melukai, menghadirkan fasilitas di sekolah yang memudahkan untuk diakses oleh peserta didik dan tidak memungkinkan untuk menjadi alat kekerasan.
ADVERTISEMENT

Hadirkan Budaya Positif

Ilustrasi pembiasaan budaya positif. Sumber foto: dokumen pribadi
Selain upaya untuk menciptakan lingkungan sekolah aman dan tentram melalui pendidikan tanpa kekerasan dan memaksimalkan sarana serta prasarana yang ramah anak. Perlu juga ikhtiar untuk menciptakan budaya yang positif agar lingkungan sekolah terbentuk atmosfer yang positif pula.
Menciptakan budaya positif di lingkungan sekolah lagi-lagi bukan hanya sekadar tanggung jawab dan peran guru saja, melainkan perlu kerja sama yang dibangun untuk ditopang bersama yaitu Kepala Sekolah, wali murid, peserta didik juga masyarakat sekitar. Menciptakan budaya yang positif di sekolah juga bisa mendorong seluruh warga sekolah memiliki perilaku dan karakter yang positif. Hal ini juga sebagai upaya untuk memproteksi peserta didik sebagai generasi muda di masa mendatang dari pengaruh budaya negatif dari dampak globalisasi.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa globalisasi juga bisa menjadi ancaman bagi generasi muda melalui pengaruh food, fashion dan fun. Jalaludin Rakhmat dalam buku Islam Aktual menyampaikan bahwa globalisasi akan bisa menjadi ancaman bagi hancurnya budaya dan karakter suatu bangsa.
Langkah-langkah yang bisa diupayakan untuk menciptakan budaya positif di sekolah adalah: pertama, membuat keyakinan kelas. Hal ini bisa dengan cara menghadirkan afirmasi positif berupa kalimat-kalimat universal yang disosialisasikan di setiap kelas, bisa ditempelkan di area sekolah maupun di setiap kelas.
Kedua, pembiasaan positif. Dalam buku Automic Habbit dijelaskan bahwa pembiasaan positif dalam jangka panjang bisa membentuk sebuah karakter yang baik. Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relatif menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang berulang-ulang, baik dilakukan bersama-sama maupun sendiri.
ADVERTISEMENT
Ketiga, mendorong peserta didik untuk mengikuti kegiatan yang memiliki pengaruh positif bagi dirinya. Bisa dengan mengikuti Rohis ditingkat Sekolah Menengah Atas, atau Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) sebagai salah satu organisasi yang memiliki basic untuk membentuk karakter baik dan internalisasi nilai-nilai positif.
Keempat, berkolaborasi dengan semua pihak. Bahwa kita tidak bisa menghadirkan budaya positif dengan sendiri, tetapi perlu adanya kolaborasi yang erat dan komitmen seluruh warga lingkungan sekolah. Seluruh pemangku kepentingan perlu bersatupadu untuk menghadirkan budaya positif di sekolah.

Membentuk Karakter Anak

Ilustrasi pembentukan karakter saling kerja sama. Sumber foto: Pixabay
Pembentukan karakter anak bisa dimulai dengan teknis tahapan dengan pendampingan. Setiap anak memerlukan perhatian, baik dari orang tua maupun guru. Anak akan merasa aman jika dilindungi, sehingga hal ini perlu kerja sama dengan orang tua untuk memenuhi perasaan cinta seorang anak dengan menghadirkan perhatian yang berkualitas, menjalin komunikasi dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan pendapat dan pilihannya. Seorang guru juga melakukan hal yang sama, hal ini akan mendorong anak untuk mendapat kepuasan rasa aman dan nyaman baik di rumah maupun sekolah.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya melakukan pengawasan. Anak tetap harus dikontrol dan diarahkan, maksudnya bukan untuk memata-matai anak atau mengekang pergerakan anak, melainkan agar orang tua maupun guru bisa mengetahui aktivitas anak. Pengawasan dilakukan dengan tetap mengedepankan komunikasi yang baik dan keterbukaan antar satu sama lain.
Terakhir, perlu adanya pemberian dorongan dan motivasi. Guru dan orang tua seharusnya tidak bosan untuk memberikan motivasi yang baik kepada siswa agar tertanam dalam diri subjek didik untuk menjadi pribadi yang baik.
Melalui hal-hal di atas, diharapkan kita mampu mendorong untuk pembentukan karakter anak sehingga suasana dan lingkungan yang terbangun adalah atmosfir positif yang mengantarkan anak untuk belajar dengan nyaman dan aman sehingga pendidikan kita jauh dari kekerasan.
ADVERTISEMENT
Melalui regulasi yang dikeluarkan Kemendikbudristek dalam Permendikbudristek nomor 46 tahun 2023, diharapkan juga bisa menjadi payung hukum untuk mencegah dan menanggulangi kekerasan di lingkungan sekolah. Sehingga diharapkan kehadiran kebijakan ini juga bisa menjadi referensi buku bagi pemegang kepentingan di lingkungan sekolah bisa mengimplementasikan dengan baik, untuk meminimalisir kekerasan dalam dunia pendidikan.