Konten dari Pengguna

Ketika Pengamat Karbitan Menghakimi Timnas Garuda

Rendi
Mahasiswa aktif di UIN Prof. Saifuddin Zuhri Purwokerto, jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Hobi bermusik dan terkadang juga suka menulis, tapi lebih ingin dikenal sebagai musisi.
2 Januari 2025 21:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rendi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Pexels
ADVERTISEMENT
Sepakbola, olahraga yang senantiasa menggetarkan jiwa dan raga bangsa Indonesia, kini dihadapkan pada sebuah fenomena yang menggelitik nalar. Tatkala Timnas Garuda mengepakkan sayapnya dengan formasi yang diperkuat oleh para pemain diaspora, munculah sekumpulan individu yang menyebut diri mereka sebagai pengamat sepakbola. Mereka, dengan lantang dan penuh percaya diri, menghujani tim nasional dengan kritik yang seolah-olah berasal dari mulut seorang pakar.
ADVERTISEMENT
Mayoritas dari mereka yang mengaku sebagai pengamat ini sesungguhnya tak memiliki latar belakang yang mumpuni dalam dunia sepak bola. Mereka hanyalah sekumpulan individu yang terbawa arus euforia, tanpa pernah merasakan getaran rumput lapangan atau menempa diri dalam kerasnya kompetisi.
Sungguh memprihatinkan, ketika mereka yang bahkan tak pernah merasakan atmosfer lapangan hijau, apalagi mengelola sebuah tim, dengan entengnya menghakimi pilihan pelatih dan federasi. Kritik memang diperlukan, namun kritik yang membangun tentunya bersumber dari pemahaman mendalam atas kompleksitas olahraga ini, bukan sekadar bermodalkan semangat dan kefanatikan belaka.
Kita perlu mengetahui bahwa sepakbola bukan sekadar permainan 22 orang yang mengejar bola. Ia adalah seni, strategi, dan ilmu yang kompleks. Mengkritisi sepakbola tanpa pemahaman mendalam hanya akan menghasilkan suara gaduh yang tak bermakna.
ADVERTISEMENT
Kehadiran pemain diaspora dalam timnas seharusnya dipandang sebagai kemajuan. Mereka membawa pengalaman dan keterampilan yang telah diasah di liga top Eropa. Namun, para pengamat tak berpengalaman ini seringkali abai terhadap fakta tersebut. Mereka lebih suka bergelut dengan sentimen kedaerahan yang sempit, daripada melihat potensi besar yang dibawa oleh para pemain diaspora.
Lebih jauh, fenomena ini mencerminkan sebuah ironi yang lebih besar dalam masyarakat kita. Di era informasi yang berlimpah, kita justru terjebak dalam pusaran opini-opini dangkal yang lebih mengedepankan sensasi ketimbang substansi. Para pengamat karbitan ini, meski tak disadari, telah menjadi corong bagi sentimen-sentimen negatif yang berpotensi merusak perkembangan sepakbola nasional.
Sudah saatnya kita merefleksikan kembali esensi dari menjadi seorang pengamat. Bukankah seharusnya pengamatan didasari oleh kearifan dan pengetahuan yang mendalam? Alangkah bijaknya jika energi yang dicurahkan untuk mengkritik tanpa dasar ini dialihkan untuk memahami lebih dalam sepakbola modern, termasuk peran vital pemain diaspora dalam memajukan timnas.
ADVERTISEMENT
Para pengamat sejati harus berani tampil ke depan, membagikan analisis yang jernih dan tak memihak. Sementara itu, mereka yang hanya bermodalkan lidah tajam tanpa pengalaman sebaiknya belajar lebih banyak sebelum berani mengklaim diri sebagai pengamat.
Pada akhirnya, kemajuan sepakbola Indonesia tidak akan terwujud hanya dengan berteriak lantang di pinggir lapangan. Diperlukan sinergi antara pemain, pelatih, federasi, dan tentunya pengamat yang benar-benar memahami seluk beluk olahraga ini. Hanya dengan demikian, impian akan timnas yang berjaya di kancah internasional dapat terwujud, bukan sekadar menjadi buah bibir para pengamat karbitan.